Sabtu, 03 Agustus 2019

Penyederhanaan dan Transparansi PBJ


Pengadaan barang/jasa pemerintah tahun 2019 ditandai dengan penerbitan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah dengan seluruh petunjuk teknisnya dan penerbitan Peraturan Menteri PUPR Nomor 07/PRT/M/2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia serta penerapan Sistem Pengadaan Secara Elektronik versi 4.3 (SPSE v.4.3) termasuk pengadaan langsung online.

Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 diterbitkan di samping sebagai penyesuaian atas perkembangan dan dinamika masyarakat, juga untuk peningkatan pelayanan publik, perkembangan perekonomian nasional dan daerah, peningkatan produksi dalam negeri, peningkatan peran UKMK dan pembangunan berkelanjutan.

Sedangkan Peraturan Menteri PUPR nomor 07/PRT/M/2019 diterbitkan di samping sebagai petunjuk teknis penyusunan dokumen tender jasa konstruksi juga untuk efektifitas dan efisiensi pengadaan jasa konstruksi.

SPSE v.4.3 dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Peemrintah (LKPP) sebagai pengembangan atas sistem terdahulu di mana pengembangan terakhir ini sudah tidak lagi mengenal upload dokumen tender dan penawaran harga lagi. Keduanya tersedia dalam sistem.

Sebagai sebuah sistem baru maka ketiga regulasi yang menjadi tulang punggung pengadaan barang/jasa pemerintah tahun 2019 setelah dilakukan penerapan dan dengan kualitas personel Pokja Pemilihan yang sangat variatif serta banyaknya kepentingan yang menyertainya maka dipandang perlu untuk mengkaji kembali beberapa hal yang penting terutama dalam meningkatkan penyederhanaan dan transparansi pengadaan barang/jasa pemerintah ke depan.

Penyederhanaan dimaksud meliputi : spesifikasi teknis, metode pelaksanaan, rencana keselamatan konstruksi, double data (peralatan dan personel) dan jadwal terkoreksi.


Spesifikasi teknis ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Spesifikasi teknis dimasukkan dalam dokumen tender. Spesifikasi teknis kembali diminta sebagai salah satu dokumen penawaran teknis. Ini cukup merepotkan karena untuk jasa konstruksi file spesifikasi teknis ini cukup besar untuk diupload. Hal ini bisa disederhanakan dalam sistem SPSE dalam bentuk check list saja dengan pilihan penawaran spesifikasi teknis sesuai atau tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang tercantum dalam dokumen penawaran. Apabila spesifikasi teknis yang ditawarkan berbeda dengan yang tercantum dalam dokumen tender maka barulah peserta tender wajib mengupload spesifikasi teknis yang ditawarkannnya.

Untuk metode pelaksanaan dan rencana keselamatan konstruksi merupakan bagian dari penawaran teknis. Padahal bila dilihat secara substansi maka metode pelaksanaan dan rencana keselamatan konstruksi yang baik dan benar akan hampir sama semuanya. Hal ini bisa ditetapkan saja oleh PPK dan dimasukkan dalam dokumen tender sebagaimana halnya penetapan spesifikasi teknis. Dan dalam penawaran teknis dilakukan dalam bentuk check list saja dengan pilihan sesuai atau tidak sesuai dengan metode pelaksanaan dan rencana keselamatan konstruksi yang tercantum dalam dokumen tender. Apabila metode pelaksanaan dan rencana keselamatan konstruksi yang ditawarkan berbeda dengan yang tercantum dalam dokumen tender maka barulah peserta tender wajib mengupload metode pelaksanaan dan rencana keselamatan konstruksi yang ditawarkannya. Penyederhaaan penawaran metode pelaksanaan dan rencana keselamatan konstruksi ini sangat penting mengingat salah satu bentuk perselisihan tender yang paling besar adalah dengan menyatakan kesalahan dalam metode pelaksanaan dan rencana keselamatan konstruksi padahal peserta tender sudah merasa benar penyampaiannya. Perselisihan tender ini bisa berujung pada pengaduan ke aparat penegak hukum.

Untuk peralatan dan personel terjadi double data di mana peralatan dan personel diminta sebagai penawaran teknis dan juga diminta sebagai isian kualifikasi dan diproses dalam tahapan pembuktian kualifikasi. Hal ini bisa disederhanakan dengan cukup sekali saja penyampaian datanya, bisa salah satu baik itu di penawaran teknis saja atau di isian kualifikasi saja.

Perlu dirancang jadwal terkoreksi di mana Pokja Pemilihan dalam penyusunan jadwal dalam sistem SPSE apabila terjadi kesalahan penyusunan jadwal maka sistem SPSE melakukan penolakan disertai keterangan kenapa jadwal ditolak. Pengaturan tentang jadwal tender sudah standar dan baku dan seharusnya tidak perlu terjadi kesalahan lagi. Tentunya pembuatan jadwal terkoreksi ini tidaklah sulit secara IT.

Mengenai transparansi hasil tender ini sangat sensitif. Sering terjadi perbedaan pendapat yang cukup tajam antara Pokja Pemilihan dan peserta tender yang kalah di mana dalam tahapan sanggahan peserta tender memprotes dan mempertanyakan kelengkapan berkas penawaran peserta tender yang menang dan meminta dilakukan evaluasi ulang oleh pihak yang independen. Hal ini disebabkan peserta tender tidak bisa melihat berkas penawaran peserta tender lainnya. Di samping itu ada rasa ketidakpercayaan terhadap integritas yang dimiliki oleh Pokja Pemilihan oleh peserta tender yang kalah akibat tingginya kepentingan dan intervensi pihak-pihak tertentu yang sudah menjadi rahasia umum di dunia tender. Perbedaan pendapat ini tidak berhenti pada sanggahan dan sanggahan banding saja tapi bisa berujung pada pengaduan. Seharusnya pengaduan disampaikan kepada Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) saja namun tidak jarang berujung kepada pengaduan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) sehingga Pokja Pemilihan harus berurusan dengan pemeriksaan oleh APH. Hal ini di samping merepotkan juga bisa membuat kapok para Pokja Pemilihan dan tidak bersedia lagi menjalankan tugas tender selanjutnya. Oleh karena itu baik pada Perlem LKPP nomor 9 tahun 2018, PermenPUPR nomor 7 tahun 2019 dan standar dokumen tender mewajibkan adanya mekanisme rapat persiapan penunjukan penyedia yang dihadiri bersama oleh Pokja Pemilihan, PPK dan penyedia yang salah satu proses yang dijalankan adalah memastikan pemenuhan ketentuan tentang keberlakukan data isian kualifikasi dan bukti sertifikat kompetensi personel yang ditawarkan. Sistem ini merupakan sistem cross check yang tanggung. Seharusnya berikan saja pintu dan jendela dalam sistem SPSE yang memungkinkan kepada peserta tender untuk saling melihat berkas satu sama lainnya untuk menghilangkan kecurigaan kepada Pokja Pemilihan yang tidak netral dalam menetapkan hasil tender. Sistem ini akan membantu Pokja Pemilihan dalam menolak intervensi kepentingan sehingga terbebas dari curiga mencurigai yang berujung pada pengaduan ke APH. Hal ini juga menbantu Pokja Pemilihan dari ancaman atau merasa terkriminalisasi.

Selain itu, data tentang paket proyek yang sedang dikerjakan juga menyisakan banyak masalah dalam perhitungsn sisa kemampuan nyata (SKN). Sering sekali peserta tender tidak mengisi secara jujur paket proyek yang sedang dikerjakannya agar perhitungan SKNnya tetap tinggi. SKN diperhitungkan pada tender untuk paket usaha nonkecil. Pokja Pemilihan mengalami kesulitan untuk mencari paket yang sedang dikerjakan oleh perusahaan peserta tender tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan SPSE agar bisa menampilkan seluruh paket proyek yang pernah dimenangkan oleh setiap perusahaan baik itu tender maupun pengadaan langsung/penunjukan langsung. Fasilitas ini tidak akan sulit secara IT mengingat semua data tender online masih tersimpan rapi dalam database SPSE. Dengan data ini maka Pokja Pemilihan bisa memilah mana paket proyek yang sudah selesai masa kontraknya dan mana paket proyek yang masih dalam pengerjaan dan diperhitungkan dalam perhitungan SKN. Fasilitas pencatatan terhadap pengadaan langsung agar dihapuskan saja dan mewajibkan secara total pelaksanaan pengadaan langsung online.

Demikian beberapa usulan dan ide tentang penyederhanaan dan transparansi tender ke depan yang juga dalam rangka menghilangkan keangkeran tugas tender di instansi pemerintah.

Tender sehat, negara kuat.

Salam reformasi.
Rahmad Daulay

3 Juli 2019.

 *  *  *    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar