Kamis, 29 Agustus 2019

Menggagas Anggaran Terintegrasi Untuk Kontrak Konstruksi Pemerintah Daerah


Pengalokasian anggaran konstruksi di pemerintahan daerah dilakukan secara bertahap dan terpisah untuk semua tahapan. Pengalokasian anggaran perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, pengawasan konstruksi dan pengelolaan kegiatan dilakukan secara terpisah dan sendiri-sendiri. Diakibatkan oleh lemahnya penguasaan peraturan dan regulasi, kurangnya integritas dan kapasitas sumber daya manusia, adanya motif tertentu serta hal nonteknis lainnya menyebabkan pelaksanaan anggaran tidak memenuhi ketentuan regulasi dan peraturan. Proses penganggaran tidak memenuhi komposisi seperti yang diamanahkan oleh peraturan yang ada. Bahkan sering terjadi kelalaian atau kesengajaan di mana anggaran perencanaan konstruksi dan/atau anggaran pengawasan konstruksi tidak dianggarkan. Kalaupun dianggarkan pelaksanaannya tidak memenuhi ketentuan peraturan. Hal ini mengakibatkan terabaikannya faktor pertanggungjawaban kegagalan bangunan. Demikian juga anggaran pengelolaan kegiatan sering terjadi distorsi penggunaan di mana anggaran dipakai bukan untuk peruntukannya. Sehingga semua permasalahan tersebut bermuara pada kurangnya kualitas produk konstruksi yang tidak jarang berujung pada permasalahan hukum akibat pengaduan masyarakat ke Aparat Penegak Hukum (APH). Oleh karena itu perlu dirumuskan solusi terbaik dan sistemik sehingga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mendapat jaminan ketersediaan anggaran lengkap, penggunaan anggaran secara tepat waktu dan tepat guna serta tidak terancam permasalahan hukum di kemudian hari.

Sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan untuk mewujudkan bangunan dalam berbagai bentuknya yang berfungsi sebagai pendukung aktifitas sosial ekonomi dan kemasyarakatan. Aktifitas sosial ekonomi berbentuk perpindahan barang dan jasa antar daerah. Sedangkan aktifitas kemasyarakatan berbentuk perpindahan orang antar daerah, sarana meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan dan sarana sosial. Juga berperan untuk mendukung tumbuh kembangnya berbagai industri barang dan jasa dalam mendukung pertumbuhan perekonomian nasional. Industri barang dan jasa dimulai dari produksi bahan mentah, bahan baku dan bahan jadi yang tentunya harus dipasarkan ke daerah lain bahkan ke negara lain.

Penyelenggaraan jasa konstruksi dilaksanakan dengan salah satu landasan yaitu profesionalisme. Profesionalisme akan mewujudkan hasil pembangunan yang berkualitas, adanya tertib penyelenggaraan, meningkatkan kepatuhan pada peraturan perundang-undangan dan terjaminnya keselamatan publik dalam pemanfaatan hasil pembangunan. Profesionalisme juga menandakan adanya sikap untuk bertidak sesuai dengan profesi dan menjauhi tindakan yang tidak berhubungan dengan profesi seperti hubungan politis dan kepentingan ekonomi pihak tertentu.

Penyelenggaraan jasa konstruksi mutlak membutuhkan penguatan sumber daya manusia baik di pihak badan usaha maupun di pihak instansi pemerintah. Penguatan sumber daya manusia ini di samping membutuhkan dukungan anggaran juga membutuhkan dukungan regulasi. Kapasitas sumber daya manusia akan menentukan kualitas produk pembangunan yang juga tidak lepas dari kepatuhan terhadap regulasi yang memuat aturan administrasi dan teknis. Ketidakpatuhan terhadap regulasi akan berujung pada penurunan kualitas produk jasa konstruksi. Sebagian besar penyimpangan jasa konstruksi diakibatkan oleh lemahnya kualitas sumber daya manusia.

Pelaksanaan jasa konstruksi dimulai dari proses penyusunan anggaran. Anggaran konstruksi di pemerintahan daerah dilakukan secara bertahap dan terpisah untuk semua tahapan. Pada umumnya konstruksi yang dibangun oleh pemerintah daerah adalah bangunan sederhana. Hanya sebagian kecil yang termasuk bangunan tidak sederhana seperti gedung rumah sakit, puskesmas dan gedung olah raga. Bangunan sederhana seperti jalan, jembatan, drainase, gedung kantor, sanitasi, dan lainnya hanya memerlukan perencanaan teknis, tidak memerlukan studi kelayakan. Pengalokasian anggaran diawali dengan alokasi anggaran perencanaan konstruksi. Kemudian diikuti dengan anggaran pelaksanaan konstruksi, anggaran pengawasan konstruksi dan anggaran pengelolaan kegiatan yang dilakukan secara terpisah dan sendiri-sendiri. Dalam penentuan besaran anggarannya seharusnya dilakukan melalui proses diskusi dan perdebatan baik di tingkat Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) maupun di tingkat Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Namun yang sering terjadi adalah penentuan besaran anggaran dilakukan sepenuhnya oleh instansi teknis dengan pertimbangan-pertimbangan yang belum tentu merujuk pada regulasi dan peraturan yang ada sehingga sering terjadi proses penganggaran tidak memenuhi komposisi seperti yang diamanahkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.

Minggu, 25 Agustus 2019

Optimalisasi Layanan Kesehatan Daerah


Salah satu layanan masyarakat yang tidak boleh berhenti adalah layanan kesehatan di samping layanan keamanan dan lalu lintas. Layanan kesehatan ini dilaksanakan oleh RSU pemerintah/swasta, klinik, Puskesmas, bidan desa dan praktek pribadi dokter/bidan. Baik layanan kesehatan pemerintah maupun swasta wajib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Puskesmas dan bidan desa di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Daerah. Sedangkan RSUD berdiri sendiri. Keduanya di bawah Pemerintah Daerah. Secara teknis Dinas Kesehatan dan RSUD di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan. Sebagian dari tugas utama Kementerian Kesehatan adalah perumusan kebijakan kesehatan masyarakat, koordinasi dan dukungan ke seluruh organisasi kesehatan, manajemen peralatan kesehatan, penelitian dan pengembangan, pengembangan dan pengelolaan tenaga kesehatan, supervisi dan pengawasan serta dukungan substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Kesehatan.

Sejak era otonomi daerah maka rentang kendali dan tingkat koordinasi antara Kementerin Kesehatan dengan Dinas Kesehatan serta RSUD mulai melemah. Kementerian Kesehatan tidak punya struktur vertikal di daerah. RSUD dan Puskesmas dibiayai oleh Pemerintah Daerah. Hanya ada beberapa sumber dana DAK yang tingkat kebutuhannya belum tentu sesuai dengan skala prioritas yang sesungguhnya dibutuhkan di lapangan. Hal ini bisa kita lihat dengan  maraknya perobatan masyarakat daerah ke rumah sakit perkotaan terutama swasta pada beberapa penyakit tertentu. Hal ini tentu tidak sejalan dengan semangat efektifitas dan efisiensi karena sebagian di antara mereka adalah masyarakat tidak mampu yang seharusnya bisa menuntaskan perobatannya di layanan kesehatan di daerahnya. Oleh karena itu perlu dilakukan optimalisasi layanan kesehatan di daerah dengan dukungan penuh dari Kementerian Kesehatan pada beberapa sektor yang tentunya didukung dengan pendanaan.

Yang pertama yang harus dilakukan adalah pemerataan dokter spesialis. Sebagian besar dokter spesialis memilih berkarir di perkotaan terutama di ibukota provinsi. Di samping daya dukung peralatan juga dukungan promosi karir sehingga tidak bisa dipungkiri layanan kesehatan dokter spesialis sangat lengkap di perkotaan. Di RSUD daerah hanya tersedia beberapa dokter spesialis. Akibatnya pada penanganan beberapa jenis penyakit tidak bisa dilayani di RSUD akibat keterbatasan ketersediaan dokter spesialis dan peralatan yang dibutuhkan. Tentu kesenjangan ini tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Harus ada kebijakan dari Kementerian Kesehatan dalam menyelesaikan kesenjangan ini. Kementerian Kesehatan harus membuat program Beasiswa Dokter Spesialis kepada seluruh RSUD se-Indonesia untuk melengkapi seluruh jenis dokter spesialis yang ada. Perlu pendataan tentang pemerataan keberadaan setiap dokter spesialis di seluruh RSUD. Untuk menghemat biaya maka tempat belajar diupayakan ke perguruan tinggi terdekat saja. Penyakit yang diderita masyarakat tidak memandang tempat dan waktu sehingga pembatasan ketersediaan dokter spesialis berdasarkan kelas RSUD tentu tidak relevan. Semua jenis dokter spesialis harus ada di semua RSUD. Namun upaya ini membutuhkan waktu paling tidak 4 sampai 5 tahun. Dalam waktu 5 tahun semua RSUD akan memiliki semua jenis dokter spesialis sehingga masyarakat umum tidak perlu lagi meminta rujukan untuk berobat ke rumah sakit di ibukota provinsi. Terkecuali pada beberapa penyakit tertentu yang memang harus dilakukan pengobatan di rumah sakit tertentu dikarenakan tingkat keparahan penyakit yang sudah sangat parah. Sambil menunggu selesainya masa pendidikan dokter spesialis tersebut maka Kementerian Kesehatan harus menugaskan para dokter spesialis yang baru lulus untuk sementara bertugas di RSUD yang belum memiliki jenis dokter spesialis tertentu.

Sabtu, 03 Agustus 2019

Penyederhanaan dan Transparansi PBJ


Pengadaan barang/jasa pemerintah tahun 2019 ditandai dengan penerbitan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah dengan seluruh petunjuk teknisnya dan penerbitan Peraturan Menteri PUPR Nomor 07/PRT/M/2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia serta penerapan Sistem Pengadaan Secara Elektronik versi 4.3 (SPSE v.4.3) termasuk pengadaan langsung online.

Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 diterbitkan di samping sebagai penyesuaian atas perkembangan dan dinamika masyarakat, juga untuk peningkatan pelayanan publik, perkembangan perekonomian nasional dan daerah, peningkatan produksi dalam negeri, peningkatan peran UKMK dan pembangunan berkelanjutan.

Sedangkan Peraturan Menteri PUPR nomor 07/PRT/M/2019 diterbitkan di samping sebagai petunjuk teknis penyusunan dokumen tender jasa konstruksi juga untuk efektifitas dan efisiensi pengadaan jasa konstruksi.

SPSE v.4.3 dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Peemrintah (LKPP) sebagai pengembangan atas sistem terdahulu di mana pengembangan terakhir ini sudah tidak lagi mengenal upload dokumen tender dan penawaran harga lagi. Keduanya tersedia dalam sistem.

Sebagai sebuah sistem baru maka ketiga regulasi yang menjadi tulang punggung pengadaan barang/jasa pemerintah tahun 2019 setelah dilakukan penerapan dan dengan kualitas personel Pokja Pemilihan yang sangat variatif serta banyaknya kepentingan yang menyertainya maka dipandang perlu untuk mengkaji kembali beberapa hal yang penting terutama dalam meningkatkan penyederhanaan dan transparansi pengadaan barang/jasa pemerintah ke depan.

Penyederhanaan dimaksud meliputi : spesifikasi teknis, metode pelaksanaan, rencana keselamatan konstruksi, double data (peralatan dan personel) dan jadwal terkoreksi.