Senin, 24 Desember 2018

Perbaikan Tata Kelola Seleksi Terbuka Jabatan ASN

Beberapa waktu yang lalu saya disibukkan dengan mengikuti Seleksi Terbuka Jabatan Tinggi Pratama untuk tingkat kabupaten. Jabatan tinggi pratama untuk 9 jabatan setingkat kepala dinas. Seleksi ini juga dikenal dengan Lelang Jabatan.

Sambil menjalani seleksi saya berpikir tentang tiga komponen penting dari proses seleksi tersebut yaitu panitia seleksi, peserta seleksi dan metode seleksi. Dari ketiga komponen tersebut cukup banyak yang perlu penyempurnaan demi maksimalnya tujuan seleksi.

Dimulai dari pembentukan panitia seleksi. Kepala Daerah membentuk panitia seleksi yang beranggotakan unsur luar pemerintah daerah lebih banyak dari unsur dalam pemerintah daerah. Panitia Seleksi menyusun persyaratan dan jadwal tahapan pelaksanaan seleksi serta mengumumkannya lewat papan pengumuman resmi dan website pemerintah daerah. Pada tahapan pengumuman seleksi ini perlu perbaikan agar pengumuman bisa diakses secara luas. Dalam hal ini kementerian PAN RB perlu memfasilitasi pemusatan informasi seleksi jabatan dengan membuat sistem informasi online terpadu di mana seluruh informasi dan tahapan proses pelaksanaan seleksi terbuka jabatan pemerintahan pusat dan daerah bisa dikumpulkan dalam satu website sebagai bagian dari website kemenPAN RB. Hal ini perlu dilakukan mengingat banyak ASN pemerintah pusat maupun daerah yang ingin mengadu nasib dan ingin berkarir di luar instansinya. Apalagi pada era otonomi daerah seperti sekarang ini di mana jenjang karir dan jabatan tidak memiliki pola promosi jabatan yang terpadu antara pusat dan daerah sehingga bagi para ASN maka seleksi terbuka jabatan menjadi daya tarik tersendiri untuk mencoba mengadu nasib dengan mengikuti seleksi terbuka jabatan di luar instansinya.

Kamis, 29 November 2018

Dana Abadi Korpri, Why Not


(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/menghitung-potensi-ekonomi-untuk-kesejahteraan-anggota-korpri/).

Korpri, Korps Pegawai Republik Indonesia, kini berulang tahun yang ke 47. Sebuah usia yang cukup matang untuk sebuah organisasi di era modern ini. Korpri dibentuk dengan Keputusan Presiden nomor 82 tahun 1971. Pada masa orde baru Korpri sangat efektif sebagai mesin politik penopang kekuasaan. Namun pada masa sekarang Korpri diposisikan netral dan sudah tidak banyak lagi kekuatan politik yang berminat untuk menariknya dalam permainan politik. Paling hanya para pimpinan instansi yang ditariktarik untuk berpolitik, itupun hanya untuk menjadi mesin uang semata. Korpri seharusnya beranggotakan semua pegawai pemerintah, bukan hanya PNS tetapi berikut dengan pegawai BUMN/BUMD dan perangkat desa. Korpri memiliki Panca Prasetya Korpri sebagai komitmen kenegaraan, kebangsaan dan kemsyarakatan. Dan saya akan mencoba untuk mengupas komitmen kelima yaitu “Berjuang menegakkan kejujuran dan keadilan serta meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme.

Pagi ini diselenggarakan Upacara Hari Korpri. Pada umumnya upacara ini hanya dilaksanakan oleh Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sedangkan BUMN/BUMD dan Pemerintahan Desa jarang melaksanakan upacara apalagi karena Korpri diasosiasikan hanya pada PNS saja. Sekarang ini jumlah PNS sebanyak 4,4 juta orang. sepertiga daripadanya berusia di atas 50 tahun. Dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yang hampir berimbang. Lebih separuhnya sudah sarjana. Sebanyak 3,1 juta orang berada pada pemerintahan kabupaten/kota, 0,3 juta orang berada di pemerintahan provinsi dan sisanya sekitar 1 juta orang berada di pemerintahan provinsi. Semuanya secara otomatis terdaftar pada BPJS Kesehatan.

Sedangkan BUMN memiliki pegawai (mereka lebih memilih disebut karyawan) berjumlah 1,7 juta orang yang tersebar di 144 perusahaan BUMN. Setengahnya belum terdaftar pada BPJS Kesehatan. Mungkin karena penghasilannya sudah tinggi jadi tidak butuh BPJS lagi.
Sedangkan BUMD berjumlah lebih dari 1000 perusahaan namun sebagian besar tidak sehat. Hanya ada beberapa puluh yang berkinerja baik seperti perbankan daerah dan PDAM. Jumlah pegawai BUMD tidak terdata dengan baik.

Sabtu, 17 November 2018

Mengkritisi Permendagri Nomor 112 Tahun 2018 Tentang UKPBJ Pemda

(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/mengkritisi-permendagri-nomor-112-tahun-2018-tentang-ukpbj-pemda/).

Pada periode tata kelola pengadaan zaman Keppres nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan yang diangkat oleh Pengguna Anggaran yang dijabat oleh kepala instansi. Pada masa ini tidak begitu banyak permasalahan antara kepala instansi dengan panitia pengadaan mengingat para panitia pengadaan adalah bawahan langsung dari pengguna anggaran. Dalam artian semua kepentingan terpenuhi dan berjalan sebagaimana mestinya. Kalaupun ada permasalahan akan ditangani oleh pengguna anggaran mengingat SK panitia pengadaan ditandatangani oleh pengguna anggaran sehingga tanggungjawab atas permasalahan yang terjadi melekat pada jabatan pengguna anggaran.

Pada periode tata kelola pengadaan zaman Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilaksanakan oleh Kelompok Kerja yang bernaung di bawah Unit Layanan Pengadaan. Ketidaktegasan tentang regulasi mengakibatkan banyaknya variasi bentuk kelembagaan ULP mulai dari yang masih mempertahankan lembaga adhoc (non struktural) maupun berbentuk struktural seperti Badan Pengadaan, Biro Pengadaan, Bagian Pengadaan ataupun yang dilaksanakan oleh Biro Pembangunan atau Bagian Pembangunan. Prinsip yang dipakai di sini adalah mencoba untuk menyetarakan posisi dari pengguna anggaran disetarakan dengan kepala ULP dan menyetarakan posisi pejabat pembuat komitmen dengan pokja ULP. Namun penyetaraan posisi ini tidak berjalan mulus akibat dari eselonisasi yang kalah pada pihak jabatan pengadaan pengadaan.

Pada pemerintahan propinsi, bila Pengguna Anggaran pada dinas berada pada tingkatan eselon II A sedangkan Kepala ULP bila dijabat oleh Kepala Biro Pengadaan berada pada tingkatan eselon II B, dengan kata lain kalah satu tingkat. Lebih parah lagi bila Kepala ULP dijabat oleh Kepala Bagian Pengadaan yang tingkatannya pada eselon III A.

Sabtu, 27 Oktober 2018

Sampai Kapan OTT Lagi ?


Pada tanggal 24 oktober 2018 KPK menetapkan Bupati Kabupaten Cirebon sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait mutasi dan rotasi serta promosi jabatan di Pemerintahan Kabupaten Cirebon. Jabatan dan proyek merupakan objek utama dalam dunia perkorupsian daerah. Bupati Cirebon merupakan kepala daerah yang ke-100 yang menjadi tersangka KPK. Sebuah angka yang cukup fantastis. Fantastis karena angka tersebut masih berada pada lingkup yang menjadi target, sedangkan di luar itu juga berpotensi menjadi target OTT. Dan angka ini masih dalam pembatasan bahwa target KPK adalah pada kepala daerah. Andai lingkup target KPK diperluas sampai pada lingkup kepala dinas maka rentang masalah akan semakin luas.

Bagaimanapun juga kenapa KPK begitu direpotkan dengan operasi tangkap tangan, salah satunya adalah karena KPK tentu dipusingkan dengan tidak adanya niatan baik dari birokrasi untuk memperbaiki kinerja yang bebas korupsi. Justru korupsi menjadi urat nadi roda birokrasi yang bersinergi dengan kepentingan politik dan kepentingan bisnis. Sinergi ini semakin menumbuhsuburkan benih korupsi. Sedangkan elemen yang mendukung pemberantasan korupsi di dalam birokrasi seakan berjalan sendiri dan sangat rapuh posisinya dan pada umumnya bernasib tragis, karirnya dihabisi karena dipandang menghambat kepentingan politik dan kepentingan bisnis di dalam birokrasi.

OTT KPK tidak muncul dan terjadi begitu saja. OTT ini dimulai dan berjalan dalam jangka waktu yang panjang. Target dimonitor pergerakannya. Penyadapan menjadi senjata paling ampuh di samping adanya laporan dari lingkaran birokrasi yang melingkupinya. Prakondisi OTT ini memakan waktu, biaya, SDM dan energi yang tidak sedikit. Setelah OTT terjadi dan menjalani proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan penahanan, apakah kondisi birokrasi di daerah tempat terjadinya OTT akan berubah ? Belum tentu. Ada beberapa instansi birokrasi yang justru terjadi OTT berulang dengan pimpinan yang berbeda. Dan ini menunjukkan efektifitas OTT menjadi dipertanyakan.

Sabtu, 13 Oktober 2018

Gerakan Pemilih Cerdas Pemilu 2019

(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/gerakan-pemilih-cerdas-pemilu-2019/).

Pemilu legislatif adalah sebuah proses untuk memilih wakil rakyat di DPR baik DPR pusat maupun DPR Daerah. Wakil rakyat dipilih melalui pencalonan dari partai politik. Embryo wakil rakyat di era modern dimulai pada zaman prakemerdekaan dengan nama Volksraad yang berarti Dewan Rakyat  yang dibentuk pada tahun 1916 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada awal berdirinya memiliki 38 anggota di mana 15 di antaranya adalah pribumi, sisanya dari Belanda dan Timur Asing. Pada akhir tahun 1920 barulah mayoritas anggotanya berasal dari pribumi. Awalnya hanya memiliki kewenangan sebagai penasehat saja. Baru pada tahun 1927 Volksraad memiliki kewenangan legislatif. Tidak banyak produk legislatif yang dihasilkan. Salah satu sebabnya adalah karena sebagian besar anggota Volksraad dari pribumi lebih gencar menyuarakan kemerdekaan Indonesia.

Semangat yang bisa diambil dari keberadaan Volksraad adalah bahwa keanggotaan Volksraad diambil dari perwakilan rakyat yang benar-benar menyuarakan suara rakyat dan memiliki kualitas intelektual yang tinggi. Mereka cerminan putra terbaik pada zamannya. Dengan kata lain tidak bisa sembarangan untuk menjadi anggota Volksraad.

Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, baru pada tahun 1955 bisa melaksanakan pemilihan umum secara nasional untuk memilih wakil rakyat dengan institusi yang bernama Konstituante dengan tugas utama menyusun UUD yang baru. Namun oleh Presiden Soekarno, melalui Dekrit Presiden 1959 membubarkan Konstituante, kembali ke UUD 1945 dan membentuk MPRS. Meskipun Konstituante tidak berhasil mengesahkan UUD namun secara historis keberadaan Konstituante dipandang penting sebagai lembaga wakil rakyat setelah Indonesia merdeka. Konstituante mencerminkan elit politik pada saat itu yang mayoritas merupakan putra terbaik bangsa dan memiliki kualitas intelektual yang tinggi.

Minggu, 30 September 2018

Penyelamatan BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang biasa disingkat BPJS terbagi 2 yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden dan memiliki tugas menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. BPJS Kesehatan dulu dikenal dengan nama Asuransi Kesehatan (Askes).

BPJS Ketenagakerjaan merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu. Dulu bernama jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). BPJS Ketenagakerjaan meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Apabila terjadi resiko sosial maka BPJS ketenagakerjaan akan memberi pelayanan maupun uang tunai.

BPJS Kesehatan bersama dengan BPJS Ketenagakerjaan berada dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak 1 Januari 2014. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2014. Keduanya berada di bawah naungan Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS dan Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial nasional..

Pada dasarnya setiap warga negara Indonesia wajib menjadi anggota BPJS baik yang sudah memiliki pekerjaan tetap atau tidak, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal, baik yang mampu maupun tidak mampu. Bagi rakyat yang mampu diwajibkan membayar iuran bulanan yang diatur dalam ketentuan resmi. Sedangkan bagi rakyat tidak mampu mendapat program Bantuan Iuran. BPJS diupayakan akan menanggung semua jenis penyakit.

Belakangan ini pemberitaan dihebohkan oleh informasi tentang BPJS yang mengalami kerugian dan tidak bisa membayar klaim pada beberapa rumah sakit. Diperkirakan kerugian yang dialami sekitar Rp. 16 trilyun. Sebuah angka yang tidak sedikit. Kerugian tersebut lebih dialamatkan pada banyaknya iuran yang menunggak. Belakangan diperoleh informasi defisit anggaran BPJS ditutupi oleh pajak rokok.

Selasa, 11 September 2018

Strategi Pencegahan Korupsi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

(Materi yang sama dimuat pada www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/tujuh-strategi-pencegahan-korupsi-pbj-pasca-modernisasi/).

Sejarah pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ) sama tuanya dengan sejarah birokrasi itu sendiri. Ketika birokrasi pemerintahan masih sangat sederhana maka pengaturan PBJ juga masih sederhana. Seiring dengan semakin modernnya sistem tata kelola birokrasi maka pengaturan PBJ juga ikut termodernisasi.

Embryo modernisasi itu ditandai dengan dibentuknya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dengan dasar hukum Peraturan Presiden Nomor 106 tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sebelum LKPP terbentuk yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kebijakan PBJ adalah Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik di bawah Bappenas dengan produk peraturan terakhir berupa Keppres nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta seluruh perubahannya.

Era LKPP ditandai dengan lahirnya Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai pengganti dari Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Dengan dasar regulasi tersebut lahirlah beberapa program berbasis IT seperti Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), katalog elektronik (e-katalog) dan beberapa program berbasis IT lainnya.

Program ekatalog yang digagas dan direalisasikan pada periode 2012/2013 telah banyak membantu mencegah timbulnya permasalahan besar yang biasanya timbul pada tender alat berat, alat kesehatan dan obat-obatan. Dengan adanya program ekatalog maka semua produk barang yang tercantum dalam ekatalog dilaksanakan secara pengadaan langsung tanpa tender dengan memakai fasilitas kontrak payung antara LKPP dengan produsen atau distributor barang. Instansi pemerintah tinggal memproses pembelian saja. Saat ini sudah ribuan jenis barang ada dalam sistem ekatalog.

Program LPSE membuat tender dari sistem manual menjadi sistem elektronik atau tender online. Seluruh tahapan tender dilaksanakan secara elektronik tanpa kontak langsung. Namun pada beberapa tahapan masih bersifat manual seperti proses evaluasi penawaran namun ke depan sistem akan semakin disempurnakan.

Kamis, 14 Juni 2018

Membedah THR Atasan-Bawahan.

Sudah menjadi kebiasaan bahwa di samping identik dengan baju baru dan kue baru, maka Hari Raya Idul fitri juga sudah identik dengan THR.

Apa itu THR (Tunjangan hari Raya) ?

Bagi anak-anak, THR adalah pemberian dari para orang tua yang rumahnya disinggahi dalam rangka silaturrahmi lebaran berupa uang kertas baru dari bank yang nominalnya beragam mulai dari Rp. 5 ribuan sampai Rp. 100 ribuan. Tak jarang mereka sudah pandai memilih rumah mana yang menjadi tempat vaforit.

Bagi PNS dan pejabat negara, THR adalah resmi semacam gaji sebesar gaji pokok tambah tunjangan, mirip gaji ke-14. Mulai dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar.

Bagi para bawahan, THR adalah bagi-bagi rezeki dari pimpinan atas dukungannya selama ini dalam bekerja.

Bagi para atasan, THR adalah bantuan dari bawahan dalam rangka menutupi pengeluaran yang nauzubillah banyaknya.

Minggu, 08 April 2018

Stimulus Pencegahan Korupsi


(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/reformulasi-dak-dan-did-sebagai-alternatif-pencegahan-korupsi/).

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah alokasi dana APBN kepada pemerintah propinsi/kabupaten/kota untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah sesuai prioritas pembangunan nasional. Arah kegiatan dana DAK meliputi : bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang infrastruktur jalan, bidang infeastruktur irigasi, bidang infrastruktur air minum, bidang infrastruktur sanitasi, bidang prasarana pemerintahan desa dan bidang sarana kawasan perbatasan.

Sejak penyusunan APBN tahun anggaran 2011, pemerintah menciptakan skema pendanaan berbasis insentif berbentuk Dana Insentif Daerah (DID) untuk meningkatkan komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan dasar kepada masyarakat. Pada awalnya di APBN tahun anggaran 2011 alokasi anggaran DID sebesar Rp. 1,38 trilyun. Pada APBN tahun anggaran 2018 telah mencapai Rp. 8,5 trilyun. Penyaluran DID memiliki formula berdasarkan kriteria utama dan kriteria kinerja. Kriteria utama berbentuk opini BPK yaitu WTP (wajar tanpa pengecualian) dan penetapan Perda APBD tepat waktu (yang seharusnya juga meliputi penetapan rincian penjabaran APBD tepat waktu). Sedangkan kriteria kinerja meliputi kesehatan fiskal, pelayanan publik dasar dan ekonomi kesejahteraan.

Di sisi lain, beberapa pemerintah daerah yang meliputi 6 propinsi yaitu Aceh, Papua, Papua Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Banten beserta seluruh kabupaten/kota di dalamnya telah menandatangani komitmen bersama pencegahan korupsi terintegrasi dengan Satgas Terpadu KPK. Fokus utamanya adalah penerapan e-government, Tunjangan Perbaikan Penghasilan PNS (TPP PNS) dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Mandiri. Mengingat MOU ini baru berjalan pada tahun pertama maka masih diperlukan banyak masukan dalam rangka mengefektifkan pencapaian hasil dari MOU tersebut baik dari tataran konsep dan ramuan pencegahan dari KPK maupun teknik meningkatkan keseriusan Kepala Daerah dalam menindaklanjuti MOU.

Minggu, 25 Februari 2018

(Bermimpi) ULP Nasional

(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/mimpi-indah-munculnya-unit-layanan-pengadaan-nasional/).

Unit Layanan Pengadaan yang biasa dikenal dengan singkatan ULP merupakan salah pekerjaan yang dijauhi di birokrasi terutama di pemerintah daerah. ULP memiliki saudara kandung yaitu Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang biasa disingkat LPSE. ULP bekerja secara online dengan memakai fasilitas yang dikelola LPSE. Proses teknis pelelangan dilaksanakan oleh Kelompok Kerja ULP yang biasa disingkat Pokja ULP.

Salah satu prinsip dasar pembentukan LPSE adalah untuk menghapus kontak langsung antara peserta lelang dengan Pokja ULP. Sebelum LPSE dibentuk, pelaksanaan pelelangan hampir 100 % bersifat manual di mana kontak langsung antara peserta lelang dengan Pokja ULP (dulu panitia lelang) berlangsung. Kontak langsung ini diduga menjadi sarana terjadinya penyimpangan dalam proses pelelangan. Bahkan di beberapa tempat terjadi proses menghalang-halangi peserta lain untuk sampai di tempat pemasukan penawaran baik itu dengan mengganggu perjalanan ataupun menciptakan kerumunan massa sehingga peserta lelang lainnya tidak bisa mencapai kotak pemasukan penawaran secara tepat waktu.

Dengan lahirnya LPSE maka seluruh kontak langsung antara peserta lelang dengan Pokja ULP dihapuskan dan digantikan dengan proses online mulai dari pengumuman pelaksanaan pelelangan sampai pada tahapan sanggahan. Sedangkan pengaduan masih bersifat manual ke (seharusnya) APIP (aparat pengawasan internal pemerintah).

Namun, apa daya, penghapusan kontak langsung antara peserta lelang dengan Pokja ULP ternyata hanya pada proses pelaksanaan tahapan pelelangan saja. Sedangkan di luar proses tahapan pelelangan itu masih terus terjadi baik kontak inisiatif kedua belah pihak maupun salah satu pihak mendatangi pihak lain. Bahkan sering terjadi kantor atau rumah Pokja ULP didatangi untuk intervensi secara baik-baik maupun ancaman kekerasan/premanisme. Akibatnya Pokja ULP harus bekerja bersembunyi di luar kota. Belum lagi intervensi dari pimpinan kepada Pokja ULP. Bahkan terhadap ULP Mandiri ataupun ULP Permanen Struktural intervensi ini tidak terelakkan karena sudah menjadi takdir birokrasi bahwa hubungan atasan-bawahan dengan intervensi perbedaannya tipis sekali. Pokja ULP yang akomodatif terhadap intervensi tentunya akan nyaman di birokrasi namun rentan terhadap permasalahan hukum apabila akomodatif tadi mengarah pada permainan penyimpangan pengadaan barang/jasa. Namun apabila Pokja ULP menjaga independensinya tentu akan berseberangan dengan intervensi sehingga mengakibatkan posisi Pokja ULP rentan terhadap mutasi jabatan ataupun dicap pembangkang.

Sabtu, 13 Januari 2018

Tahun Baru Harapan Baru Pencegahan Korupsi

(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link https://birokratmenulis.org/pencegahan-korupsi-ala-sempritan-wasit-pertandingan-bola/)

Tak terasa tahun 2018 sudah lewat 2 minggu. Gegap gempita yang menandai kedatangan tahun baru 2018 sudah tidak berbekas lagi. Kembang api, pentas seni dan beberapa kegiatan keagamaan yang mewarnai kedatangan tahun baru 2018 berlalu bagai angin. Harapan-harapan baru yang menyertai kedatangan tahun baru sudah mulai menepi dari pikiran digeser oleh kerasnya dan kejamnya kenyataan.

Saya sendiri tidak lepas dari pemilik harapan baru tersebut. Harapan itu begitu tinggi di jam 00 WIB tanggal 1 januari 2018.

Malam itu, ku melaju di jalanan sepi. Pulang dari acara pengajian menyambut tahun baru 2018 menuju rumah orang tua. Melaju santai menikmati sepinya malam ditemani angin malam. Laju kenderaan ku sengaja hanya berkisar 40 km/jam. Waktu tempuh yang biasanya 1.5 jam kutempuh dengan waktu 2 jam. Jarang bisa menikmati sepinya malam di jalanan. Cuaca sangat sejuk. Jalanan yang kosong dari kenderaan kulalui dengan pikiran berkecamuk. Banyak harapan yang terlintas di pikiran. Namun godaan buah durian di sepanjang jalan sepi membuat imanku runtuh juga. Kupinggirkan kenderaan. Ku pesan 2 buah durian dan ku santap perlahan. Lupa dengan kolesterol dan hipertensi yang telah menyertai kehidupanku. Perlahan ku santap buah durian sambil menatap aspal jalan lintas tengah sumatra yang begitu tangguh diterpa hujan dan ditimpa panas mentari. Jalan yang dibangun pada zaman orde baru itu sudah cukup tua. Namun jauh lebih tangguh dari jalan yang dibangun pada zaman orde reformasi ini.

Selesai menyantap durian ku lanjutkan perjalanan. Sepi malam dan angin malam kembali menemani perjalanan. Anganpun kembali menerawang. Harapan pada tahun 2018 lebih banyak dipengaruhi oleh situasi terkini di tahun 2017. Pemberantasan korupsi mendominasi pikiranku. Bagaimana format baru pemberantasan korupsi, akankah tetap dengan jargon pencegahan korupsi namun dengan tetap beraroma penindakan korupsi atau akankah ada format pencegahan yang lebih realistis. KPK masih menjadi icon utama pemberantasan korupsi di samping lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Kejaksaan memiliki program TP4 (Tim Pengawal dan Pengaman pemerintahan dan Pembangunan). Tim baru berupa Tim Saber Pungli yang dikomandoi oleh kementerian Koordinator Polhukam. Isu terbaru berupa Densus Tipikor yang kandas di tengah jalan. Di bulan Nopember 2017 ditandatangani Nota Kesepahaman antara Mendagri, Kapolri dan Jaksa Agung tentang Koordinasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dengan Aparat Penegak Hukum terkait pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sayang sekali nota kesepahaman yang diperintahkan paling lambat 3 bulan ditindaklanjuti di tingkat propinsi dan kabupaten/kota belum terdengar kabarnya. Mestinya untuk efektifitas dilakukan secara bersama-sama di tingkat propinsi oleh seluruh pemerintah daerah yang ada.