Tujuan Kemerdekaan Republik Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 salah satunya adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tidak ada satu elemen elit manapun yang mengingkari ini secara formal. Namun secara praktek, sudahkah anatomi pendidikan kita sudah sejalan dengan tujuan kemerdekaan republik ini ?
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 menjelaskan
bahwa pada APBN dan APBD mengalokasikan dana pendidikan minimal 20 % di luar
gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Belanja negara dalam APBN tahun
2024 dialokasikan sebesar Rp3.325,1 trilyun dengan alokasi pendidikan sebesar
Rp665 trilyun atau sekitar 20 %. Sedangkan dana transfer ke daerah dalam bentuk
APBD sebesar Rp857,6 trilyun yang disebar ke 38 pemerintah provinsi, 416
pemerintah kabupaten dan 98 pemerintah kota. Untuk kondisi APBD pemerintah
daerah masih diragukan apakah alokasi minimal 20 % untuk alokasi pendidikan sudah
di luar gaji pendidik (guru PNS, PPPK dan honorer) atau tidak.
Perguruan
tinggi belum dinikmati secara maksimal oleh para generasi muda. Hanya 10,15 %
penduduk Indonesia yang menempuh perguruan tinggi. Kita belum bicara masalah
kualitas. Rendahnya persentase ini salah satu faktor penyebabnya adalah
tingginya biaya untuk menempuh pendidikan tinggi, dalam hal ini tingginya biaya
pendidikan dan tingginya biaya hidup untuk menempuh pendidikan tinggi.
Selama
ini sebelum tahun 2013 diberlakukan SPP untuk pendidikan tinggi yang besarannya
sama untuk semua mahasiswa tanpa memandang perbedaan kondisi sosial ekonomi
keluarga mahasiswa. Mulai tahun 2013 era Uang Kuliah Tunggal (UKT) dimulai dengan
dasar hukum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada
Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pasal 4 yang mengatur bahwa UKT kelompok I diterapkan paling sedikit 5 % dan
UKT Kelompok II diterapkan paling sedikit 5 % dari jumlah mahasiswa pada setiap
perguruan tinggi negeri. Pada Lampiran Permendikbud tersebut disebutkan bahwa
UKT Kelompok I sebesar Rp500.000 dan UKT Kelompok II sebesar Rp1.000.000. Sedangkan
UKT kelompok III sampai VIII bervariasi pada setiap perguruan tinggi negeri.
Kemudian terjadi perubahan regulasi dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi
dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya
Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di
Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Pasal 5 yang
intinya masih sama dengan peraturan sebelumnya di mana UKT kelompok I dan UKT
kelompok II masih dengan kondisi yang sama. Pengaturan terakhir dengan
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional
Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian
Pendidikan, Kebuayaan, Riset dan Teknologi di mana pengaturan tentang UKT Kelompok
I dan UKT Kelompok II belum juga berubah.
Yang
menjadi pertanyaan, kemana semua anggaran 20 % APBN tersebut ? Kenapa SPP tahun
sebelum 2013 bisa lebih murah daripada UKT setelah tahun 2013 ?
Dana
Alokasi Khusus bidang pendidikan yang diberikan kepada pemerintah daerah
dimulai dari tahun 2003. Dana Bantuan Operasional Sekolah yang diberikan kepada
pemerintah daerah dimulai tahun 2004. Artinya Dana Alokasi Khusus dan Dana
Bantuan Operasional Sekolah tidak bisa dijadikan alasan yang menjadi penyebab
berkurangnya alokasi anggaran untuk pendidikan tinggi.
Bagaimanapun
juga kita semua harus berpedoman kepada Pembukaan UUD 1945 tentang tujuan
kemerdekaan salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan UU nomor 20
tahun 2003 yang mewajibkan alokasi APBN dan APBD sebesar minimal 20 % untuk
bidang pendidikan di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. UKT
hanyalah penterjemahan teknis dari Pembukaan UUD 1945 dan UU nomor 20 tahun
2003. Apabila konsep UKT dirasa sudah tidak sejalan dengan Pembukaan UUD 1945
dan UU nomor 20 tahun 2003 maka dimungkinkan untuk merubah konsep UKT atau bila
konsep UKT masih bisa dipakai namun perlu penyempurnaan maka mari kita
sempurnakan.
Apabila
kita merujuk kepada Passal 34 UUD 1945 maka fakir miskin dan anak terlantar
diperlihara oleh negara. Negara mengembangkan sisem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan. Negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak. Apakah konsep UKT sudah mengakomodir pasal 34 UUD 1945 ?
Oleh
karena itu apabila kita sepakat dengan konsep UKT yang disempurnakan maka
konsep UKT tersebut harus mencerminkan semangat Pasal 34 UUD 1945 dengan usulan
konsep sebagai berikut :
1. UKT
kelompok I sebesar Rp 0 untuk semua mahasiswa kategori tidak mampu.
2. UKT
kelompok II sebesar Rp250.000.
3. UKT
kelompok III sebesar Rp500.000.
4. UKT
kelompok IV sebesar Rp750.000.
5. UKT
kelompok V sebesar Rp1.000.000.
6. UKT
kelompok I sampai V diperuntukkan kepada minimal 50 % dari jumlah mahasiswa perangkatan.
7. UKT
kelompok VI sampai XX diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing perguruan
tinggi negeri setelah berkonsultasi dengan Kemendikbudristek.
Namun
persoalan UKT hanya terbatas pada persoalan biaya pendidikan, belum menyentuh
pada biaya hidup dalam menempuh pendidikan tinggi yang sebagian besar
berdomisili di ibukota provinsi. Hanya ada beberapa perguruan tinggi negeri
yang berdomisili tidak di ibukota provinsi. Kondisi ini menyebabkan tingginya
biaya hidup menempuh pendidikan tinggi dikarenakan harus merantau keluar dari
daerahnya, bahkan tidak sedikit yang harus menyeberangi laut demi pendidikan
yang lebih baik. Oleh karena itu Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi Pasal 81 dan 82 jangan hanya menjadi pajangan akademik di
arsip pemerintahan. Pasal 81 dan Pasal 82 memungkinkan bagi pemerintah dan
pemerintah daerah untuk mengembangkan secara bertahap 1 akademi komunitas dalam
bidang yang sesuai dengan potensi unggulan daerah. Atau dengan kata lain pemerintah
bersama dengan pemerintah daerah bisa mengembangkan perguruan tinggi setingkat
Politeknik yang sesuai dengan potensi unggulan masing-masing daerah. Pendirian
perguruan tinggi setingkat Politeknik ini akan memperluas kesempatan untuk
menempuh perguruan tinggi dengan mempersingkat jarak tempuh sehingga biaya
hidup untuk menempuh pendidikan tinggi bisa dikurangi secara signifikan.
Mengenai biaya operasional dari perguruan tinggi bentukan pemerintah daerah
tersebut tentunya pemerintah daerah mengkalkulasi kembali postur APBDnya apakah
sudah sesuai dengan persentase 20 % APBD di luar gaji pendidik atau tidak.
Apalagi sekarang sudah ada Dana Desa yang tentunya siap membantu pemerintah
daerah dalam mewujudkan pendidikan tinggi di daerah masing-masing. Dengan bantuan
20 % APBDesa tentunya akan diperoleh pendanaan yang kuat untuk operasional dari
perguruan tinggi setingkat politeknik sesuai potensi unggukan daerah tersebut.
Akan kita temukan banyak berdiri Politeknik Pertanian, Politeknik Perikanan,
Politeknik Peternakan, Politeknik Kehutanan, Politeknik Kelautan dan lainnya di
daerah. Mengenai tenaga dosen saya raya dengan kondisi yang ada sekarang harus
diberi dispensasi di mana dosen untuk Politeknik di daerah tersebut dijinkan
dari tingkat pendidikan S1 dengan kewajiban menempuh pendidikan S2 apabila
diterima menjadi dosen pada Politeknik di daerah.
Di samping masalah pendidikan tinggi, yang tak kalah pentingnya adalah potensi pelatihan keterampilan pada Balai Latihan Kerja pemerintah daerah. Potensi ini cukup besar dalam memberikan bekal keterampilan kepada para generasi muda yang tidak berminat atau tidak berkesempatan menempuh pendidikan tinggi. Kurikulum Balai Latihan Kerja harus diperluas jangan hanya berputar-putar pada perbengkelan, elektronik, salon dan masak kue tapi harus diperluas pada kurikulum budi daya pertanian dan pengolahan pasca panen. Perbankan melalui Kredit Usaha Rakyat yang katanya bisa memberikan pinjaman maksimal sampai Rp.500 juta harus dibuktikan dengan mensinergikan antara Kredit Usaha Rakyat dan Balai Latihan Kerja di mana tamatan Balai Latihan Kerja mendapat prioritas untuk memperoleh pinjaman Kredit Usaha Rakyat yang katanya tanpa agunan.
Semoga.
Rahmad Daulay
19 Mei 2024.