Minggu, 13 Agustus 2017

Menagih Komitmen Dekriminalisasi Pengadaan

(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/dekriminalisasi-pengadaan-melalui-integrasi-penanganan-permasalahan-hukum-barangjasa/).

Pengadaan barang/jasa dinaungi oleh Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan seluruh perubahannya dan seluruh peraturan turunannya. Pada konsiderannya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 menginduk kepada UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 6  tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Dalam kaitannya dengan permasalahan pengadaan barang/jasa yang dalam menghadapi sengketa pengadaan diatur dalam pasal 117 ayat (2) pengaduan disampaikan kepada APIP (aparat pengawasan internal pemerintah) dan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/Jasa Pemerintah). Tidak dijelaskan apakah APIP hanya meliputi Inspektorat/Inspektorat Jenderal atau juga meliputi BPK dan BPKP. Pengaduan harus disertai bukti-bukti kuat yang terkait langsung dengan materi pengaduan. Ayat (3) menyatakan APIP dan LKPP menindaklanjuti pengaduan sesuai kewenangannya. Ayat (4) menyatakan hasil tindak lanjut pengaduan dapat dilaporkan kepada instansi yang berwenang dalam hal diyakini terdapat indikasi KKN yang akan merugikan keuangan negara. Ayat (5) menyatakan instansi yang berwenang dapat menindaklanjuti pengaduan setelah kontrak ditandatangani dan terdapat indikasi adanya kerugian negara. Pasal 118 sampai dengan pasal 124 mengatur lebih lanjut tentang pasal 117. Dari uraian ini bisa diambil kesimpulan bahwa seluruh pengaduan tentang sengketa pengadaan barang/jasa seharusnya ditangani pertama kali oleh APIP/LKPP, sedangkan instansi berwenang bekerja setelah ada pelimpahan dari APIP/LKPP.

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 seharusnya mempedomani peraturan yang menjadi konsiderannya.

Bila kita buka UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 1 tentang pengertian Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Penyelesaian kerugian negara/daerah diatur dalam pasal 59-67. Pasal 60 dan 61 ayat (1) menyatakan setiap kerugian negara/daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala daerah dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 62 menyatakan pengenaan ganti rugi kerugian negara/daerah ditetapkan oleh BPK dan apabila ditemukan unsur pidana maka BPK menindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku (dalam penjelasan disebutkan menyampaikan kepada instansi yang berwenang).. Penjelasan pasal 59 disebutkan Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai negeri/pejabat negara pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya. Dan Dari uraian ini bisa disimpulkan bahwa kerugian negara/daerah ditangani pertama kali oleh BPK dan bila ditemukan unsur pidana baru ditindaklanjuti kepada instansi yang berwenang sesuai peraturan.