Kamis, 28 November 2024

DIGITALISASI, INTEGRASI DATA DAN AUTODEBET SOLUSI OPTIMALISASI PAJAK NEGARA

Istilah Reformasi Birokrasi sangat sering terdengar di berbagai pidato dan pemberitaan yang seringkali diucapkan oleh pejabat negara. Reformasi birokrasi adalah perbaikan sistem tata kelola pemerintahan untuk menciptakan birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, tata kelola pemerintahan yang baik dan menghilangkan korupsi, kolusi, serta nepotisme. Reformasi meliputi beberapa aspek seperti penataan kelembagaan, penyederhanaan prosedur, pembinaan kapasitas sumber daya manusia, pengelolaan anggaran dan pemanfaatan teknologi informasi. Diharapkan birokrasi dapat memberikan pelayanan yang lebih cepat, tepat dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. 

Dari uraian singkat di atas ternyata di lapangan banyak mengalami kendala teknis dan operasional. Yang paling besar hambatannya adalah belum maksimalnya pemanfaatan teknologi digital, data tersekat-sekat secara sektoral dan korupsi yang makin merajalela.


Pemanfaatan teknologi digital pada praktek administrasi pemerintahan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi dan kualitas pelayanan publik. Teknologi digital pada pemerintahan seperti e-government, aplikasi layanan daring dan big data, pemerintah dapat mengelola data secara lebih terintegrasi, mempercepat proses administrasi dan menyediakan akses layanan yang lebih mudah bagi masyarakat. Teknologi digital mendukung pengambilan keputusan berbasis data, mengurangi birokrasi manual dan mencegah praktik korupsi melalui sistem yang lebih akuntabel. Contoh implementasi yang sudah dilakukan yaitu layanan perizinan online, sistem informasi pemerintah daerah/e-budgeting, tender online/e-procurement dan portal pelayanan publik lainnya. Pemanfaatan ini memperkuat tata kelola pemerintahan dan mendukung transformasi menuju pemerintahan digital. Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional. Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

 

Pajak adalah urat nadi pendapatan negara. Pada postur APBN Tahun Anggaran 2024 dari total rencana pendapatan negara sebesar Rp2.802,3 trilyun memiliki komposisi rencana pendapatan Pajak sebesar Rp2.309,9 trilyun, rencana pendapatan bukan Pajak sebesar Rp492 trilyun dan rencana pendapatan hibah sebesar Rp0,4 trilyun. Dengan kata lain Pajak memiliki persentase 82,42 % dari rencana total pendapatan negara pada APBN Tahun Anggaran 2024.

 

Untuk memaksimalkan pendapatan negara dari sektor Pajak maka Pemerintah menerbitkan Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan PerPajakan, Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dari ketiga peraturan ini membagi kategori Pajak yang terdiri dari Pajak Negara dan Pajak Daerah. Selain Pajak ada lagi Retribusi Daerah. 

 

Pajak secara umum dikenakan terhadap penghasilan ataupun harta yang dimiliki oleh warga negara sebagai Wajib Pajak. Retribusi secara umum dikenakan terhadap pelayanan atau perijinan yang diterima oleh warga negara sebagai Wajib Retribusi. Setiap Wajib Pajak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

Jenis Pajak yang dikelola pemerintah pusat meliputi : Pajak penghasilan, Pajak pertambahan nilai, Pajak penjualan atas barang mewah, bea materai, Pajak bumi dan bangunan (perkebunan, kehutanan dan pertambangan) dan Pajak karbon. Sedangkan jenis Pajak yang dikelola pemerintah daerah meliputi : Pajak kenderaan bermotor, bea balik nama kenderaan bermotor, Pajak kepemilikan alat berat, Pajak bumi dan bangunan perdesaan/perkotaan, biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan, Pajak bahan pakar kenderaan bermotor, Pajak barang dan jasa tertentu, Pajak rokok, Pajak reklame, Pajak makan minum, Pajak penghasil tenaga listrik, Pajak perhotelan, Pajak parkir, Pajak hiburan, Pajak sarang burung walet, Pajak air permukaan, Pajak mineral bukan logam dan batuan. Sedangkan Retribusi terdiri atas : Retribusi jasa umum (pelayanan kesehatan, pelayanan kebersihan, parkir, pasar dan lalu lintas), Retribusi jasa usaha (penyediaan tempat usaha, penyediaan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi dan hasil hutan, parkir luar badan jalan dan penginapan) dan Retribusi perijinan tertentu (persetujuan bangunan gedung, penggunaan tenaga kerja asing dan pertambangan rakyat).

Dari sisi kelembagaan, Pajak Negara dikelola oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki 34 Kantor Wilayah yang berdomisili di setiap ibukota provinsi, 4 Kantor Pelayanan Pajak Besar, 29 Kantor Pelayanan Pajak Madya, 319 Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan 204 Kantor pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dikelola oleh Badan Pendapatan Daerah pada Pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota.

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan telah mengembangkan aplikasi Pajak online. Sampai saat ini sudah ada 5 aplikasi meliputi : aplikasi Pajak online e-registration, aplikasi Pajak online e-bupot unifikasi, aplikasi e-filing/e-form/e-SPT Badan, aplikasi Pajak e-faktur dan aplikasi Pajak online e-billing.

Dari semua uraian di atas bisa dikelompokkan menjadi Objek Pajak, Wajib Pajak dan Nilai Pajak. Ketiganya dihubungkan dengan mekanisme kerja penagihan dan pembayaran.

Objek Pajak terdiri dari harta (bergerak dan tidak bergerak) dan sektor usaha yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak terdiri dari orang perorangan dan badan usaha. Nilai Pajak berdasarkan perhitungan tertentu yang ditetapkan melalui peraturan yang baku dan tetap.

Pendataan Objek Pajak sampai dengan sekarang ini masih semrawut. Data tanah dan bangunan di Badan Pertanahan Nasional belum tentu sama dengan data di Badan Pendapatan Daerah. Semua instansi pemerintah mengelola data sendiri-sendiri. Akibatnya terjadi ketidakefisienan dan beban biaya tinggi atas proses administrasi. Oleh karena itu kementerian Komunikasi dan Digital harus mulai melakukan penyisiran dan penataan seluruh aplikasi yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta BUMN di mana setiap jenis data yang sama harus mulai diintegrasikan dan ditetapkan siapa pemilik data induk. Konsep Satu Data Indonesia menjadi sebuah big data akan sangat mengefektifkan banyak hal. Aplikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang dikelola oleh KPK adalah salah satu aplikasi yang paling terkenal namun justru belum memakai sistem integrasi data sehingga Pejabat Negara bisa saja mengisi data yang tidak benar padahal apabila sistem integrasi data dilaksanakan maka banyak data kekayaan yang diperoleh melalui proses impor data seperti dari Badan Pertanahan Nasional (tanah dan bangunan), Samsat (kenderaan) dan tabungan/deposito pada perbankan. Oleh karena itu penataan dan pendataan Objek Pajak harus dimulai dari integrasi data dan aplikasi seluruh instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan BUMN.      

Data Wajib Pajak terkumpul pada data kependudukan pada Dinas Kependudukan Pemerintah Daerah. Data yang hampir sama dikelola oleh banyak instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan BUMN. Semua data yang hampir sama ini juga harus dilakukan proses integrasi data dan aplikasi menuju Satu Data Nasional. Nomor Induk Kependudukan bisa menjadi dasar dari seluruh data dan aplikasi.

Nilai Pajak akan berhubungan dengan proses kerja penagihan dan pembayaran. Bagaimana kita selama ini menagih Pajak dan Retribusi ? Apakah semua data Objek Pajak sudah dilakukan penagihan kepada Wajib Pajak ? Bagaimana cara penagihannya ? Berapa persen dari Wajib Pajak dan Objek Pajak yang dilakukan penagihan ? Dan berapa persen yang membayar tagihan ?

Kita bisa memulai dari pendataan Objek Pajak tanah, bangunan dan badan usaha. Integrasi data tanah, bangunan dan badan usaha ini memiliki satu keperluan yang sama yaitu listrik. Rekonsiliasi data tagihan listrik dan surat kepemilikan tanah dan bangunan merupakan langkah awal yang baik untuk langkah selanjutnya dalam hal integrasi data dan aplikasi. Nomor unik identitas pelanggan listrik disinkronkan dengan nomor surat kepemilikan tanah dan bangunan dan badan usaha melalui nomor induk kependudukan. Dari irisan data tersebut kita bisa melakukan optimalisasi data tanah, bangunan dan badan usaha. Seluruh Objek Pajak hasil rekonsiliasi ini dilakukan penagihan secara online melalui bantuan dari Operator Seluler dan media sosial. Hampir 90 % penduduk dan wilayah sudah terjangkau oleh jaringan internet dan semua golongan umur sudah memakai ponsel berbasis android yang memiliki fasilitas internet. Sehingga proses tagihan melalui cara konvensional sudah bisa kita tinggalkan dan ini merupakan penghematan besar-besaran karena tidak lagi memerlukan dokumen kertas tagihan dan tidak perlu lagi menggaji karyawan penagihan. Demikian juga metode pembayaran sudah seharusnya bisa dilakukan melalui pembayaran digital. Banyak metode pembayaran digital mulai dari mobile banking maupun mata uang digital. Dalam hitungan menit semua tagihan sudah bisa dibayar apabila ada niatan baik untuk membayar tagihan apapun.

Niatan baik dan kesadaran untuk membayar tagihan Pajak dan Retribusi adalah kendala sosial. Bukan dikarenakan ketidakmampuan membayar semata. Kendala sosial ini bisa diatasi dengan sanksi administrasi maupun sanksi sosial bila perlu dilakukan sanksi finansial. Contohnya pada tagihan listrik, setiap keterlambatan pembayaran tagihan listrik di atas tanggal 20 setiap bulannya dikenakan sanksi denda keterlambataan. Dan apabila tidak membayar selama 3 bulan maka akan dikenakan sanksi pencabutan layanan listrik. Apabila menggunakan meteran listrik prabayar maka apabila saldo pulsa listrik habis maka listrik akan mati dengan sendirinya.

Metode manajemen penagihan, pembayaran dan pengenaan saksi pembayaran tagihan listrik ini bisa diterapkan kepada penagihan, pembayaran dan pengenaan sanksi pembayaran tagihan Pajak dan Retribusi. Penagihan bisa dilakukan melalui aplikasi digital dan media sosial berdasarkan data base Objek Pajak dan Nilai Pajak yang ditetapkan setiap awal tahun. Penagihan secara digital bisa diatur secara berkala apakah akan dilakukan setiap hari, setiap minggu atau setiap bulan. Pembayaran Pajak dan Retribusi bisa dilakukan melalui perbankan ataupun melalui mata uang digital. Terhadap pengenaan sanksi perlu dipikirkan apabila tagihan Pajak dan Retribusi pada akhir tahun yaitu pada bulan Desember setiap tahun belum dilakukan pembayaran tagihan Pajak dan Retribusi maka perlu dilakukan pengkajian secara matang untuk diberlakukannya SANKSI AUTODEBET terhadap tabungan ataupun deposito yang dimiliki oleh Wajib Pajak (orang perorang atau badan usaha) pada perbankan nasional atau swasta. Sanksi Autodebet ini memerlukan regulasi dari Pengadilan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan serta Kementerian Keuangan. Apabila sanksi autodebet ternyata Wajib Pajak merasa keberatan maka bisa melakukan komplain secara tertulis yang disampaikan secara online. Apabila komplain tidak diterima maka selanjutnya bisa dilimpahkan ke PTUN.

Kata kunci dari optimalisasi Pajak Negara adalah : digitalisasi, integrasi data dan sanksi autodebet. Bila ketiga kata kunci ini bisa diterapkan secara bertahap dengan memiliki percepatan yang terukur maka jangankan proyek makan siang gratis, bahkan hutang luar negeri yang sudah mencapai USS 427,8 milyar atau setara dengan Rp6.774,3 trilyun bisa kita lunasi dalam jangka waktu tidak sampai 10 tahun.

Semoga.    

Salam Reformasi.

Kaki Bukit Barisan.

Rahmad Daulay

28 November 2024.

***

 

Jumat, 25 Oktober 2024

MENGGAGAS BPJS PENDIDIKAN

Pendidikan memegang peranan penting dan merupakan kunci utama untuk meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat. Meskipun pendidikan merupakan hak dasar yang diamanahkan Undang Undang Dasar 1945 namun masih banyak hambatan untuk bisa mengakses pendidikan terutama bagi rakyat yang kurang mampu secara ekonomi. Dengan mengadopsi konsep BPJS Kesehatan yang telah berjalan kita bisa membuka diskursus dan wacana untuk mempelopori BPJS Pendidikan sebagai solusi inovatif guna menjamin akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.

BPJS Pendidikan sebagai sebuah gagasan dalam upaya menciptakan sistem jaminan sosial di bidang pendidikan. Konsep ini terinspirasi dari keberhasilan BPJS Kesehatan dengan pola masyarakat membayar iuran secara berkala dengan besaran tertentu setiap bulan untuk mendapatkan jaminan kesehatan. BPJS Pendidikan memandang bahwa setiap warga negara pada kelompok umur 6-30 tahun memiliki akses pendidikan yang merata tanpa terkendala oleh biaya. BPJS Pendidikan bertujuan untuk memberi kepastian untuk semua golongan masyarakat terutama yang berasal dari kelompok ekonomi kurang mampu akan  tetap bisa melanjutkan pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Pola kerja BPJS Pendidikan menjamin kelanggengan pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi tanpa mengenal situasi ekonomi yang lapang maupun yang sulit.

 Indonesia memiliki permasalahan pemerataan pendidikan yang meliputi :

1.    Akses Pendidikan : daerah pedesaan dan daerah terpencil memiliki akses pendidikan yang sangat terbatas. Banyak pelajar harus berhenti sekolah karena ketidakmampuan ekonomi untuk membayar biaya pendidikan.

2.    Biaya Pendidikan : Pemerintah telah memberikan berbagai bentuk bantuan seperti Kartu Indonesia Pintar, dana Bantuan Operasional Sekolah (Dana BOS), dana alokasi khusus bidang pendidikan, sertifikasi guru pada semua jenjang pendidikan namun biaya pendidikan masih menjadi beban bagi banyak keluarga.

3.    Investasi Jangka Panjang : Pendidikan masih belum dipandang sebagai investasi jangka panjang. Melalui pendidikan kita dapat menciptakan generasi yang berdaya saing tinggi, mampu berinovasi, dan turut serta dalam pembangunan ekonomi serta sosial Indonesia. Namun kenyataannya pendidikan masih dipandang sebagai beban biaya ekonomi belum sebagai investasi.

4.    Putus Sekolah : Banyak yang terpaksa putus sekolah karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung.

 Konsep BPJS Pendidikan diharapkan dapat bekerja sebagaimana konsep asuransi pendidikan. Setiap peserta akan membayar iuran dalam jumlah tertentu setiap bulan. Dana yang terkumpul akan dikelola oleh badan khusus yang bertugas mendistribusikan bantuan biaya pendidikan bagi peserta yang membutuhkan.

 Namun BPJS Kesehatan akan menjadi beban biaya baru. Oleh karena itu  diperlukan perluasan fungsi dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dimerger menjadi satu dan ditambah fungsi jaminan sosial pendidikan dengan penambahan beban iuran cukup sebesar 25 % dari iuran BPJS Kesehatan sehingga dengan pola ini BPJS Multifungsi ini akan mendukung pencapaian kesejahteraan rakyat melalui jaminan sosial kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan.

 Beberapa pola kerja yang bisa diterapkan dalam antara lain : pembayaran iuran berkala, bantuan pendidikan berupa pembayaran penuh atau sebagian dari biaya sekolah/uang kuliah/buku/ seragam, sepatu, subsidi Bantuan Iuran untuk keluarga tidak mampu, beasiswa untuk siswa/mahasiswa berprestasi dari keluarga kurang mampu dan perluasan kesempatan menikmati pendidikan tinggi dengan menambah perguruan tinggi baru di daerah sesuai potensinya.

 Gagasan BPJS Pendidikan memiliki beberapa tantangan yang tidak bisa dianggap sepele antara lain :

1.    Pendanaan yang Memadai : dana yang terkumpul harus cukup untuk mendukung kebutuhan pendidikan seluruh rakyat. Pendanaan dari BPJS Pendidikan harus bersinergi dengan pendanaan dari 20 % APBN/APBD.

2.    Koordinasi Pemerintah dengan Lembaga Pendidikan : Diperlukan koordinasi dan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan. Semua sekolah dan perguruan tinggi harus terlibat dalam mekanisme untuk memastikan setiap peserta mendapatkan hak atas pendidikan di semua tingkatan.

3.    Akuntabilitas Manajemen : Tata kelola dana BPJS Pendidikan memerlukan transparansi dan akuntabel untuk mencegah penyimpangan atau korupsi. Pemilihan manajemen yang memiliki integritas tinggi disertai pengawasan yang ketat harus diterapkan untuk memastikan bahwa anggaran dipergunakan sesuai dengan tujuan dan visi misi.

4.    Partisipasi Masyarakat : Keberhasilan BPJS Pendidikan bergantung pada tingkat partisipasi masyarakat. Diperlukan regulasi yang menjamin bahwa seluruh rakyat secara otomatis merupakan peserta BPJS Pendidikan dan diperlukan sosialisasi terus menerus agar masyarakat memahami manfaat dan mau berpartisipasi aktif.

 BPJS Pendidikan akan membawa berbagai manfaat bagi masyarakat Indonesia seperti peningkatan akses pendidikan dengan menjadi jaminan anak-anak Indonesia bisa melanjutkan pendidikan hingga jenjang yang lebih tinggi tanpa terkendala biaya, mencegah putus sekolah dari keluarga miskin, mendorong prestasi akademik sehingga siswa akan lebih fokus pada pembelajaran tanpa khawatir tentang masalah keuangan dan peningkatan kualitas SDM pada akhirnya akan meningkatkan daya saing.

 Menggagas BPJS Pendidikan adalah langkah revolusioner dalam mewujudkan pendidikan akan dapat diakses oleh rakyat tanpa terkendala kondisi ekonomi. Sistem jaminan sosial di bidang pendidikan akan bergerak menuju pemerataan pendidikan dan menciptakan generasi yang lebih memiliki daya saing dan kualitas percaya diri yang lebih tinggi.

 Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada dukungan politik untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terutama pasal 5 dan pasal 6 yang semula ruang lingkup jaminan sosial hanya pada bidang kesehatan dan ketenagakerjaan akan diubah menjadi kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan. Kelembagaan BPJS cukup 1 saja namun memiliki 3 fungsi yaitu jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan dan jaminan pendidikan.

 Apabila jaminan sosial ini telah meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan dan semua memiliki pekerjaan maka benih demokrasi dan anti korupsi akan tumbuh berkembang dengan baik dan Indonesia akan menjadi salah satu negara demokrasi terbesar yang mendukung pemberantasan korupsi. Politik biaya tinggi akan kita berantas dan politik untuk kesejahteraan rakyat akan tercapai dengan baik.

 Salam reformasi.

 Rahmad Daulay

 25 Oktober 2024.

 

* * *

 

Minggu, 18 Agustus 2024

MENGGAGAS WAJIB BELAJAR 15 TAHUN.

          Wajib Belajar 15 Tahun ? Kenapa tidak. Utopis ? Ya memang utopis. Tapi menurut saya realistis dengan syarat harus dilakukan dengan beberapa langkah progresif terukur dan sistematis. Dalam era digitalisasi sekarang ini yang dulunya tidak mungkin sekarang ini sudah menjadi mungkin terjadi.

     Semua pergerakan kebangsaan Indonesia harus merujuk kepada UUD 1945. Dalam bidang pendidikan diatur pada Pembukaan UUD 1945 yaitu sebagai tujuan kemerdekaan salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, serta Pasal 31 UUD 1945 yang mengatur tentang setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dasar, pemerintah wajib menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, pemerintah wajib menyediakan pembiayaan minimal 20 % APBN/APBD dan pemerintah wajib memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia. 

         Dengan tetap mempedomani UUD 1945 kemudian pergerakan kebangsaan Indonesia harus merujuk kepada Undang-Undang. Undang-Undang disusun harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Sistem Pendidikan Nsional diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalamnya mengatur tentang setiap warna negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Setiap warga negara di seluruh tanah air baik di perkotaan, di perbukitan, di pedalaman, di pantai pesisir mempunyai hak yang sama. Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa wajib memberikan layanan, kemudahan dan menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Dalam menempuh pendidikan dimaksud disediakan jalur pendidikan yang terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal. Pendidikan diselenggarakan melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Pendidikan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau kelompok masyarakat. Pemerintah wajib menjamin tersedianya dana penyelenggaraan pendidikan bagi setiap warga negara berusia tujuh sampai lima belas tahun. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari APBN dan APBD.  

          Ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diatur lebih teknis pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Wajib Belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh setiap warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Wajib Belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia untuk mengembangkan potensi diri agar hidup mandiri di masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Wajib Belajar diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal dan informal. Wajib Belajar diberikan kepada anak berusia 7 sampai 15 tahun. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program Wajib Belajar tanpa memungut biaya. Warga negara usia Wajib Belajar yang keluarganya tidak mampu membiayai pendidikan wajib dibantu pembiayaannya oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

          Pasal 8 pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar mengamanahkan dilakukannya evaluasi berkala terhadap program Wajib Belajar. Dengan penerapan selama 21 tahun kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan penerapan selama 16 tahun kepada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar bagaimanakah hasil evaluasi berkala terutama evaluasi 3 tahun terakhir terhadap program Wajib Belajar usia 7 sampai 15 tahun ? Apakah target-target yang ditentukan sudah tercapai ? Terutama target tentang pengembangan potensi diri agar bisa hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat ?

          Secara sosial walaupun tidak didukung oleh data statistik adalah tidak mungkin untuk bisa mandiri di tengah-tengah masyarakat dengan hanya memiliki pendidikan sesuai program Wajib Belajar atau sederajat pada tamatan Sekolah Menengah Pertama. Untuk itu sangat diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar.

          Evaluasi pertama adalah tentang Kementerian yang menangani pendidikan. Dengan nomenklatur Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tentunya tugas pokok dan fungsi terlalu berat untuk dipikul oleh seorang Menteri walaupun dibantu oleh para Dirjen dan jajaran di bawahnya. Organisasi yang terlalu gemuk akan memiliki gerakan yang lamban dalam membuat keputusan atau kebijakan akibat rantai organisasi yang lebar dan rumit. Diperlukan pemisahan setidaknya dipisah menjadi 2 Kementerian yaitu menjadi Kementerian Pendidikan Dasar, Menengah dan Kebudayaan, dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi. Pendidikan tinggi memiliki Tri Darma Perguruan Tinggi yang lebih tepat bergabung dengan rumpun Riset dan Teknologi dalam rangka pengabdian masyarakat. Dengan pemisahan ini diharapkan pergerakan dalam mengambil keputusan dan kebijakan bisa lebih cepat dan lincah serta garis koordinasi yang lebih cepat dan efisien.

          Evaluasi kedua adalah perlunya integrasi Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama 3 tahun menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun. Keberadaan Sekolah Dasar sudah merata di hampir seluruh desa. Keberadaan Sekolah Menengah Pertama bisanya hanya berada di ibukota Kecamatan. Tidak semua jarak desa dengan ibukota Kecamatan bisa ditempuh dalam waktu yang singkat sehingga kondisi ini juga mempengaruhi waktu tempuh antara siswa dengan Sekolah Menengah Pertama dikarenakan jarak yang belum tentu dekat, fasilitas angkutan umum yang belum tentu lancar serta kondisi geografis yang belum tentu mudah untuk diakses oleh kenderaan sedangkan berjalan kaki tidak memungkinkan sehingga banyak siswa tamatan Sekolah Dasar tidak bisa melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama dikarenakan kendala jarak dan waktu tempuh tersebut. Bila dilakukan penambahan Sekolah Menengah Pertama di setiap Kecamatan ini juga tidak mudah mengingat pembiayaan tanah dan gedung bukanlah hal yang sedikit untuk dibangun di seluruh Kecamatan di Indonesia. Sehingga dalam hal ini perlu dipikirkan untuk meningkatkan fungsi Sekolah Dasar yang semula memiliki masa pendidikan 6 tahun dirubah menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun. Integrasi fungsi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun akan merubah struktur organisasi dan kurikulum. Hal ini akan memudahkan pencapaian target 100 % Wajib Belajar 9 tahun dikarenakan fungsi pendidikan menengah pertama bisa diperoleh pada Sekolah Pendidikan Dasar 9 Tahun. Gedung yang dipakai untuk belajar mengajar adalah di gedung Sekolah Dasar sehingga pencapaian target Wajib Belajar 9 tahun dengan mudah akan tercapai. Mengenai perubahan struktur organisasi dan kurikulum bisa dilakukan secara bertahap dan bukan hal yang mustahil karena hanya penggabungan saja antara struktur organisasi dan kurikulum Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama 3 tahun menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun. Dalam masa transisi ketika menjalani masa pendidikan kelas 1 sampai kelas 6 para siswa memperoleh pengajaran dari guru dengan status Guru Kelas. Ketika menjalani masa pendidikan kelas 7 sampai kelas 9 para siswa memperoleh pengajaran dari Guru Mata Pelajaran. Secara perlahan seiring dengan perjalanan waktu dan adanya penambahan Guru Mata Pelajaran dan adanya Guru Kelas yang memasuki masa pensiun maka keberadaan Guru Kelas akan dihilangkan secara perlahan dan Guru Mata Pelajaran akan dipenuhkan selama 9 tahun Sekolah Pendidikan Dasar. Seluruh gedung Sekolah Dasar di seluruh desa akan menjadi gedung Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun di seluruh desa di seluruh Indonesia.  

          Evaluasi ketiga adalah memperbanyak Sekolah Menengah Kejuruan. Setelah terjadi integrasi antara Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun dengan domisili di gedung Sekolah Dasar maka eks gedung Sekolah Menengah Pertama dijadikan menjadi gedung Sekolah Menengah Kejuruan baru dengan jenis kejuruan disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Misalnya daerah dengan potensi pertanian maka eks gedung Sekolah Menengah Pertama dirubah menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian. Dengan demikian akan ada Sekolah Menengah Kejuruan di setiap kecamatan di seluruh Indonesia. Untuk menambah kemampuan keterampilan terhadap tamatan Sekolah Menengah Kejuruan maka perlu diberikan keterampilan tambahan dengan mengikutsertakan pada pendidikan Balai Latihan Kerja yang ada pada setiap Pemerintah Kabupaten/Kota. Dan didukung oleh kurikulum pendanaan perbankan untuk alokasi Kredit Usaha Rakyat sebagai modal untuk berwiraswasta.

          Evaluasi keempat adalah pendirian Perguruan Tinggi Politeknik di seluruh Kabupaten/Kota. Perguruan Tinggi Politeknik ini dibiayai dari minimal 20 % APBD dan APBDesa. Pendanaan dari APBDesa sangat diperlukan mengingat nantinya mahasiswa berasal dari desa dengan proporsional yang diatur secara seimbang antara mahasiawa yang berasal dari seluruh desa dan umum. Jenis jurusan yang akan dikembangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten/Kota tersebut. Apabila di daerah tersebut memiliki potensi pertanian maka Politeknik yang dikembangkan adalah Politeknik Pertanian. Demikian juga dengan potensi daerah lainnya yang akan disesuaikan dengan jenis kejuruan Politeknik yang akan dibangun. Pembiayaan akan didominasi oleh subsidi negara dari minimal 20 % alokasi pada APBD dan APBDesa sedangkan SPP dari mahasiswa diupayakan seminimal mungkin dengan intervensi UKT tingkat pertama sebesar Rp0 untuk kategori seluruh mahasiswa tidak mampu. Dengan demikian akan ada Politeknik di setiap Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.  

          Evaluasi kelima adalah memperbanyak fasilitas perkuliahan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pembelajaran Jarak Jauh sangat membantu para mahasiswa yang berasal dari daerah yang jauh dari domisili perguruan tinggi. Pembelajaran Jarak Jauh juga sangat membantu dari segi pembiayaan mengingat dengan metode Pembelajaran Jarak Jauh menjadikan persentase kehadiran tidak harus 100 % di kampus dan hanya pada waktu tertentu saja harus hadir di kampus. Pembelajaran Jarak Jauh ini nantinya akan diprioritaskan kepada para tamatan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan yang sudah terlebih dahulu bekerja dan masih berminat untuk menempuh pendidikan tinggi tanpa meninggalkan pekerjaannya. Dengan demikian maka pendidikan tinggi bisa dinikmati oleh sebagian besar generasi muda Indonesia.

          Dengan uraian di atas maka Wajib Belajar 9 Tahun akan ditempuh di Sekolah Pendidikan Dasar 9 Tahun hasil integrasi Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama 3 tahun. Sebagian dari pelajar yang berhasil menyelesaikan Wajib Belajar 9 tahun akan bisa melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah Umum di ibukota kecamatan dengan pilihan alternatif menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan eks Sekolah Menengah Pertama di setiap kecamatan atau Sekolah Menengah Atas yang sudah terlebih dahulu eksis. Program Wajib Belajar 12 tahun ditempuh secara kontinu sambung menyambung pada periode umur 6 tahun sampai 18 tahun. Sedangkan pencapaian Wajib Belajar 15 Tahun bisa dilakukan dengan jangka waktu tanpa batas dengan bisa bekerja terlebih dahulu baru kemudian menempuh pendidikan tinggi baik secara konvensional maupun Pembelajaran Jarak Jauh.

          Dengan cara dan uraian di atas maka Wajib Belajar 15 Tahun bisa tercapai secara bertahap dan berjenjang dengan terlebih dahulu menjalani Program Wajib Belajar 9 tahun di Sekolah Pendidikan Dasar, kemudian Program Wajib Belajar 12 tahun pada Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan baru dan akhirnya Program Wajib Belajar 12 tahun dengan mengikuti pendidikan tinggi minimal Politeknik di Kabupaten/Kota masing-masing. Dalam masa 20 tahun ke depan akan diperoleh persentase rakyat yang memiliki gelar Diploma dan Sarjana melebihi 50 % dari seluruh rakyat Indonesia. Dengan kondisi ini maka tujuan kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan penghidupan yang layak secara kemanusiaan bisa kita capai secara bertahap.

Semoga.

Rahmad Daulay             

18 Agustus 2024.

*   *   * 

Minggu, 19 Mei 2024

Reformulasi Uang Kuliah Tunggal (UKT)

          Tujuan Kemerdekaan Republik Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 salah satunya adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tidak ada satu elemen elit manapun yang mengingkari ini secara formal. Namun secara praktek, sudahkah anatomi pendidikan kita sudah sejalan dengan tujuan kemerdekaan republik ini ?

          Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 menjelaskan bahwa pada APBN dan APBD mengalokasikan dana pendidikan minimal 20 % di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Belanja negara dalam APBN tahun 2024 dialokasikan sebesar Rp3.325,1 trilyun dengan alokasi pendidikan sebesar Rp665 trilyun atau sekitar 20 %. Sedangkan dana transfer ke daerah dalam bentuk APBD sebesar Rp857,6 trilyun yang disebar ke 38 pemerintah provinsi, 416 pemerintah kabupaten dan 98 pemerintah kota. Untuk kondisi APBD pemerintah daerah masih diragukan apakah alokasi minimal 20 % untuk alokasi pendidikan sudah di luar gaji pendidik (guru PNS, PPPK dan honorer) atau tidak.

          Perguruan tinggi belum dinikmati secara maksimal oleh para generasi muda. Hanya 10,15 % penduduk Indonesia yang menempuh perguruan tinggi. Kita belum bicara masalah kualitas. Rendahnya persentase ini salah satu faktor penyebabnya adalah tingginya biaya untuk menempuh pendidikan tinggi, dalam hal ini tingginya biaya pendidikan dan tingginya biaya hidup untuk menempuh pendidikan tinggi.

          Selama ini sebelum tahun 2013 diberlakukan SPP untuk pendidikan tinggi yang besarannya sama untuk semua mahasiswa tanpa memandang perbedaan kondisi sosial ekonomi keluarga mahasiswa. Mulai tahun 2013 era Uang Kuliah Tunggal (UKT) dimulai dengan dasar hukum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pasal 4 yang mengatur bahwa UKT kelompok I diterapkan paling sedikit 5 % dan UKT Kelompok II diterapkan paling sedikit 5 % dari jumlah mahasiswa pada setiap perguruan tinggi negeri. Pada Lampiran Permendikbud tersebut disebutkan bahwa UKT Kelompok I sebesar Rp500.000 dan UKT Kelompok II sebesar Rp1.000.000. Sedangkan UKT kelompok III sampai VIII bervariasi pada setiap perguruan tinggi negeri. Kemudian terjadi perubahan regulasi dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Pasal 5 yang intinya masih sama dengan peraturan sebelumnya di mana UKT kelompok I dan UKT kelompok II masih dengan kondisi yang sama. Pengaturan terakhir dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebuayaan, Riset dan Teknologi di mana pengaturan tentang UKT Kelompok I dan UKT Kelompok II belum juga berubah.

          Yang menjadi pertanyaan, kemana semua anggaran 20 % APBN tersebut ? Kenapa SPP tahun sebelum 2013 bisa lebih murah daripada UKT setelah tahun 2013 ?

          Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan yang diberikan kepada pemerintah daerah dimulai dari tahun 2003. Dana Bantuan Operasional Sekolah yang diberikan kepada pemerintah daerah dimulai tahun 2004. Artinya Dana Alokasi Khusus dan Dana Bantuan Operasional Sekolah tidak bisa dijadikan alasan yang menjadi penyebab berkurangnya alokasi anggaran untuk pendidikan tinggi.

          Bagaimanapun juga kita semua harus berpedoman kepada Pembukaan UUD 1945 tentang tujuan kemerdekaan salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan UU nomor 20 tahun 2003 yang mewajibkan alokasi APBN dan APBD sebesar minimal 20 % untuk bidang pendidikan di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. UKT hanyalah penterjemahan teknis dari Pembukaan UUD 1945 dan UU nomor 20 tahun 2003. Apabila konsep UKT dirasa sudah tidak sejalan dengan Pembukaan UUD 1945 dan UU nomor 20 tahun 2003 maka dimungkinkan untuk merubah konsep UKT atau bila konsep UKT masih bisa dipakai namun perlu penyempurnaan maka mari kita sempurnakan.

          Apabila kita merujuk kepada Passal 34 UUD 1945 maka fakir miskin dan anak terlantar diperlihara oleh negara. Negara mengembangkan sisem jaminan  sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Apakah konsep UKT sudah mengakomodir pasal 34 UUD 1945 ?

          Oleh karena itu apabila kita sepakat dengan konsep UKT yang disempurnakan maka konsep UKT tersebut harus mencerminkan semangat Pasal 34 UUD 1945 dengan usulan konsep sebagai berikut :

1.    UKT kelompok I sebesar Rp 0 untuk semua mahasiswa kategori tidak mampu.

2.    UKT kelompok II sebesar Rp250.000.

3.    UKT kelompok III sebesar Rp500.000.

4.    UKT kelompok IV sebesar Rp750.000.

5.    UKT kelompok V sebesar Rp1.000.000.

6.    UKT kelompok I sampai V diperuntukkan kepada minimal 50 % dari jumlah mahasiswa perangkatan.

7.    UKT kelompok VI sampai XX diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing perguruan tinggi negeri setelah berkonsultasi dengan Kemendikbudristek.

 

     Namun persoalan UKT hanya terbatas pada persoalan biaya pendidikan, belum menyentuh pada biaya hidup dalam menempuh pendidikan tinggi yang sebagian besar berdomisili di ibukota provinsi. Hanya ada beberapa perguruan tinggi negeri yang berdomisili tidak di ibukota provinsi. Kondisi ini menyebabkan tingginya biaya hidup menempuh pendidikan tinggi dikarenakan harus merantau keluar dari daerahnya, bahkan tidak sedikit yang harus menyeberangi laut demi pendidikan yang lebih baik. Oleh karena itu Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 81 dan 82 jangan hanya menjadi pajangan akademik di arsip pemerintahan. Pasal 81 dan Pasal 82 memungkinkan bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk mengembangkan secara bertahap 1 akademi komunitas dalam bidang yang sesuai dengan potensi unggulan daerah. Atau dengan kata lain pemerintah bersama dengan pemerintah daerah bisa mengembangkan perguruan tinggi setingkat Politeknik yang sesuai dengan potensi unggulan masing-masing daerah. Pendirian perguruan tinggi setingkat Politeknik ini akan memperluas kesempatan untuk menempuh perguruan tinggi dengan mempersingkat jarak tempuh sehingga biaya hidup untuk menempuh pendidikan tinggi bisa dikurangi secara signifikan. Mengenai biaya operasional dari perguruan tinggi bentukan pemerintah daerah tersebut tentunya pemerintah daerah mengkalkulasi kembali postur APBDnya apakah sudah sesuai dengan persentase 20 % APBD di luar gaji pendidik atau tidak. Apalagi sekarang sudah ada Dana Desa yang tentunya siap membantu pemerintah daerah dalam mewujudkan pendidikan tinggi di daerah masing-masing. Dengan bantuan 20 % APBDesa tentunya akan diperoleh pendanaan yang kuat untuk operasional dari perguruan tinggi setingkat politeknik sesuai potensi unggukan daerah tersebut. Akan kita temukan banyak berdiri Politeknik Pertanian, Politeknik Perikanan, Politeknik Peternakan, Politeknik Kehutanan, Politeknik Kelautan dan lainnya di daerah. Mengenai tenaga dosen saya raya dengan kondisi yang ada sekarang harus diberi dispensasi di mana dosen untuk Politeknik di daerah tersebut dijinkan dari tingkat pendidikan S1 dengan kewajiban menempuh pendidikan S2 apabila diterima menjadi dosen pada Politeknik di daerah.

     Di samping masalah pendidikan tinggi, yang tak kalah pentingnya adalah potensi pelatihan keterampilan pada Balai Latihan Kerja pemerintah daerah. Potensi ini cukup besar dalam memberikan bekal keterampilan kepada para generasi muda yang tidak berminat atau tidak berkesempatan menempuh pendidikan tinggi. Kurikulum Balai Latihan Kerja harus diperluas jangan hanya berputar-putar pada perbengkelan, elektronik, salon dan masak kue tapi harus diperluas pada kurikulum budi daya pertanian dan pengolahan pasca panen. Perbankan melalui Kredit Usaha Rakyat yang katanya bisa memberikan pinjaman maksimal sampai Rp.500 juta harus dibuktikan dengan mensinergikan antara Kredit Usaha Rakyat dan Balai Latihan Kerja di mana tamatan Balai Latihan Kerja mendapat prioritas untuk memperoleh pinjaman Kredit Usaha Rakyat yang katanya tanpa agunan.

Semoga.

Rahmad Daulay

19 Mei 2024.  

 

  

Minggu, 12 Mei 2024

Bisnis Online Solusi Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan identik dengan profesi. Secara umum profesi terbagi dalam 3 golongan besar yaitu : pegawai pemerintah (TNI, Polri, PNS, PPPK, BUMN, Perangkat Desa), pegawai swasta dan wiraswasta. Pegawai pemerintah daya tampungnya sangat terbatas, pegawai swasta daya tampungnya lebih luas dari pegawai pemerintah namun juga memiliki keterbatasan tergantung kemampuan perusahaan swasta dan iklim investasi. Sedangkan wiraswasta daya tampungnya tidak terbatas.

            Minat pencari kerja kondisinya terbalik dengan daya tampung tiap jenis profesi. Minat menjadi pegawai baik pegawai pemerintah dan pegawai swasta jauh melebihi minat menjadi wirasawasta. Pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi berperan mesar dalam menanamkan minat tersebut. Kondisi yang berbanding terbalik antara minat dan ketersediaan daya tampung menjadi salah satu faktor utama tingginya angka pengangguran.

            Bila kita memakai angka statistik maka kondisi ketenagakerjaan Indonesia cukup baik dan memberikan dampak yang positif. Terdapat 212,59 juta orang yang mencapai usia kerja, di mana 147,71 juta orang di antaranya merupakan angkatan kerja. Dari seluruh angkatan kerja terdapat yang memiliki pekerjaan sebanyak 139,85 juta orang dan pengangguran sebanyak 7,86 juta orang.

            Pengangguran terbuka meliputi penduduk yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, sudah diterima bekerja namun belum mulai bekerja dan seseorang yang sedang mempersiapkan usaha baru namun belum memulai usahanya.

            Dari segi pendidikan, yang pernah menjalani pendidikan tinggi hanya 10,15 %, tamatan SMA sederajat 30,22 %, SMP sederajat 22,74 %, SD sederajat 24,62 % dan yang tak pernah sekolah 12,26 %. Tamatan SMP ke bawah total 59,62 % lebih banyak dari tamatan SMA ke atas yang bertotal 40,37 %. Kondisi ini sangat mempengaruhi kemampuan setiap orang dalam menghadapi persaingan dalam mencari pekerjaan.

            Perkembangan teknologi informasi sedemikian cepat dan sangat mempengaruhi perilaku masyarakat terutama kalangan generasi muda. Sebagian di antaranya mulai menggeluti bisnis online mulai dari jual beli barang sampai jual beli konten. Saat ini berkembang tawaran untuk memiliki toko online dan menjual barang secara online. Tanpa mengenal siapa yang memproduksi barang, siapa yang memfasilitasi aplikasi jual beli dan siapa yang membeli barang. Toko online saat ini menjadi pilihan alternatif dalam jual beli barang lewat internet. Toko online lebih dikenal dengan nama e-commerce. Beberapa di antaranya sudah terkenal seperti shopee, lazada, tokopedia, bukalapak dan lain sebagainya. Saat ini toko online sudah sedemikian banyak dengan variasi barang yang juga sedemikian banyak. Bahkan sebagian di antaranya merupakan barang-barang produksi luar negeri dengan harga yang bervariasi dan sangat terjangkau. Toko online berevolusi sedemikian rupa ke seluruh dunia sejalan dengan pertumbuhan pemakaian internet yang menyebar ke seluruh dunia. Bagi para sarjana IT membuat toko online sangatlah mudah dan murah, tampilan yang sangat menarik dan mudah dalam pemakaian membuat toko online sangat mudah disebarluaskan kepada semua kalangan masyarakat.

            Masyarakat pengguna internet di Indonesia mencapai 221 juta jiwa. Dengan angka ini merupakan salah satu pasar potensial bagi toko online di seluruh dunia. Ini merupakan potensi bisnis yang semakin terbuka lebar dikarenakan sifat efisien di mana banyak masyarakat yang tidak mau repot-repot menghabiskan tenaga dan waktu untuk jual beli barang secara konvensional.

Dropshipper merupakan salah satu metode jual beli barang yang sangat diminati dikarenakan tidak perlu modal sama sekali, hanya mengiklankan dan memasarkan barang dan bila terjadi transaksi jual beli maka yang bersangkutan tinggal menunggu komisi penjualan. Tidak perlu menstok barang, bahkan tidak perlu repot pada pengemasan dan pengiriman barang. Semua dikerjakan produsen. Kelemahannya konsumen tidak bisa benar-benar menilai kualitas barang.

Reseller hampir sama dengan dropship, bedanya ada terjadi penyimpanan stok barang. Dalam hal ini konsumen bisa mengenal kualitas barang yang akan dibeli. Reseller juga sangat diminati para generasi muda, penjual cukup memiliki contoh-contoh barang dan dengan modal yang dipersyaratkan dan sudah bisa menjual ke seluruh pasar online. Kelemahannya reseller bila barang tidak terjual akan tersimpan dan mengendap di penyimpanan atau gudang.

            Saat ini iklan atau tawaran untuk memiliki toko online, reseller ataupun dropship sangat luas di sosial media seperti facebook, instagram, tiktok, twitter dan lain-lain. Jasa iklan online pun sudah sedemikian banyak. Tidak sedikit yang berhasil melakukan penjualan menghasilkan keuntungan besar. Kondisi ini sudah dimanfaatkan oleh segolongan orang yang berniat jahat dengan melakukan penipuan dengan modus alamat toko online bodong, dropship bodong dan reseller bodong, barang bodong dan berhasil meraup keuntungan yang sangat besar dan merugikan orang dalam jumlah besar. Tidak sedikit orang yang sudah tertipu dengan kerugian yang dialami dalam jumlah besar. Dalam kondisi lapangan kerja yang sedemikian sulit, di mana bisnis online menjadi solusi yang menjanjikan, tentunya penipuan online ini menjadi titik balik terhadap perkembangan yang ada.

            Oleh karena itu diperlukan peran serta pemerintah untuk melakukan penertiban, pengaturan dan sertifikasi dengan melakukan legalisasi berupa ijin usaha toko online. Nantinya akan ada daftar toko online yang sudah memiliki ijin usaha toko online dan bisa dicek legalisasinya pada website yang ditentukan pemerintah. Online Single Submission (OSS) sebagai sebuah sistem perijinan usaha terintegrasi secara elektronik di seluruh daerah harus menyediakan fasilitas pendaftaran ijin usaha toko online. Setiap masyarakat yang ingin bergabung dengan toko online tertentu bisa melakukan pengecekan pada daftar toko online pada OSS tersebut. Dengan demikian masyarakat bisa terhindar dari penipuan online yang dilakukan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan merugikan rakyat serta menghancurkan minat generasi muda untuk berbisnis. Setelah diberikan peringatan beberapa kali apabila toko online tetap tidak mau menjalani legalisasi perijinan toko online maka toko online tersebut bisa diproses secara hukum dan bisa saja disita oleh pemerintah apabila tetap menolak untuk menjalani legalisasi toko online.

            Toko online merupakan solusi ketenagakerjaan. Solusi pemasaran terhadap produksi barang. Solusi penjualan menjadi marketing produksi rakyat dengan bergabung pada toko online. Mudah dan murah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah penertiban dan pengaturan ini menjadi dasar dalam melakukan pemungutan pajak penjualan online yang diatur sedemikian rupa sehingga proses pemungutan dan penyetorannya nanti dilakukan oleh aplikasi toko online itu sendiri terintegrasi dengan perbankan dan perpajakan. Total transaksi toko online pada tahun 2023 sebesar Rp. 453,75 trilyun dan tentunya belum semua produsen yang terlibat pada transaksi tersebut sudah membayar pajak penjualan. Kita berharap dengan upaya legalisasi toko online bisa mendongkrak penerimaan negara pada sektor perpajakan toko online.

            Semoga.

 Rahmad Daulay

12 Mei 2024.