(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/satuan-tugas-pencegahan-korupsi-sebuah-upaya-menutup-celah-kesempatan-korupsi-di-daerah/).
Pada tanggal 24 oktober 2018 KPK
menetapkan Bupati Kabupaten Cirebon sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait
mutasi dan rotasi serta promosi jabatan di Pemerintahan Kabupaten Cirebon. Jabatan
dan proyek merupakan objek utama dalam dunia perkorupsian daerah. Bupati
Cirebon merupakan kepala daerah yang ke-100 yang menjadi tersangka KPK. Sebuah
angka yang cukup fantastis. Fantastis karena angka tersebut masih berada pada
lingkup yang menjadi target, sedangkan di luar itu juga berpotensi menjadi
target OTT. Dan angka ini masih dalam pembatasan bahwa target KPK adalah pada
kepala daerah. Andai lingkup target KPK diperluas sampai pada lingkup kepala
dinas maka rentang masalah akan semakin luas.
Bagaimanapun juga kenapa KPK begitu
direpotkan dengan operasi tangkap tangan, salah satunya adalah karena KPK tentu
dipusingkan dengan tidak adanya niatan baik dari birokrasi untuk memperbaiki
kinerja yang bebas korupsi. Justru korupsi menjadi urat nadi roda birokrasi
yang bersinergi dengan kepentingan politik dan kepentingan bisnis. Sinergi ini
semakin menumbuhsuburkan benih korupsi. Sedangkan elemen yang mendukung
pemberantasan korupsi di dalam birokrasi seakan berjalan sendiri dan sangat
rapuh posisinya dan pada umumnya bernasib tragis, karirnya dihabisi karena
dipandang menghambat kepentingan politik dan kepentingan bisnis di dalam
birokrasi.
OTT KPK tidak muncul dan terjadi begitu
saja. OTT ini dimulai dan berjalan dalam jangka waktu yang panjang. Target
dimonitor pergerakannya. Penyadapan menjadi senjata paling ampuh di samping
adanya laporan dari lingkaran birokrasi yang melingkupinya. Prakondisi OTT ini
memakan waktu, biaya, SDM dan energi yang tidak sedikit. Setelah OTT terjadi
dan menjalani proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan penahanan, apakah
kondisi birokrasi di daerah tempat terjadinya OTT akan berubah ? Belum tentu.
Ada beberapa instansi birokrasi yang justru terjadi OTT berulang dengan
pimpinan yang berbeda. Dan ini menunjukkan efektifitas OTT menjadi
dipertanyakan.