Minggu, 27 Agustus 2023

MENUJU 10 TAHUN PEMERINTAHAN DESA


Desa atau sebutan lain di berbagai daerah telah hadir jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Negara menghormati keberadaan tersebut dan memberikan jaminan keberlangsungan Pemerintahan Desa dalam kerangka dan koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 pasal 18 B ayat (2) disebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang.

 Dalam sejarah Negara Republik Indonesia, telah ditetapkan beberapa Undang-Undang tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Untuk menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam membangun Desa maka dibentuklah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Walaupun dalam kenyataannya sebagian regulasi tentang Desa justru lebih banyak diatur oleh Kementerian Dalam Negeri.

 Tanpa terasa UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa akan berumur 10 tahun, tepatnya pada tanggal 15 Januari 2014 nanti. Dalam usia 10 tahun tentunya sudah cukup banyak hal yang perlu disempurnakan baik dari segi regulasi, struktur organisasi, rekrutmen SDM dan tata kelola kenegaraan Desa.

 Ada beberapa persoalan kontemporer dan empiris yang menjadi persoalan dalam tataran mikro namun harus diselesaikan secara makro dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang kabarnya sedang dalam proses revisi di DPR RI. Persoalan-persoalan tersebut antara lain sebagai berikut :

 I.     REFORMULASI REKRUTMEN KEPALA DESA

1.    E-VOTING PILKADES

Pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak secara bergelombang maksimal 3 kali dalam periodesasi Kepala Daerah. Pelaksanaan pemilihan Kepala Desa ini cukup menguras tenaga semua pihak baik Pemerintahan Desa, Pemerintahan Daerah maupun pihak otoritas keamanan. Secara anggaran juga sangat menguras anggaran APBD Pemerintah Daerah maupun APBDes Pemerintah Desa. Belum lagi tahapan waktu yang hampir memakan setengah dari masa pelaksanaan anggaran alias kurang lebih 6 bulan tentu akan sangat mengganggu pelaksanaan pembangunan Desa. Kondisi ini harus dirubah dalam kerangka berfikir efisiensi baik efisiensi anggaran, efisiensi waktu, efisiensi pembangunan dan efisiensi pengamanan. Harus dilakukan digitalisasi pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dari metode konvensional menjadi metode digital alias e-voting. Dari segi teknologi tidak terlalu sulit. Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri bisa bekerjasama dengan salah satu perguruan tinggi yang memiliki Fakultas IT untuk mendesain aplikasi e-voting pemilihan Kepala Desa dan sebagai pilot project diujicobakan pada salah satu Desa dengan tingkat kesiapan data kependudukan paling lengkap namun hal ini baru bisa diujicobakan setelah pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak. Untuk persiapan anggaran aplikasi e-voting pemilihan Kepala Desa sudah bisa difikirkan mulai dari sekarang. Ilmu dan teknologi harus diterapkan ke masyarakat, jangan hanya terkungkung di balik tembok dan menara kampus.  

2.    UJI KOMPETENSI

Harus diakui bahwa jabatan Kepala Desa adalah jabatan politis tingkat Desa. Tidak diperlukan kompetensi akademik yang terlalu tinggi untuk menduduki jabatan Kepala Desa. Namun di sisi lain, regulasi dan tata kelola Pemerintahan Desa semakin lama semakin rumit untuk dimengerti oleh kalangan masyarakat berpendidikan rendah. Sehingga perlu difikirkan untuk meningkatkan kualitas SDM Kepala Desa tanpa harus membuat kriteria yang diskriminatif terhadap persyaratan menjadi calon Kepala Desa. Metode Uji Kompetensi bisa menjadi metode alternatif untuk menjaring bakal calon Kepala Desa terbaik. Uji kompetensi cukup dilaksanakan selama setengah jam dengan jumlah soal 30 soal bersifat pilihan ganda dan bersifat open book dengan materi Peraturan Pemerintahan Desa. Uji kompetensi menghasilkan 5 calon terbaik untuk bertarung di pemilihan Kepala Desa. Uji kompetensi bisa meminimalisir keampuhan politik uang. Kenapa minat kalangan terdidik masih rendah untuk menjadi Kepala Desa di Desa masing-masing salah satunya dikarenakan masih saktinya politik uang dalam memenangkan pemilihan Kepala Desa. Dengan adanya Uji Kompetensi maka akan memberikan harapan kepada kalangan terdidik di Desa untuk optimis bisa memenangkan kompetensi pemilihan Kepala Desa.

3.    DIKLAT AWAL JABATAN

Pasca pemilihan Kepala Desa dan sebelum dilaksanakan pelantikan Kepala Desa selayaknya Kepala Desa terpilih untuk menjalani pendidikan dan pelatihan awal masa jabatan selama 1 minggu secara terisolasi dengan tujuan agar Kepala Desa terpilih memperoleh wawasan dan keterampilan tentang kepemimpinan dan manajemen Pemerintahan Desa.

 II.      REFORMULASI STRUKTUR ORGANISASI

1.    SEKRETARIAT DESA

Sebagai sebuah Pemerintahan maka sudah seharusnya Pemerintah Desa memiliki staf permanen. Apabila dipandang PNS masih sulit untuk direalisasikan, paling tidak Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan masa ikatan kerja yang sama dengan periodesasi Kepala Desa bisa direalisasikan. Ketiadaan staf permanen ini sangat terasa pada Sekretariat Desa yang mengurusi anggaran, aset dan pertanggungjawaban/audit. Apabila dimungkinkan maka Kepala Daerah harus membantu Kepala Desa dengan menugaskan PNS di lingkungannya untuk menjadi Sekretaris Desa sehingga penatausahaan Pemerintahan Desa bisa ditangani dengan baik dan tidak menjadi bulan-bulanan kelompok masyarakat dengan membuat pengaduan kepada Aparat Penegak Hukum tentang dugaan penyimpangan keuangan Desa dan pembangunan Desa.  

2.    SELEKTIFITAS PERANGKAT DESA

Dari regulasi tentang keuangan Desa, pembangunan Desa, aset Desa dan pengawasan Desa sangat terasa betapa diperlukannya kualitas Perangkat Desa yang dibutuhkan setara kemampuannya dengan PNS. Oleh karena itu walaupun pengaturan kewajiban seleksi Perangkat Desa sudah dibuat namun masih bersifat terlalu umum sehingga masih bisa ditembus oleh godaan penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Desa sehingga walaupun bersifat seleksi terbuka namun kenyataannya baik keluarga maupun pertemanan masih mendominasi jabatan Perangkat Desa. Regulasi Seleksi Perangkat Desa harus lebih diatur sedemikian teknis bahkan sampai kepada materi dan cara ujian kompetensinya harus diatur sedemikian teknis sehingga Kepala Desa maupun pihak-pihak tertentu tidak bisa mengintervensi seleksi Perangkat Desa dan bisa menghasilkan Perangkat Desa terbaik untuk mengelola Pemerintahan Desa yang semakin lama semakin menuntut kompetensi yang semakin tinggi.

3.    PERANGKAT DESA TEKNIS

Jabatan Perangkat Desa perlu diperbanyak dengan melakukan inventarisasi potensi daerah yang dimiliki. Apabila Desa tersebut kemiliki potensi besar di bidang pertanian maka wajib dibentuk jabatan Kepala Seksi Pertanian. Demikian juga potensi Desa lainnya sehingga memungkinkan dibentuk jabatan Kepala Seksi Peternakan, Kepala Seksi Kelautan, Kepala Seksi Perikanan, Kepala Seksi Pariwisata dan lain sebagainya.

4.    PENDAMPING DESA JADI STAF AHLI KEPALA DESA

Posisi Pendamping Desa sangat strategis dalam membantu Kepala Desa. Namun masih ditemukan satu orang Pendamping Desa harus menangani beberapa Desa sehingga tidak memiliki waktu yang penuh dalam mendampingi Kepala Desa. Perlu difikirkan untuk menambah jumlah Pendamping Desa menjadi satu Pendamping Desa untuk 1 Desa. Serta dimerger dalam Pemerintahan Desa menjadi Staf Ahli Kepala Desa. Dengan menjadi Staf Ahli Kepala Desa maka Pendamping Desa tersebut mEnjadi wajib berkantor di Kantor Desa setiap hari mendampingi Kepala Desa dalam menjalankan Pemerintahan Desa.

5.    UNIT PENGAWASAN INTERNAL BERSERTIFIKAT

Salah satu kelemahan dari struktur Pemerintahan Desa adalah tidak adanya Unit Pengawasan Internal. Hal ini harus menjadi perhatian Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri dikarenakan fungsi pengawasan yang diserahkan kepada Inspektorat Pemerintah Daerah sangat kurang maksimal dikarenakan terutama jauhnya rentang kendali antara kantor Inspektorat Pemerintah Daerah dengan kantor Desa sehingga pengawasan melekat sangat sulit dilaksanakan. Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri perlu membentuk struktur dan staf Internal Audit pada seluruh Pemerintah Desa dengan melakukan rekrutmen dan pelatihan dengan kriteria yang ketat bekerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembagunan (BPKP). Untuk menjaga independensinya maka gaji beserta tunjangan internal audit Desa jangan berasal dari APBDes namun langsung dari Kementerian Desa.

 III.   REFORMULASI PERIODESASI JABATAN

Periodesasi Jabatan merupakan hal krusial. Periodesasi jabatan dengan masa 6 tahun masa jabatan untuk 3 kali periodesasi dirasakan terlalu lama dan sangat memungkinkan terjadinya pejabat yang otoriter dan diktator. Periodesasi jabatan Kepala Desa cukup 2 kali periode dan serentak dengan pengangkatan dan pemberhentian Badan Permusyawaratan Desa dan Perangkat Desa. Kelemahan pada regulasi tentang Perangkat Desa membuat semua Perangkat Desa merasa tidak bisa digantikan walaupun Kepala Desa telah berganti. Periodesasi serentak pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Perangkat Desa hanya 2 kali periode sangat diperlukan agar proses regenerasi dan kaderisasi di Pemerintahan Desa berjalan dengan baik.

 IV.   REFORMULASI TRIAS POLITIKA

Pemerintahan Desa sudah memiliki fungsi dan struktur eksekutif dan legislatif. Namun fungsi judikatif belum ada secara struktur dan masih dijalankan oleh Kejaksaan Negeri dan Kepolisian Resort tingkat kabupaten. Kepolisian sudah memiliki struktur Kepolisian Sektor di tingkat kecamatan namun secara fungsi belum ada kewenangan judikatif. Demikian juga Kejaksaan Negeri sudah memiliki struktur Cabang Kejaksaan Negeri yang membawahi beberapa kecamatan namun dirasa masih kurang untuk menjalankan fungsi judikatif sehingga perlu difikirkan untuk memperbanyak struktur Kacabjari di daerah. Di samping fungsi judikatif juga untuk menjalankan fungsi pencegahan dan pendampingan.  Tidak adanya struktur judikatif yang bersentuhan langsung dengan Pemerintahan Desa membuat Pemerintah Desa terlalu bebas dan menganggap diri mereka kebal hukum.

 V.      REFORMULASI PENGGAJIAN

Rendahnya gaji dan tunjangan Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Perangkat Desa menjadi faktor utama tingginya keinginan untuk melakukan penyalahgunaan anggaran Desa. Oleh karena itu perlu difikirkan untuk melakukan penyetaraan gaji dan tunjangan Pemerintahan Desa menjadi setara dengan jabatan setingkat Eselon IV. Kepala Desa dan Ketua BPD disetarakan dengan gaji/tunjangan Eselon IV/A sedangkan Perangkat Desa dan Anggota BPD disetarakan dengan gaji/tunjangan Eselon IV/B. sumber penggajian tentunya harus ditanggung oleh Pemerintah Pusat dalam berbentuk Dana Perbantuan dari Kementerian Desa sehingga tidak membebani APBD Pemerintah Daerah karena Pemerintah Daerah juga memiliki banyak kebutuhan anggaran untuk pembagunan daerah.

 Demikian beberapa persoalan empiris kontemporer yang perlu diselesaikan secara regultif dan sistematik sehingga tujuan bernegara dengan membentuk Pemerintahan Desa bisa memberi manfaat kepada rakyat banyak. Bukan justru malah menjadi masalah baru atau terkesan menjadi pemindahan korupsi ke Pemerintah Desa.

 Desa Kuat Rakyat Sejahtera.

***

 


Minggu, 12 Februari 2023

Kredit Usaha Rakyat dan Swa Sembada Pangan

 

Program Kredit Usaha Rakyat yang biasa dikenal dengan KUR digagas pada masa pemerintahan Presiden SBY dan diteruskan sampai dengan sekarang ini. Kredit Usaha Rakyat berbentuk kredit kepada para pelaku usaha mikro kecil menengah dengan jaminan pemerintah atau dengan kata lain pelaku usaha tidak perlu memberikan jaminan atau agunan sebagaimana layaknya kredit biasa. Kredit Usaha Rakyat  dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan permodalan usaha dalam rangka pelaksanaan percepatan pengembangan sektor ril dan pemberdayaan UKM. Kredit Usaha Rakyat menyentuh sektor usaha pertanian, perikanan, kelautan, kehutanan perindustrian dan perdagangan. Perbankan penyalur Kredit Usaha Rakyat sudah mencapai 46 penyalur yang terdiri atas bank pemerintah, bank swasta, bank pembangunan daerah, perusahaan pembiayaan dan koperasi dengan bank penyalur terbesar yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia dan Bank Syariah Indonesia. Program Kredit Usaha Rakyat didukung 10 lembaga penjamin kredit yang bertujuan mendukung prinsip kehati-hatian selama masa penyaluran pembiayaan kepada masyarakat.

 Pada tahun 2023 pemerintah menaikkan target penyaluran Kredit Usaha Rakyat menjadi Rp.460 trilyun. Naik 23,32 % dari tahun 2022 yang sebesar Rp.373 trilyun. Total debitur sebanyak 7,62 juta debitur dengan nilai penyaluran Rp. 356,32 trilyun yang terbagi dalam kategori KUR mikro 66,41 %, KUR usaha kecil 31,84 %, KUR super mikro 1,74 % dan KUR pekerja migran di bawah 1 %. Sampai dengan Desember 2022 nilai sisa pinjaman yang belum dikembalikan oleh seluruh debitur mencapai Rp. 476 trilyun dengan rasio kredit bermasalah sebanyak 1,1 %.

 Suku bunga kredit usaha rakyat dengan plafon di bawah Rp10 juta sebesar 3 % pertahun dan di atas Rp.10 juta sebesar 6 % pertahun. Hingga kini plafon tertinggi Kredit Usaha Rakyat sudah mencapai Rp.500 juta dengan tenggang waktu masa pengembalian 5 tahun.

 Dengan uraian di atas tentunya harus diimbangi dengan sosialisasi yang masif agar fasilitas Kredit Usaha Rakyat bisa menyentuh seluruh usaha mikro kecil menengah sehingga bisa membantu permodalan dan pengembangan usaha rakyat.

 Di sisi lain, kita masih dihadapkan kepada tingginya angka impor komoditi pertanian. Bila dilihat dengan luasnya wilayah nusantara serta tingginya potensi alam untuk pengembangan pertanian dan besarnya jumlah sumber daya manusia yang ada maka sudah tidak wajar apabila kita masih harus mengimpor bahan komoditi pertanian. Pada tahun 2021 kita mengimpor beras sebanyak 407.741,4 ton, kedelai sebanyak 2.489.690 ton, gula sebanyak 5.455.144 ton, garam sebanyak 2.831.081 ton, daging lembu/kerbau sebanyak 273.532 ton, gandum sebanyak 11.172 ribu kilogram ton, tembakau sebanyak 116.931 ribu kilogram, pupuk sebanyak 8.123 ribu ton, buah-buahan sebanyak 775.422 ribu kilogram, sayur-sayuran sebanyak 969.503 ribu kilogram. Dan masih banyak komoditi pertanian yang harus diimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.

 Data impor komoditi pertanian di atas tentu membuat terkuras anggaran devisa negara. Seharusnya manajemen pertanian bisa direkayasa sehingga seluruh komoditi pertanian tersebut bisa diproduksi di dalam negeri yang sangat luas dengan tanah dan lautan.  Salah satu modal besar yang bisa dimanfaatkan adalah Kredit Usaha Rakyat. Manajemen tata kelola Kredit Usaha Rakyat harus disesuaikan dengan pola tanam dan pola panen sehingga para petani bisa memakai fasilitas Kredit Usaha Rakyat untuk memperluas kapasitas produksi pertaniannya. Juga harus dibuka peluang terhadap petani baru dengan lahan dan pola tanam yang masih baru.

 Selama ini fasilitas Kredit Usaha Rakyat setelah memperoleh pinjaman, petani sudah harus membayar cicilan kredit mulai bulan pertama sementara sawah, kebun dan ladangnya baru saja ditanami dan belum bisa menghasilkan. Ini perlu disesuaikan di mana pola dan waktu cicilan disesuaikan dengan jadwal panen. Misalnya hasil panen secara berkala sekali tiga bulan maka pola cicilan Kredit Usaha Rakyat juga sekali tiga bulan. Misalnya hasil panen kebun baru mulai berbuah pada tahun ketiga maka pola cicilan Kredit Usaha Rakyat juga mulai di tahun ketiga. Penyesuaian antara pola panen pertanian dengan pola cicilan Kredit Usaha Rakyat akan sangat mendukung minat para petani untuk memakai Kredit Usaha Rakyat dalam meperluas kapasitas produksi pertaniannya. Juga akan mengundang minat calon petani baru untuk berkecimpung di usaha pertanian. Dengan meningkatnya kapasitas produksi pertanian akan mendukung upaya swasembada pangan. Agar pemakaian anggaran kredit bisa efisien maka pemerintah melalui para penyuluh pertanian yang ada di setiap desa harus mendampingi seluruh petani agar tidak terjadi gagal panen atau gagal produksi.

 Pertanian sehat negara kuat.

 Salam reformasi

 Rahmad Daulay

 12 Februari 2023.

 ***

Minggu, 11 Desember 2022

Sekeping Asa Di Hari Anti Korupsi Sedunia

Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link berikut : https://birokratmenulis.org/sekeping-asa-di-hari-anti-korupsi-sedunia/

Hari Anti Korupsi Sedunia adalah sebuah kampanye global yang diperingati setiap tanggal 9 Desember setiap tahun untuk meningkatkan kesadaran publik agar bersikap anti korupsi. Di tahun 2022 dilaksanakan peringatan hari anti korupsi di berbagai daerah yang dimotori oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan thema : “Indonesia Pulih Bersatu Lawan Korupsi” 

Korupsi adalah perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum yang mencederai keadilan masyarakat secara formil dan materil. Korupsi juga dipandang sebagai suatu perilaku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatan bernegara di mana untuk memperoleh keuntungan materi yang menyangkut perorangan, keluarga dekat, kelompok dengan melanggar aturan pelaksanaan perundang-undangan. World Bank pada tahun 2000 mendefenisikan korupsi sebagai : “Penyalahgunaan Kekuasaan Publik Untuk Kepentingan Pribadi”.

Secara umum ada 2 jenis korupsi yaitu korupsi birokrasi dan korupsi politik. Korupsi birokrasi berbentuk menerima atau meminta suap dari masyarakat dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Sedangkan korupsi politik adalah dilakukan berkaitan dengan tahapan atau kepentingan yang berhubungan dengan politik dalam jumlah yang cukup besar.

Kondisi yang mendukung munculnya korupsi adalah kurangnya transparansi pengambilan keputusan, lingkungan tertutup, lemahnya tertib hukum, kurangnya kebebasan berpendapat, penghasilan yang tidak mencukupi, politik biaya tinggi, politik transaksional, sikap pesimis terhadap pemberantasan korupsi, kurangnya kapasitas dan tidak efisiennya sistem politik dan birokrasi.

Dari semua uraian singkat di atas, serta dengan formalitas perayaan anti korupsi sedunia yang dilaksanakan setiap tahun. Ada pertanyaan tersembunyi dari dalam hati setiap rakyat : “Setelah perayaan lalu apa yang akan dilakukan ?” Apakah akan sama dengan perayaan yang lain, gegap gempita kemudian perlahan terlupakan ? Berapa biaya yang habis untuk perayaaan yang pada akhirnya tidak merubah keadaan ?

Kita semua sepakat bahwa korupsi harus dimusnahkan dari muka bumi pertiwi. Bahkan para koruptor pun ikut sepakat. Permasalahannya dimulai dari mana ?  Apakah dalam sebuah kontestasi politik bisa menang apabila tanpa politik uang ? Bagaimana pada promosi jabatan, tender proyek, perijinan usaha besar ? Banyak pertanyaan empiris yang membuat pesimisme di kalangan masyarakat untuk bisa berperilaku anti korupsi.

Banyak harapan tertuju kepada KPK. Dari sekian banyak harapan tersebut tentunya kita berharap KPK lebih berkonsentrasi kepada induknya korupsi yaitu pemilu. Kita belum mendengar apa gebrakan yang akan dilakukan KPK terhadap pemilu serentak tahun 2024 yang akan datang. Dengan momentum Hari Anti Korupsi Sedunia kita berharap KPK bisa melahirkan gebrakan baru baik dari sisi kapasitas SDM, tahapan, biaya serta jurus anti politik uang.

Di beberapa sistem pemerintahan birokrasi ternyata KPK banyak merekomendasikan digitalisasi pemerintahan. Tentunya KPK sudah semestinya juga merekomendasikan dilaksanakannya digitalisasi pemilu. Dari beberapa kali acara zoom meeting tentang digitalisasi saya sering bertanya kepada narasumber tentang peluang dilaksanakannya digitalisasi pemilu dan semua narasumber menyatakan sangat siap secara teknologi. SDM perguruan tinggi sangat siap untuk menjadi penyelenggara digitalisasi pemilu 2024.

Agar Hari Anti Korupsi tidak hanya sebatas perayaan tahunan yang menghabiskan anggaran negara, sudah selayaknya setiap tahun ada terobosan signifikan yang terjadi di setiap peringatan Hari Anti Korupsi. Untuk tahun 2022 ini kita berharap KPK mendukung upaya digitalisasi pemilu 2024. Sebagai pilot project bisa dilaksanakan di 10 kota terlebih dahulu. Kalau tidak bisa di 10 kota, bisa diperkecil di 5 kota, atau seminimalnya dilakukan di 1 kota terlebih dahulu.

Sistem kependudukan sudah terdigitalisasi, ponsel sudah hampir dimiliki seluruh rakyat, semua kelompok umur sudah familier dengan berbagai aplikasi di ponsel. Tentunya aplikasi digitalisasi pemilu 2024 sudah sangat layak untuk kita terapkan. Tinggal bagaimana KPK bisa mendorong. Waktu yang tersisa menuju pemilu serentak 2024 tentunya bisa disiasati minimal penerapan digitalisasi pemilu pada 1 kota sebagai pilot project.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

9 Desember 2022.

***


Sabtu, 14 Mei 2022

Optimalisasi Layanan BPJS Kesehatan

UUD 1945 mengamanatkan tujuan negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam Perubahan Keempat UUD 1945 tujuan tersebut semakin dipertegas dengan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi kesejahteraan seluruh rakyat. Sistem jaminan sosial nasional bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat yang menyeluruh dan terpadu. Untuk mewujudkannya dibentuk badan penyelenggara berbadan hukum berdasarkan prinsip gotong royong, nirlaba, bersifat wajib dan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

Penyusunan UU nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS merupakan pelaksanaan dari UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk memberikan kepastian hukum bagi pembentukan BPJS dalam pelaksanaan jaminan sosial bagi seluruuh rakyat. Dilakukan transformasi beberapa kelembagaan seperti PT Askes, PT Jamsostek, PT Taspen dan lainnya dengan pengalihan peserta, program, aset, pegawai dan lain sebagainya. Dibentuklah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Untuk menterjemahkan lebih lanjut maka diterbitkan Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang telah dirubah dengan Peraturan Presiden nomor 75 thun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan juga telah dirubah dengan Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dari 108 pasal yang ada di dalamnya ada beberapa pasal yang perlu mendapat perhatian khusus untuk memaksimalkan layanan BPJS Kesehatan dalam memberi layanan jaminan kesehatan.

Pada Pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa setiap penduduk wajib ikut serta dalam program jaminan kesehatan. Pada Pasal 15 ayat (1) disebutkan setiap pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja wajib mendaftarkan diri pada BPJS kesehatan. Hal ini tidak efisien dan membuat layanan kesehatan masyarakat menjadi terganggu justru di saat-saat layanan kesehatan sangat dibutuhkan. Harus kita akui bahwa masih banyak rakyat yang kurang kesadarannya untuk mengurus kepesertaan BPJS Kesehatan dikarenakan merasa tidak mampu membayar iuran padahal apabila rakyat merasa tidak mampu maka akan masuk dalam kategori penerima bantuan iuran (PBI) yang mana iuran tidak dibayar oleh rakyat tapi dibayar oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Ketika rakyat yang bukan peserta BPJS ini sakit berat dan memerlukan fasilitas layanan BPJS Kesehatan maka dilakukanlah pendaftaran kepesertaan. Namun ternyata pembayaran iuran pertama paling cepat 14 hari kalender dan baru di saat itu hak dan manfaat jaminan kesehatan bisa diperoleh. Sehingga apabila rakyat sakit masuk IGD sekaligus mendaftar kepesertaan BPJS Kesehatan di hari pertama sakit maka pada hari keempat belas baru bisa mendapat fasilitas BPJS Kesehatan dan pada 13 hari pertama harus membayar sendiri semua biaya perobatan. Ini tentu belum sejalan dengan spirit pembentukan jaminan sosial nasioal melalui BPJS Kesehatan. Oleh karena itu harus dilakukan perubahan sistem tata cara kepesertaan BPJS Kesehatan dari semula rakyat harus mendaftarkan diri dirubah menjadi kepesertaan otomatis. Semua rakyat yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan diotomatiskan mendapat kepesertaan BPJS Kesehatan dengan cara link data antara database BPJS Kesehatan dengan database aplikasi kependudukan. Kartu peserta BPJS Kesehatan dibagikan secara gratis ke seluruh rakyat melalui struktur negara terendah seperti kepala desa, kepala dusun, kepala lingkungan, ketua RT RW. Dengan demikian ketika rakyat mendadak sakit sudah bisa langsung mendapat layanan BPJS Kesehatan. Kalaupun ada yang tercecer dan belum terdata dengan baik ketika ada rakyat yang belum mempunyai kartu kepesertaan BPJS Kesehatan dan mendadak sakit atau sakit berat maka pada hari pertama pendaftaran kepesertaan BPJS sudah harus bisa mendapatkan fasilitas layanan BPJS Kesehatan. Semua prosedur yang bertentangan dengan prinsip efisiensi dan efektifitas harus dihapus demi kesehatan rakyat Indonesia.

Pada Pasal 32 ayat (1) disebutkan batas tertinggi gaji atau upah perbulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran sebesar Rp. 12.000.000 dan batas terendah sebesar upah minimum kabupaten/kota. Hal ini tentunya akan sangat mengurangi total pendapatan BPJS Kesehatan dari iuran peserta penerima gaji/upah. Dengan gaji/upah Rp. 12.000.000 perbulan maka akan diperoleh iuran sebesar 5 % atau Rp. 600.000 perbulan. Sebagaimana kita ketahui para penerima gaji/upah di atas Rp. 12.000.000 perbulan jumlahnya banyak sekali baik pada instansi pemerintah maupun swasta. Seperti pada pemerintah daerah, sebagian eselon III ada yang penghasilan perbulannya melebihi Rp. 12.000.000. Semua eselon II dan eselon 1 penghasilan total perbulannya sudah melebihi Rp. 12.000.000. Pejabat negara sebagian besar penghasilan perbulannya sudah melebihi Rp. 12.000.000. Karyawan swasta yang berasal dari sarjana penghasilan perbulannya sudah melebihi Rp. 12.000.000. Bahkan yang memiliki penghasilan melebihi ratusan juta juga tidak sedikit. Maka batas tertinggi penghasilan perbulan hanya sebesar Rp. 12.000.000 ini sangat menodai rasa keadilan publik. Pasal ini harus dicabut. Tidak boleh ada batas tertinggi tapi semua penghasilan di atas UMR wajib menjadi dasar perhitungan besaran iuran. Bila total penghasilan perbulannya Rp. 12.000.000 maka dikenakan iuran 5 % atau Rp. 600.000. Bila total penghasilan perbulannya Rp. 100.000.000 maka dikenakan iuran 5 % atau Rp. 5.000.000. Bila total penghasilan pebulannya Rp. 500.000.000 maka dikenakan iuran 5 % atau Rp. 25.000.000. Bila penghasilan perbulannya fluktuatif seperti pada jenis pekerjaan tertentu di swasta seperti sales marketing maka dikenakan iuran 5 % asalkan di atas UMR. Pokoknya berapapun penghasilan perbulannya dikenakan iuran 5 % asalkan di atas UMR dengan komposisi 1 % dibayar si pekerja dan 4 % dibayar instansi pemberi kerja. Dengan sistem seperti ini maka pasal 29 yang mengatur tentang iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang dibayar oleh pemerintah atau pemerintah daerah bisa diturunkan dengan catatan neraca keuangan BPJS Kesehatan tidak defisit.   

Pada Pasal 46 menjelaskan manfaat yang dijamin. Berarti ada manfaat yang tidak dijamin sebagaimana dijelaskan pada Pasal 52. Ini jelas tidak sejalan dengan spirit jaminan kesehatan nasional. Semua jenis layanan puskesmas dan rumah sakit baik penyakit, obat dan lain sebagainya wajib diperoleh semua rakyat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Kantor Cabang BPJS pada umumnya masih mengkontrak terutama yang berada di kabupaten. Biaya kontrakan ini tentunya menjadi beban biaya tersendiri. Apalagi  akan ada dua kantor BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk efisiensi dan efektifitas maka sebaiknya semua RSUD wajib menyediakan ruangan yang memadai untuk menjadi kantor BPJS Kesehatan di seluruh daerah. Dan struktur BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dimerger saja menjadi satu dan layanan ketenagakerjaan dijadikan bagian dari BPJS Kesehatan. Jadi cukup hanya satu BPJS.

Untuk kedisiplinan pembayaran iuran memang sering sekali terjadi penunggakan terutama kepada peserta bukan penerima upah. Terkadang bukan dikarenakan niat tidak baik seperti sengaja tidak mau membayar namun terkadang dikarenakan kesibukan maka sering kelupaan. Oleh karena itu maka perlu dilakukan proses peringatan sebagaimana terjadi pada layanan kartu kredit yang apabila kita lupa membayar cicilan bulanan kartu kredit maka pemilik kartu kredit akan mendapat telpon peringatan. Demikian juga pada tunggakan pembayaran iuran BPJS Kesehatan perlu dibuat telpon peringatan untuk membayar tunggakan yang mana apabila setelah diberikan telpon peringatan ternyata belum juga terjadi pembayaran maka perlu diatur kerjasama dengan perbankan untuk melakukan proses autodebet terhadap rekening peserta apabila saldonya mencukupi.

Peraturan dan pengaturan dibuat untuk menjamin dan memudahkan pencapaian sebuah cita-cita. Peraturan dan pengaturan BPJS seharusnya lebih mnjamin dan lebih memudahkan tercapainya cita-cita layanan jaminan kesehatan nasional. Regulasi harus terus disempurnakan melalui pengalaman, pengamatan dengan kreatifita dan inovasi.

Rakyat adalah pemilik negara ini. Rakyat sehat negara kuat.

Salam reformasi.

14 mei 2022.

*   *   *

Jumat, 13 Mei 2022

Dominasi Otak Kanan Kiri Dalam Manajemen SDM Untuk Mencapai Efisiensi Birokrasi.

(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link  https://birokratmenulis.org/dominasi-otak-kanan-dan-otak-kiri-dalam-manajemen-sdm-untuk-mencapai-efisiensi-birokrasi/

Otak merupakan bagian terpenting tubuh manusia dalam menjalankan kelangsungan hidup. Otak manusia berada dalam kepala dilindungi tempurung tengkorak memiliki struktur yang sangat rumit, lunak berair dan sangat rentan terhadap benturan. Orang yang sudah pernah terbentur kepalanya baik dikarenakan jatuh, kecelakaan maupun olah raga berat akan mengalami gangguan dalam otak yang berakibat pada berkurangnya kemampuan berfikir. Otak manusia terdiri dari dua sisi yaitu sisi kanan dan sisi kiri. Keduanya saling terhubung secara fisik.

 Otak kanan berkaitan dengan ekspresi dan kreatifitas seperti seni, musik, visual, pikiran intuisi, isyarat nonverbal, kreasi, subjektif dan imajinasi. Dominasi otak kanan membuat seseorang cenderung menggunakan kreatifitas dalam bekerja dan memecahkan masalah, lebih banyak mengandalkan intuisi dan lebih cepat menggambarkan peta situasi hanya dengan data secukupnya. Tidak memerlukan data yang detil dan banyak, cukup dengan sampel data saja. Hal ini membuat pengambilan keputusan menjadi lebih cepat. Data yang banyak akan membuatnya mabuk.

 Otak kiri berkaitan dengan logika dan analisa seperti matematis, eksakta, objektif dan berfikir berdasarkan data/fakta. Dominasi otak kiri menyebabkan penggunaan logika rasional dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan dan memecahkan masalah dengan membutuhkan data yang banyak dan detil. Data yang sedikit membuatnya sulit mengambil keputusan. Hal ini membuat pengambilan keputusan menjadi lambat.

 Setiap orang memiliki kecenderungan pemakaian yang berbeda pada sisi otak dalam menjalani kehidupan seperti bekerja dan menyelesaikan masalah. Istilah kecenderungan dipakai dikarenakan sisi kanan dan sisi kiri otak secara fisik saling berhubungan satu sama lain namun dalam bekerja ada sisi yang lebih dominan, dominan sisi kanan atau dominan sisi kiri. Ada juga sebagian kecil orang bisa menggunakan kedua sisi secara seimbang namun jumlahnya sangat sedikit sekali.

 Dominasi sisi otak ini banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan pergaulan di samping bakat secara lahiriah. Lingkungan pergaulan dapat mempengaruhi bakat lahiriah. Lingkungan pergaulan yang salah membuat bakat lahiriah menjadi terpendam. Pergantian lingkungan pergaulan bisa mengasah bakat terpendam menjadi muncul ke permukaan. Lingkungan sekolah umumnya kurang mengakomodir pengembangan sisi kanan otak. Ketika memilih jurusan di perguruan tinggi dikarenakan tidak mempertimbangkan dominasi sisi otak menyebabkan banyak mahasiswa salah memilih jurusan sehingga mempengaruhi prestasi akademik dan pengembangan diri. Organisasi kemahasiswaan banyak membantu pengembangan dominasi sisi kanan otak sehingga lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan setelah memasuki dunia pekerjaan.  

 Dominasi pemakaian sisi otak ini terlihat dalam perilaku keseharian. Terjadi ketidakefisienan dalam bekerja dan pengambilan keputusan serta penyelesaian masalah apabila salah dalam memilih dan menempatkan SDM dalam berbagai posisi dan jabatan. Perusahaan swasta mempergunakan metode psikotest dalam tahapan seleksi calon karyawan untuk mengetahui bakat dan dominasi sisi otak untuk menyesuaikan dengan kebutuhan kapasitas SDM yang dibutuhkan. Hal ini merupakan faktor utama kenapa perusahaan swasta lebih efisien dari perusahaan negara atau birokrasi pemerintahan. Metode psikotest ini mulai diterapkan dalam seleksi jabatan pimpinan tinggi birokrasi pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah mulai dari eselon 1 A sampai eselon 2 B. Apabila ini diterapkan dengan baik dan tidak dilakukan penyimpangan atau pesanan sponsor maka pemakaian hasil psikotest ini akan sangat mendorong peningkatan efisiensi birokrasi secara drastis. Akan lebih hebat lagi apabila pemilihan pejabat di tingkatan eselon 3 dan eselon 4 serta staf mempergunakan hasil psikotest sebagai dasar penempatan dan pemilihan jabatan. Akan lebih fantastis lagi apabila psikotest ini dipergunakan dalam pemilihan kepala desa dan perangkat desa. Desa-desa akan lebih maju dan sejahtera.

 Saat ini efisiensi birokrasi baru sebatas kata-kata indah dalam pidato dan dalam kampanye politik, belum diikuti dengan realita lapangan. Paling-paling dilakukan dengan gonta ganti peraturan, tukar pasang sistem dan struktur organisasi. Padahal SDM merupakan unsur paling penting tidak dikelola dengan baik. Semua SDM memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kesalahan penempatan jabatan dan penugasan menjadi penyebab utama ketidakefisienan birokrasi. Apalagi ditambah dengan motif politik dan motif korupsi untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok. Negara-negara maju adalah negara yang mengutamakan pengembangan SDM dan efisiensi birokrasi. RRC adalah contoh mutakhir yang membuktikan keunggulan SDM dan efisiensi birokrasi menjadi modal utama kemajuan negaranya. Bahkan kini sudah unggul secara teknologi dan ekonomi mengimbangi negara Amerika Serikat dan Eropa.

 Bagaimana dengan negara kita yang kita cintai ini ? Apakah masih akan terus dengan politik berbiaya tinggi tak berkesudahan yang jauh dari kata efisiensi ? Akankah kita menuju negara gagal dan runtuh dari dalam ? Akan kita lihat pada pemilu/pilkada serentak tahun 2024. Hasil masih ditentukan oleh proses. Proses dan input akan saling mempengaruhi. Apabila proses diciptakan untuk tidak efisien maka hasilnya akan berkualitas rendah. Apabila proses diciptakan untuk tidak efisien maka input berkualitas tinggi akan kalah. Demi cita-cita kemerdekaan bangsa ini maka proses pemilu/pilkada serentak tahun 2024 agar disusun secara efektif dan efisien yang terealisasi di lapangan. Pemakaian teknologi informasi dengan melakukan pemilu/pilkada online di seluruh tahapan memberi harapan terpilihnya SDM terbaik. Atau kita hanya akan memenuhi rutinitas demokrasi yang hampa dan keropos untuk kemudian kita akan menuai sumpah serapah kebencian terhadap korupsi yang sebenarnya merupakan buah dari pilihan kita sendiri yang salah secara kolektif berjamaah.

 Salam reformasi.

 12 Mei 2022.

   *   *   *    

Rabu, 20 April 2022

Efisiensi Birokrasi dan Otonomi Daerah

(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link  https://birokratmenulis.org/penyederhanaan-birokrasi-dan-otonomi-daerah-realitas-pada-perencanaan-anggaran-pola-karir-dan-audit/)

Masih terngiang di telinga kita ketika Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan penuh semangat menyampaikan pidato pelantikan sebagai Presiden RI periode 2019-2024. Ada 5 agenda besar yang akan dibenahi dan diselesaikan dalam 5 tahun mendatang masa kepemimpinannya. Salah satu amanat dan tugas besar yang disampaikan melalui pidatonya tersebut adalah penyederhanaan birokrasi yang akan dilakukan secara besar-besaran. Prosedur yang panjang harus dipotong. Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Pertanyaan besarnya adalah sudah sejauh mana instruksi bapak Presiden ini dikerjakan oleh jajaran di bawahnya? 

 Penyederhanaan birokrasi masih terkendala pada banyaknya peraturan yang apabila dikerjakan semuanya maka waktu 8 jam kerja sehari dalam satu tahun hanya akan habis untuk mengkutak katik administrasi yang diwajibkan oleh semua peraturan tersebut dan takkan ada waktu untuk pembangunan dan pelayanan publik. Apalagi bila kita meneropong kondisi pemerintah daerah dengan otonomi daerahnya masih sangat terjebak dengan segala ketentuan dari peraturan yang lebih tinggi yang membuat gerak dan langkah otonomi daerah jauh dari efektif dan efisien. Saya coba mengkupas realita penyederhanaan birokrasi dalam bingkai otonomi daerah pada tahapan perencanaan anggaran, organisasi dan penilaian/audit. Ketidak efisienan pada perencanaan anggaran, kepegawaian dan penilaian/audit membuat waktu yang tersisa untuk pembangunan dan pelayanan publik menjadi berkurang. Dengan kata lain waktu untuk pembangunan dan pelayanan publik jauh lebih sedikit daripada waktu untuk perencanaan anggaran, proses kepegawaian dan penilaian/audit. 

 Pada perencanaan anggaran, masih berada pada bingkai UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Artinya UU ini dibuat 15 tahun sebelum perintah Presiden Joko Widodo tentang penyederhanaan birokrasi. Tanpa merubah UU nomor 25 tahun 2004 maka isu penyederhanaan birokrasi hanyalah angin lalu. Coba kita simak lebih mendalam. Tahapan perencanaan anggaran tahunan dimulai dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional. Untuk pemerintah daerah mulai dari tingkat desa sampai kabupaten. Musrenbang ini dilaksanakan pada kisaran bulan Maret-April setiap tahunnya. Kemudian dilanjutkan ke tahapan penyusunan Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) kemudian dilanjutkan ke penyusunan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) kemudian dilanjutkan dengan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) kemudian dilanjutkan dengan penyusunan Rancangan Penjabaran APBD. Dari sini saja mulai dari Musrenbang sampai lahirnya APBD melewati 4 tahapan. Di pertengahan tahun ada lagi proses penyusunan Rancangan Perubahan APBD yang didahului sebelumnya dengan Perubahan RKPD, Perubahan KUA-PPAS. Berapa bulan waktu yang dihabiskan untuk memperoleh APBD dan Perubahan APBD ? Apakah ini sudah sejalan dengan Instruksi Presiden Joko Widodo tentang penyederhanaan birokrasi ?

 Saya pribadi memandang bahwa tahapan penyusunan RKPD dan KUA-PPAS merupakan langkah atau tahapan yang tidak efisien. Kedua tahapan ini dihapuskan saja. Tahapan perencanaan anggaran cukup dengan Musrenbang setelah itu langsung dilakukan penyusunan Rancangan APBD. Musrenbang dilakukan di bulan september, penyusunan Rancangan APBD dilakukan di bulan Oktober, pembahasan Rancangan APBD di DPRD dilakukan di bulan November dan penyusunan Penjabaran APBD dilakukan di bulan Desember. Dengan demikian maka di bulan Januari sudah bisa dilakukan tender proyek atau proses pengadaan/penunjukan langsung untuk proyek kecil. Dengan efisiensi model seperti ini maka Badan Perencanaan Pembangunan Daerah bisa dimerger dengan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah menjadi satu perangkat daerah.

 Pada pengelolaan organisasi maupun pengisian jabatan masih banyak ditemukan ketidakefisienan. Untuk penyusunan organisasi mempedomani Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2019. Penempatan jabatan dalam organisasi diatur dengan UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2020. Salah satu ketidakefisienan dalam organisasi dan kepegawaian adalah tidak adanya pola promosi jabatan dan pola karir yang diatur secara nasional sehingga mutasi jabatan terjadi tidak teratur waktunya dan tidak teratur pola promosinya. Seseorang bisa diangkat dalam jabatan dan bisa dicopot dari jabatan tanpa alasan yang jelas. Bisa ditempatkan pada posisi yang belum tentu sesuai dengan kapasitas, pengalaman dan latar belakang disiplin ilmu yang dimilikinya. Ketiadaan pola promosi jabatan dan pola karir ini membuat banyak PNS stres dan harus menempuh jalan di luar peraturan untuk memperoleh jabatan seperti pendekatan pribadi ataupun pendekatan kelompok bahkan pendekatan politik yang ternyata jauh lebih efektif daripada yang sudah digariskan pada UU nomor 5 tahun 2014 maupun PP nomor 72 tahun 2019. Ketiadaan pola promosi jabatan dan pola karir ini membuat karir PNS menjadi zigzag dan tidak bisa melahirkan birokrat yang tangguh seperti di zaman orde baru. Ini sangat berpengaruh pada kulitas kerja dan kualitas pelayanan publik yang pada akhirnya berpengaruh pada pencapaian kualitas pembangunan daerah. Oleh karena itu bila organisasi dan kepegawaian akan diefisienkan maka tidak ada jalan lain pola promosi jabatan dan pola karir harus diatur secara ketat dan terstandarisasi secara nasional sebagaimana kita lihat pada organisasi TNI dan Polri yang memiliki pola promosi jabatan dan pola karir yang jelas dan terstruktur secara nasional sehingga bisa melahirkan pemimpin yang tangguh dan profesional dalam menjalankan tugas negara.

 Pada tahapan penilaian dan audit, perlu dilakukan penyederhanaan baik kelembagaan maupun jenis serta metode audit. Lembaga audit mulai dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Daerah (provinsi, kabupaten dan kota). Model dan metode penilaian maupun audit mulai dari reviu yang semakin lama semakin banyak ragamnya, audit reguler internal, audit reguler eksternal, Laporan Pelaksanaan Pemerintah Daerah (LPPD), Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah (LAKIP), Evaluasi Reformasi Birokrasi, Monitoring Center for Prevention (MCP) KPK dan entah apa lagi di mana masing-masing instansi membuat metode penilaian dan audit masing-masing. Hal ini perlu disederhanakan dengan melakukan merger dan spesialisasi tugas penilaian dan audit. Semua jenis reviu dihapuskan saja karena reviu ini dilakukan terkesan dikarenakan ketidakpercayaan terhadap kualitas kinerja pejabat daerah. Serahkan saja sepenuhnya tanggung jawab tersebut kepada si pejabat daerah atas semua resiko yang akan ditanggungnya apabila terjadi penyimpangan. Apabila pola promosi jabatan dan pola karir telah berjalan dengan baik maka produk kerja pejabat juga akan semakin baik. Keberadaan dari begitu banyaknya reviu saat ini tidak berdampak pada perbaikan kinerja birokrasi dan hanya terkesan sebagai sebuah tahapan baru yang bersifat seremoni dan formalitas prosedural belaka. Tidak menambah efisien justru menambah ketidakeifisienan dan keterlambatan. Demikian juga beberapa bentuk penilaian seperti SAKIP, LPPD, MCP KPK, evaluasi Reformasi Birokrasi dan lainnya digabungkan saja menjadi satu penilaian yang terintegrasi. Terlalu banyaknya bentuk penilaian sangat tidak efisien.

 Mimpi indah tentang efisiensi birokrasi pada tiga tahapan di atas apabila dijalankan dengan baik akan merubah wajah birokrasi pemerintah daerah. Persentase pembangunan dan pelayanan publik akan meningkat drastis.

 Salam reformasi

 20 April 2022

 ***      

HUT Kabupaten Madina ke-23 : Refleksi Prioritas Pembangunan

Tak terasa pada tanggal 9 Maret 2022 Kabupaten Mandailing Natal sudah berumur 23 tahun. Sebuah jangka waktu yang cukup untuk merefleksikan sudah sejauh mana target pencapaian pembangunan jangka panjang sejak berdiri tanggal 9 Maret 1999 sampai dengan sekarang ini. Sektor penting yang perlu dievaluasi adalah sektor pendidikan, kesehatan, pangan, ketenagakerjaan, infrastruktur dan pemerintahan desa.

 Pada sektor pendidikan, sampai sekarang ini terdapat 395 SD negeri, 20 SD swasta, 83 SMP negeri, 45 SMP swasta, 26 SMA negeri, 30 SMA swasta, 12 SMK negeri, 10 SMK swasta, 1 PTN, 3 sekolah tinggi/akademi kesehatan. Dari sektor pendidikan ini yang perlu dievaluasi adalah skala prioritas penggunaan dana alokasi khusus (DAK) bidang fisik, optimalisasi dana BOS dan seleksi kepala sekolah.

 Setiap tahunnya Kabupaten Mandailing Natal memperoleh belasan milyar dana alokasi khusus (DAK) bidang fisik untuk rehabilitasi gedung sekolah dan perlengkapannya. Dalam hal ini diperlukan peningkatan skala prioritas penggunaan dana di mana survei kebutuhan dana harus mengutamakan rehabilitasi sekolah yang rusak berat terlebih dahulu. Sampai saat ini masih ditemukan banyak sekolah yang kondisi rusak berat namun belum tersentuh oleh dana DAK. Oleh karena itu di samping menggunakan jasa konsultan perencana/fasilitator, ada baiknya informasi dari kelompok masyarakat dipergunakan oleh Dinas Pendidikan dalam penyusunan skala prioritas penggunaan dana DAK fisik bidang pendidikan.

 Setiap tahunnya Kabupaten Mandailing Natal memperoleh dana bantuan operasional sekolah (BOS) bervariasi setiap sekolah sesuai dengan jumlah murid pada sekolah tersebut. Dana BOS berfungsi untuk menghilangkan seluruh kutipan terhadap murid yang selama ini dikenal dengan istlah SPP (sumbangan pembiayaan pendidikan) yang dikutip setiap bulan ataupun uang pembangunan yang dikutip setiap awal masuk sekolah. Setelah adanya dana BOS, apakah kualitas pendidikan menjadi meningkat ? atau justru menurun ? Yang pasti setelah adanya dana BOS kepala sekolah pada waktu tertentu terutama pada saat pencairan dana BOS menjadi jarang berkantor di sekolah dan sulit dihubungi. Ditambah dengan kesibukan baru para guru yang menjadi pengelola dana BOS. Tentunya ini akan berpengaruh pada kuantitas dan kualitas belajar mengajar. Untuk itu perlu pengkajian khusus untuk membentuk satu unit/struktur khusus pengelola dana BOS agar kepala sekolah maupun guru pendidik tidak perlu terlibat dalam pengelolaan dana BOS dan bisa tetap konsentrasi menjalankan tugas pembelajaran.

 Bagaimana dengan kualitas kepala sekolah ? Sudah saatnya pemilihan kepala sekolah mempedomani Permendikbudristek nomor 40 tahun 2021 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah agar kualitas pendidikan bisa ditingkatkan. Pola seleksi terbuka calon kepala sekolah menjadi alternatif untuk memberi kesempatan berkompetisi menjadi kepala sekolah.

 Pada sektor kesehatan, terdapat 26 puskesmas, 58 puskesmas pembantu, 2 RSUD (Panyabungan dan Natal). Pada sektor kesehatan ini yang perlu diperhatikan adalah penyebaran dan pemerataan layanan kesehatan masyarakat di mana kondisi geografis Mandailing Natal membuat jarak dan waktu tempuh dari semua desa ke RSUD Panyabungan memiliki ketimpangan yang cukup tinggi dengan perbandingan dari desa terdekat dan desa terjauh. Oleh karena itu layanan puskesmas pada kecamatan terjauh dari Panyabungan harus ditingkatkan menjadi layanan 24 jam. Tentunya hal ini harus mendapat dukungan anggaran yang cukup. Puskesmas pada kecamatan terjauh seperti puskesmas di kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Batahan, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan Pakantan, kecamatan Ulu Pungkut layanannya harus 24 jam dan fasilitas IGD (instalasi rawat darurat) harus dibangun. Sedangkan ketersediaan tenaga medis harus mempertimbangkan penugasan dan insentif wilayah terjauh dengan penambahan tunjangan tertentu agar dipersyaratkan semua tenaga medis harus tinggal menetap di perumahan dinas medis puskesmas terjauh tersebut. Semua pasien harus mendapat layanan BPJS sehingga layanan perobatan gratis harus tercapai terutama kepada rakyat yang tidak mampu secara ekonomi.

 Pada sektor pangan diperlukan upaya swasembada pangan. Harus kita akui walaupun Mandailing Natal merupakan wilayah agraris dan maritim memiliki lahan subur dan laut yang luas namun kebutuhan komoditi kebutuhan bahan pokok makanan belum bisa dipenuhi dari produksi dalam kabupaten sehingga masih harus mendatangkan komoditi dari luar Mandailing Natal. Untuk itu diperlukan kerja keras baik pemerintah maupun awasta untuk intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian agar kebutuhan bahan makanan pokok bisa tercukupi dari produksi dalam kabupaten. Penciptaan petani dan nelayan baru yang terdidik diperlukan apalagi kita memiliki SMK Pertanian yang sekarang berubah nama menjadi SMK Negeri 1 Lembah Sorik Marapi. Alumni SMK ini diharapkan bisa menjadi petani dan nelayan baru secara terdidik didukung dengan permodalan baik dari Kredit Usaha Rakyat maupun dari dana CSAR perusahaan.

 Pada sektor ketenagakerjaan cukup menyedihkan. Dinas Tenaga Kerja belum maksimal menciptakan lapangan kerja baru. Balai Latihan Kerja baru bergerak pada pelatihan keterampilan tanpa adanya pembekalan bagaimana membuka usaha baru. Apalagi jumlah anggaran yang terlalu minim membuat Dinas Tenaga Kerja semakin terseok-seok. Balai Latihan Kerja harus merubah skala prioritas kurikulum pelatihan dari pelatihan berbasis industri menjadi pelatihan berbasis pangan dan pengolahan pasca panen ditambah kurikulum wirausaha baru dan permodalan baik dari dana KUR maupun CSAR perusahaan.  

 Pada sektor infrastruktur, masih banyak ditemukan desa terisolir, desa yang belum bisa dicapai dengan kenderaan dikarenakan jalur transportasi darat belum berbentuk jalan permanen, masih jalur kecil dan jalan tanah yang sangat sempit. Bahkan masih ada desa yang baru bisa dicapai lewat jalur transportasi sungai. Tentunya ini sangat menyedihkan. Oleh karena itu diperlukan upaya kreatif dari Dinas PUPR untuk membuat target di mana dalam 3 tahun mendatang semua desa terisolir harus sudah bisa dibebaskan. Perlu dibuat proposal anggaran pembangunan baik ditujukan ke Kementerian PUPR maupun Kementerian Desa dan Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi agar pembebasan desa terisolir tersebut bisa dibantu dengan dana APBN.

 Di samping itu, peta jaringan jalan menunjukkan bahwa ditemukan ketidakefisinan jalur transportasi dari daerah pantai barat ke ibukota Panyabungan. Waktu tempuh Natal-Panyabungan paling cepat 3 jam. Waktu tempuh Muara Batang Gadis-Panyabungan paling cepat 6 jam. Diperlukan jalan tembus baru agar waktu tempuh dari Muara Batang Gadis dan dari Natal ke Panyabungan bisa dipercepat. Pada tahun 2002 Dinas PU pernah membuat gagasan jalan tembus Singkuang-Nagajuang dan Runding-Simpang Gambir. Dengan jalan tembus Singkuang-Nagajuang akan membuat waktu tempuh dari Muara Batang Gadis ke Panyabungan hanya sekitar 2 jam. Dengan jalan tembus Runding-Simpang Gambir membuat waktu tempuh Natal-Panyabungan hanya sekitar 1 jam. Jalan tembus ini akan meningkatkan layanan di berbagai bidang terutama layanan perdagangan dan layanan pariwisata. Sudah saatnya program jalan tembus ini bisa direalisasikan dalam 3 tahun mendatang secara bertahap.

 Di sektor pemerintahan desa. Proses pertanggung jawaban dana desa kepada BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan ke publik sudah saatnya dilaksanakan. UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 27 mengamanahkan mekanisme kepala desa memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada BPD setiap akhir tahun anggaran dan menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat desa setiap akhir tahun anggaran. Kedua mekanisme pertanggungjawaban ini sudah saatnya dilaksanakan agar pelaksanaan APBDes bisa transparan dan untuk mencegah terjadinya pengaduan masyarakat tentang dugaan penyimpangan maupun dugaan korupsi dana desa ke aparat penegak hukum. Untuk itu maka diharapkan agar kita segera menerapkan amanah UU nomor 6 tahun 2014 pasal 27 tersebut dan apabila kepala desa tidak bersedia melaksanakan mekanisme pertanggungjawaban APBDes ke BPD dan publik tersebut maka kepala desa seharusnya dikenakan sangsi sesuai UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 28 yaitu teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap.

 Di samping itu, kualitas perangkat desa perlu ditingkatkan. Pengelolaan administrasi, teknis dan keuangan desa masih banyak ditemukan ketidakmampuan perangkat desa dalam semua hal. Hal ini dikarenakan pemilihan perangkat desa masih belum mempedomani sebagaimana diatur dalam Permendagri nomor 83 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa pasal 4 di mana seharusnya perangkat desa dipilih melalui mekanisme seleksi yang dilakukan oleh tim seleksi secara terbuka. Atau dengan kata lain perangkat desa dipilih melalui sebuah kompetisi/ujian tertulis secara akademik administrasi, teknis dan keuangan. Oleh karena itu agar tugas administrasi, teknis dan keuangan desa bisa dikerjakan secara mandiri oleh desa maka semua perangkat desa harus diseleksi ulang sesuai dengan amanah Permendagri nomor 83 tahun 2015 pasal 4. Saat ini generasi terdidik tamatan perguruan tinggi sudah banyak jumlahnya dan mereka siap untuk turut serta membangun desa menjadi perangkat desa menjalankan APBDes dan BUMDes secara transparan.

 Tentang pemilihan kepala desa. Sampai saat ini belum ada pengelolaan dan pembangunan desa yang menonjol. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kualitas kepala desa. Walaupun Permendagri nomor 72 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri nomor 112 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa belum mengatur tentang mekanisme seleksi kemampuan akademik calon kepala desa namun sudah perlu dipikirkan untuk menyusun sebuah peraturan tentang seleksi kemampuan akademik calon kepala desa dalam payung hukum Peraturan Daerah di mana setiap calon kepala desa harus melalui ujian akademik tentang pemerintahan desa baik dalam bentuk ujian peraturan desa maupun ujian psikotest sehingga nantinya semua calon kepala desa yang akan bertanding di pilkades benar-benar merupakan putra putri terbaik di desa tersebut.

 Demikian refleksi pembangunan Kabupaten Mandailing Natal dan skala prioritas yang harus kita pikirkan bersama agar cita-cita pembentukan Kabupaten Mandailing Natal bisa kita raih melalui lompatan dan inovasi yang kreatif berlandaskan peraturan yang ada. Selamat HUT Madina yang ke-23.

9 Maret 2022