Kamis, 29 November 2018

Dana Abadi Korpri, Why Not


(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/menghitung-potensi-ekonomi-untuk-kesejahteraan-anggota-korpri/).

Korpri, Korps Pegawai Republik Indonesia, kini berulang tahun yang ke 47. Sebuah usia yang cukup matang untuk sebuah organisasi di era modern ini. Korpri dibentuk dengan Keputusan Presiden nomor 82 tahun 1971. Pada masa orde baru Korpri sangat efektif sebagai mesin politik penopang kekuasaan. Namun pada masa sekarang Korpri diposisikan netral dan sudah tidak banyak lagi kekuatan politik yang berminat untuk menariknya dalam permainan politik. Paling hanya para pimpinan instansi yang ditariktarik untuk berpolitik, itupun hanya untuk menjadi mesin uang semata. Korpri seharusnya beranggotakan semua pegawai pemerintah, bukan hanya PNS tetapi berikut dengan pegawai BUMN/BUMD dan perangkat desa. Korpri memiliki Panca Prasetya Korpri sebagai komitmen kenegaraan, kebangsaan dan kemsyarakatan. Dan saya akan mencoba untuk mengupas komitmen kelima yaitu “Berjuang menegakkan kejujuran dan keadilan serta meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme.

Pagi ini diselenggarakan Upacara Hari Korpri. Pada umumnya upacara ini hanya dilaksanakan oleh Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sedangkan BUMN/BUMD dan Pemerintahan Desa jarang melaksanakan upacara apalagi karena Korpri diasosiasikan hanya pada PNS saja. Sekarang ini jumlah PNS sebanyak 4,4 juta orang. sepertiga daripadanya berusia di atas 50 tahun. Dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yang hampir berimbang. Lebih separuhnya sudah sarjana. Sebanyak 3,1 juta orang berada pada pemerintahan kabupaten/kota, 0,3 juta orang berada di pemerintahan provinsi dan sisanya sekitar 1 juta orang berada di pemerintahan provinsi. Semuanya secara otomatis terdaftar pada BPJS Kesehatan.

Sedangkan BUMN memiliki pegawai (mereka lebih memilih disebut karyawan) berjumlah 1,7 juta orang yang tersebar di 144 perusahaan BUMN. Setengahnya belum terdaftar pada BPJS Kesehatan. Mungkin karena penghasilannya sudah tinggi jadi tidak butuh BPJS lagi.
Sedangkan BUMD berjumlah lebih dari 1000 perusahaan namun sebagian besar tidak sehat. Hanya ada beberapa puluh yang berkinerja baik seperti perbankan daerah dan PDAM. Jumlah pegawai BUMD tidak terdata dengan baik.

Sedangkan jumlah pemerintahan desa lebih dari 82.000 desa. Jumlah perangkat desa belum terdata dengan baik.

Kita akan mencoba menghitung potensi ekonomi dari PNS pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BUMN saja dulu. Dengan total pegawai 6,1 juta orang. Bila digabung dengan pegawai BUMD dan perangkat desa ditotal semuanya menjadi 6,5 juta orang. Ini merupakan potensi yang fantastis untuk dijadikan potensi ekonomi sesuai dengan Panca Prasetya Korpri yang kelima yaitu untuk mensejahterakan anggotanya. Bila sebanyak 6,1 juta orang memiliki iuran dana abadi tetap Rp. 100.000 maka akan diperoleh angka Rp. 610 milyar setiap bulan dan Rp. 7,32 trilyun. Bila 10 tahun maka akan terkumpul dana Rp. 73 milyar. Iuran ini bisa dikelola oleh Yayasan Dana Abadi Korpri dan diinvestasikan dalam bentuk usaha profit dan pembelian saham unggulan nasional dan internasional. Pengelolaannya dilakukan seefisien mungkin dengan organisasi yang minimalis agar tidak menyedot anggaran dan diaudit secara independen agar tidak menjadi sapi perahan baru oleh oknum yang serakah. Hasil dari usaha profit dan saham unggulan ini sebagian akan dibagikan sebagai deviden setiap bulan, setiap Lebaran dan hari Natal dan Tahun Baru. Sebagian lagi dipakai untuk ekspansi usaha profit lainnya.   

Namun angka di atas sebenarnya belum proporsional. Penghasilan dari setiap pegawai sangat bervariasi, mulai dari gaji pokok, tunjangan TPP, serta variasi lainnya seperti di BUMN. Pada level jabatan tertentu di BUMN bisa lebih dari Rp. 100 juta perbulan, bahkan pada level top manajemen ada yang lebih dari Rp. 500 juta perbulan. Maka iuran dana abadi Rp. 100.000 perbulan menjadi tidak rasional. Lebih rasional apabila kita lakukan iuran dana abadi berdasarkan persentase. Bila kita ambil sampel gaji pokok seorang PNS golongan IIIA pengalaman 0 tahun sebesar Rp. 2.456.700. Bila kita asumsikan iuran dana abadi sebesar 3 % maka dari gaji pokoknya saja sudah diperoleh iuran sebesar Rp. 73.000. sedangkan prinsip iuran dana abadi adalah diambil dari total penghasilan. Bila si PNS golongan IIIA tersebut memiliki tunjangan TPP Rp. 2 juta perbulan ditambah gaji pokok maka iuran dana abadinya menjadi sebesar Rp. 133.700 perbulan. Bila top manajemen BUMN dengan penghasilan Rp. 500 juta perbulan maka iuran dana abadinya bila 3 % akan menjadi sebesar Rp. 15.000.000 perbulan. Dengan demikian bila iuran dana abadi kita pakai prinsip proporsional antara 2 % atau 4 % (2 % untuk penghasilan di bawah Rp. 50 juta/bulan, 3 % untuk penghasilan Rp. 50-100 juta/bulan dan 4 % untuk penghasilan di atas Rp. 100 juta/bulan)  maka jumlahnya akan lebih dari Rp. 7,3 milyar perbulan dan akan lebih dari Rp. 73 milyar pertahun. Diprediksi bisa mencapai Rp. 10 milyar perbulan dan Rp. 100 milyar per 10 tahun.

Saya tidak tahu apakah angan-angan saya ini terlalu muluk dan melambung tinggi. Namun sebagai salah satu anggota Korpri maka wajar apabila Panca Prasetya Korpri yang kelima saya pertanyakan sekaligus saya berikan solusi. Kita semua berharap wadah Korpri bisa memenuhi peningkatan kesejahteraan anggotanya. Dan bukan hanya sekedar menjadi KORban PeRIntah. Bila sudah sejahtera maka tidak perlu lagi memikirkan mencari penghasilan tambahan dengan cara yang tidak halal seperti menipu dan KORUPSI.

Mengingat saat ini adalah masa kampanye, apakah ada calon presiden atau calon legislatif yang setuju dengan ide di atas ?

Selamat Hari Korpri.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

29 November 2018.

 *  *  *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar