Minggu, 26 April 2015

Maksimalisasi E-Toll Card


Salah satu gejala perkotaan adalah kemacetan. Hilir mudik manusia dengan segala macam tujuan dan urusan melewati jalan yang sama. Ketika arus manusia dalam kenderaan tidak tertampung dengan baik oleh luas jalan maka terjadilah kemacetan. Kenderaan melaju seperti siput.

Kemacetan secara instan diselesaikan dengan membangun jalan tol. Bagi yang tidak sabar ataupun dikejar waktu maka pengendara akan memilih jalan tol sebagai solusi kemacetan. Jalan tol tidaklah gratis, harus bayar. Jalan tol dikelola secara bisnis. Setiap ruas jalan tol memiliki harga tersendiri.

Sayang sekali, ternyata jalan tol juga memiliki kelemahan yang terkait langsung dengan waktu. Transaksi biaya pemakaian jalan tol menjadi salah satu titik lemah pemakaian jalan tol. Angka biaya yang harus dibayar ternyata menimbukan masalah tersendiri. Nilai nominal biaya pemakaian jalan tol sangat tidak bersahabat dengan  waktu. Angka yang bukan kelipatan puluhan ribu atau kelipatan lima ribu rupiah menimbulkan masalah baru. Bayangkan, bila antrian pembayaran pemakaian jalan tol dengan angka Rp. 8.500 misalnya, sopir harus merogoh saku untuk mengambil uang, sering kali tidak memakai uang pas, bahkan mungkin karena penghasilannya besar maka uangnya semua lembaran ratusan ribu. Tentu ini akan memakan waktu beberapa menit untuk transaksi pembayaran. Bila saja satu kenderaan memakai waktu transaksi 3 menit maka antrian sepanjang 10 mobil akan memakan waktu 30 menit. Belum lagi uang logam Rp. 500 sudah tidak begitu familier lagi bagi banyak orang.

Kamis, 16 April 2015

Setback Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pengumuman tender proyek pemerintah yang biasa dikenal dengan pengadaan barang/jasa pemerintah kini diwajibkan kembali diumumkan di koran nasional atau koran provinsi dengan berdasarkan Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengumuman Pengadaan Barang/Jasa Di Surat Kabar.

Bagi saya ini setback sekaligus menggelikan.

Pengadaan barang/jasa pemerintah berkembang sangat pesat sejak ditangani oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dengan payung hukum Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/Jasa Pemerintah dengan kelembagaan setingkat menteri.

Peraturan tentang pelelangan yang semula diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dirobah dan digantikan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah yang sekarang telah mengalami 4 kali perubahan yang terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015. Pada peraturan ini pengumuman lelang di koran bukanlah sesuatu yang diwajibkan lagi.

Banyak program unggulan yang dilahirkan mulai dari pembuatan website LKPP, program tender online dengan media LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) baik LPSE kementrian/lembaga/daerah maupun institusi, pembentukan ULP (unit layanan pengadaan) secara permanen, pengumuman pelelangan terintegrasi pada website inaproc.lkpp.go.id, katalog elektronik (standar harga barang nasional tanpa tender) melalui website e-kataloque.lkpp.go.id, wistle blower system, konsultasi elektronik melalui website konsultasi.lkpp.go.id, pengaduan elektronik melalui pengaduan.lkpp.go.id, layanan keterangan ahli melalui website lokal.lkpp.go.id, program arbitrase pelelangan dan masih banyak lagi program yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Sabtu, 11 April 2015

Pasca UN 2015

Ujian nasional akan berlangsung pada 13-15 April untuk SMU/SMK sederajad dan 4-7 Mei untuk SMP sederajad. Sedangkan untuk tingkat SD tidak diberlakukan UN. Berbeda dengan tahun tahun sebelumnya, UN kali ini tidak mencekam lagi. UN sudah tidak lagi menjadi penentu kelulusan. Perbandingan hasil UN dan ujian sekolah sudah 50 : 50. Kelulusan siswa diserahkan kepada sekolah masing-masing.

UN sekarang apa adanya. Ini akan menghilangkan stress pikiran yang menyertai UN tahun sebelumnya. Dulu yang stress bukan hanya siswa peserta ujian, tapi juga kepala sekolah yang apabila ada siswanya yang tidak lulus ujian maka jabatannya akan terancam dicopot. Demikian juga Kepala Dinas Pendidikannya. Ujung-ujungnya kepala daerah juga ikut stress karena akan merasa malu kepada pemda tetangga bila ada di daerahnya siswa yang tidak lulus ujian. Apalagi kepala daerah incumbent akan merasa popularitasnya berkurang apabila kelulusan tidak 100 %. Kesibukan mendadak para guru yang mengawasi ujian secara diam-diam dikerahkan mengajari siswa yang ujian tidak akan terdengar lagi.

Di sisi lain, UN apa adanya ini telah memicu sebagian besar siswa untuk merasa tidak perlu lagi belajar mati-matian menghadapi UN. Sebagian kecil (?) malah merasa UN ada atau tidak ada sepertinya tidak ada bedanya, toh pasti lulus, pikirnya. Demikian juga di kalangan guru dilanda hal yang sama. Yang akan belajar mati-matian hanyalah beberapa persen siswa yang termasuk kategori pintar dan kutu buku serta berniat melanjutkan ke perguruan tinggi. Dan sekolah yang akan serius menghadapi UN diperkirakan hanya pada sekolah tertentu seperti sekolah favorit.

Bila kita perhatikan angka partisipasi kasar untuk jenjang perguruan tinggi maka hanya 23 % total siswa yang berkesempatan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Artinya 77 % tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Dari 77 % tersebut sebagian di antaranya memasuki dunia kerja, sebagian lagi terombang-ambing menjadi pengangguran, sebagian mencoba berwirausaha dan sebagian memasuki kehidupan berumah tangga.

Senin, 06 April 2015

Tunda Pilkada Serentak

Pada awal bulan Desember 2015 direncanakan akan dilaksanakan pilkada serentak. Sebanyak 244 kabupaten/kota akan menyelenggarakan pilkada serentak. Sisanya akan melaksanakan pilkada serentak pada tahun 2018. Salah satu spirit dari pilkada serentak adalah penghematan anggaran negara.

Sebagai sebuah eksperimen ketatanegaraan maka pilkada serentak harus dikaji kembali apakah akan linear dengan tujuan penghematan negara ataukah akan menimbulkan permasalahan baru yang akan kontraproduktif dengan tujuan semula.

Yang paling menarik untuk dikaji adalah penentuan waktu pelaksanaan pilkada. Bulan desember merupakan bulan strategis di kalangan pemerintahan daerah. Namun agar lebih menarik akan dikaji mulai dari tahapan awal pelaksanaan pilkada.

Tahapan awal adalah pendaftaran sampai penetapan calon tetap peserta pilkada. Diperkirakan pada bulan Juni-Juli penetapan calon kepala daerah peserta pilkada berlangsung. Bertepatan juga pada periode Juni-Juli proses pembahasan dan penetapan Perubahan APBD 2015 berlangsung. Perlu diketahui bahwa dana pilkada langsung Desember 2015 belum memiliki alokasi anggaran pada APBD 2015. Alokasi dananya hanya bisa dilegalkan pada Perubahan APBD 2015. Dananya berkisar antara 20 – 30 milyar. Tidak ada jalan lain maka pemerintah daerah harus memaksakan pemotongan anggaran. Biasanya pemotongan anggaran akan dikenakan pada biaya perjalanan dinas, dana rutin kantor, pemeliharaan dan proyek yang belum terlaksana. Ini secara langsung akan berpengaruh pada kualitas pelayanan publik dan kualitas pelaksanaan pengadaan barang/jasa terutama infrastruktur karena mobilitas birokrasi akan terganggu.