Minggu, 18 Agustus 2024

MENGGAGAS WAJIB BELAJAR 15 TAHUN.

          Wajib Belajar 15 Tahun ? Kenapa tidak. Utopis ? Ya memang utopis. Tapi menurut saya realistis dengan syarat harus dilakukan dengan beberapa langkah progresif terukur dan sistematis. Dalam era digitalisasi sekarang ini yang dulunya tidak mungkin sekarang ini sudah menjadi mungkin terjadi.

     Semua pergerakan kebangsaan Indonesia harus merujuk kepada UUD 1945. Dalam bidang pendidikan diatur pada Pembukaan UUD 1945 yaitu sebagai tujuan kemerdekaan salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, serta Pasal 31 UUD 1945 yang mengatur tentang setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dasar, pemerintah wajib menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, pemerintah wajib menyediakan pembiayaan minimal 20 % APBN/APBD dan pemerintah wajib memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia. 

         Dengan tetap mempedomani UUD 1945 kemudian pergerakan kebangsaan Indonesia harus merujuk kepada Undang-Undang. Undang-Undang disusun harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Sistem Pendidikan Nsional diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalamnya mengatur tentang setiap warna negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Setiap warga negara di seluruh tanah air baik di perkotaan, di perbukitan, di pedalaman, di pantai pesisir mempunyai hak yang sama. Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa wajib memberikan layanan, kemudahan dan menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Dalam menempuh pendidikan dimaksud disediakan jalur pendidikan yang terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal. Pendidikan diselenggarakan melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Pendidikan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau kelompok masyarakat. Pemerintah wajib menjamin tersedianya dana penyelenggaraan pendidikan bagi setiap warga negara berusia tujuh sampai lima belas tahun. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari APBN dan APBD.  

          Ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diatur lebih teknis pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Wajib Belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh setiap warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Wajib Belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia untuk mengembangkan potensi diri agar hidup mandiri di masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Wajib Belajar diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal dan informal. Wajib Belajar diberikan kepada anak berusia 7 sampai 15 tahun. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program Wajib Belajar tanpa memungut biaya. Warga negara usia Wajib Belajar yang keluarganya tidak mampu membiayai pendidikan wajib dibantu pembiayaannya oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

          Pasal 8 pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar mengamanahkan dilakukannya evaluasi berkala terhadap program Wajib Belajar. Dengan penerapan selama 21 tahun kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan penerapan selama 16 tahun kepada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar bagaimanakah hasil evaluasi berkala terutama evaluasi 3 tahun terakhir terhadap program Wajib Belajar usia 7 sampai 15 tahun ? Apakah target-target yang ditentukan sudah tercapai ? Terutama target tentang pengembangan potensi diri agar bisa hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat ?

          Secara sosial walaupun tidak didukung oleh data statistik adalah tidak mungkin untuk bisa mandiri di tengah-tengah masyarakat dengan hanya memiliki pendidikan sesuai program Wajib Belajar atau sederajat pada tamatan Sekolah Menengah Pertama. Untuk itu sangat diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar.

          Evaluasi pertama adalah tentang Kementerian yang menangani pendidikan. Dengan nomenklatur Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tentunya tugas pokok dan fungsi terlalu berat untuk dipikul oleh seorang Menteri walaupun dibantu oleh para Dirjen dan jajaran di bawahnya. Organisasi yang terlalu gemuk akan memiliki gerakan yang lamban dalam membuat keputusan atau kebijakan akibat rantai organisasi yang lebar dan rumit. Diperlukan pemisahan setidaknya dipisah menjadi 2 Kementerian yaitu menjadi Kementerian Pendidikan Dasar, Menengah dan Kebudayaan, dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi. Pendidikan tinggi memiliki Tri Darma Perguruan Tinggi yang lebih tepat bergabung dengan rumpun Riset dan Teknologi dalam rangka pengabdian masyarakat. Dengan pemisahan ini diharapkan pergerakan dalam mengambil keputusan dan kebijakan bisa lebih cepat dan lincah serta garis koordinasi yang lebih cepat dan efisien.

          Evaluasi kedua adalah perlunya integrasi Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama 3 tahun menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun. Keberadaan Sekolah Dasar sudah merata di hampir seluruh desa. Keberadaan Sekolah Menengah Pertama bisanya hanya berada di ibukota Kecamatan. Tidak semua jarak desa dengan ibukota Kecamatan bisa ditempuh dalam waktu yang singkat sehingga kondisi ini juga mempengaruhi waktu tempuh antara siswa dengan Sekolah Menengah Pertama dikarenakan jarak yang belum tentu dekat, fasilitas angkutan umum yang belum tentu lancar serta kondisi geografis yang belum tentu mudah untuk diakses oleh kenderaan sedangkan berjalan kaki tidak memungkinkan sehingga banyak siswa tamatan Sekolah Dasar tidak bisa melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama dikarenakan kendala jarak dan waktu tempuh tersebut. Bila dilakukan penambahan Sekolah Menengah Pertama di setiap Kecamatan ini juga tidak mudah mengingat pembiayaan tanah dan gedung bukanlah hal yang sedikit untuk dibangun di seluruh Kecamatan di Indonesia. Sehingga dalam hal ini perlu dipikirkan untuk meningkatkan fungsi Sekolah Dasar yang semula memiliki masa pendidikan 6 tahun dirubah menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun. Integrasi fungsi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun akan merubah struktur organisasi dan kurikulum. Hal ini akan memudahkan pencapaian target 100 % Wajib Belajar 9 tahun dikarenakan fungsi pendidikan menengah pertama bisa diperoleh pada Sekolah Pendidikan Dasar 9 Tahun. Gedung yang dipakai untuk belajar mengajar adalah di gedung Sekolah Dasar sehingga pencapaian target Wajib Belajar 9 tahun dengan mudah akan tercapai. Mengenai perubahan struktur organisasi dan kurikulum bisa dilakukan secara bertahap dan bukan hal yang mustahil karena hanya penggabungan saja antara struktur organisasi dan kurikulum Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama 3 tahun menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun. Dalam masa transisi ketika menjalani masa pendidikan kelas 1 sampai kelas 6 para siswa memperoleh pengajaran dari guru dengan status Guru Kelas. Ketika menjalani masa pendidikan kelas 7 sampai kelas 9 para siswa memperoleh pengajaran dari Guru Mata Pelajaran. Secara perlahan seiring dengan perjalanan waktu dan adanya penambahan Guru Mata Pelajaran dan adanya Guru Kelas yang memasuki masa pensiun maka keberadaan Guru Kelas akan dihilangkan secara perlahan dan Guru Mata Pelajaran akan dipenuhkan selama 9 tahun Sekolah Pendidikan Dasar. Seluruh gedung Sekolah Dasar di seluruh desa akan menjadi gedung Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun di seluruh desa di seluruh Indonesia.  

          Evaluasi ketiga adalah memperbanyak Sekolah Menengah Kejuruan. Setelah terjadi integrasi antara Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun dengan domisili di gedung Sekolah Dasar maka eks gedung Sekolah Menengah Pertama dijadikan menjadi gedung Sekolah Menengah Kejuruan baru dengan jenis kejuruan disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Misalnya daerah dengan potensi pertanian maka eks gedung Sekolah Menengah Pertama dirubah menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian. Dengan demikian akan ada Sekolah Menengah Kejuruan di setiap kecamatan di seluruh Indonesia. Untuk menambah kemampuan keterampilan terhadap tamatan Sekolah Menengah Kejuruan maka perlu diberikan keterampilan tambahan dengan mengikutsertakan pada pendidikan Balai Latihan Kerja yang ada pada setiap Pemerintah Kabupaten/Kota. Dan didukung oleh kurikulum pendanaan perbankan untuk alokasi Kredit Usaha Rakyat sebagai modal untuk berwiraswasta.

          Evaluasi keempat adalah pendirian Perguruan Tinggi Politeknik di seluruh Kabupaten/Kota. Perguruan Tinggi Politeknik ini dibiayai dari minimal 20 % APBD dan APBDesa. Pendanaan dari APBDesa sangat diperlukan mengingat nantinya mahasiswa berasal dari desa dengan proporsional yang diatur secara seimbang antara mahasiawa yang berasal dari seluruh desa dan umum. Jenis jurusan yang akan dikembangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten/Kota tersebut. Apabila di daerah tersebut memiliki potensi pertanian maka Politeknik yang dikembangkan adalah Politeknik Pertanian. Demikian juga dengan potensi daerah lainnya yang akan disesuaikan dengan jenis kejuruan Politeknik yang akan dibangun. Pembiayaan akan didominasi oleh subsidi negara dari minimal 20 % alokasi pada APBD dan APBDesa sedangkan SPP dari mahasiswa diupayakan seminimal mungkin dengan intervensi UKT tingkat pertama sebesar Rp0 untuk kategori seluruh mahasiswa tidak mampu. Dengan demikian akan ada Politeknik di setiap Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.  

          Evaluasi kelima adalah memperbanyak fasilitas perkuliahan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pembelajaran Jarak Jauh sangat membantu para mahasiswa yang berasal dari daerah yang jauh dari domisili perguruan tinggi. Pembelajaran Jarak Jauh juga sangat membantu dari segi pembiayaan mengingat dengan metode Pembelajaran Jarak Jauh menjadikan persentase kehadiran tidak harus 100 % di kampus dan hanya pada waktu tertentu saja harus hadir di kampus. Pembelajaran Jarak Jauh ini nantinya akan diprioritaskan kepada para tamatan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan yang sudah terlebih dahulu bekerja dan masih berminat untuk menempuh pendidikan tinggi tanpa meninggalkan pekerjaannya. Dengan demikian maka pendidikan tinggi bisa dinikmati oleh sebagian besar generasi muda Indonesia.

          Dengan uraian di atas maka Wajib Belajar 9 Tahun akan ditempuh di Sekolah Pendidikan Dasar 9 Tahun hasil integrasi Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama 3 tahun. Sebagian dari pelajar yang berhasil menyelesaikan Wajib Belajar 9 tahun akan bisa melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah Umum di ibukota kecamatan dengan pilihan alternatif menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan eks Sekolah Menengah Pertama di setiap kecamatan atau Sekolah Menengah Atas yang sudah terlebih dahulu eksis. Program Wajib Belajar 12 tahun ditempuh secara kontinu sambung menyambung pada periode umur 6 tahun sampai 18 tahun. Sedangkan pencapaian Wajib Belajar 15 Tahun bisa dilakukan dengan jangka waktu tanpa batas dengan bisa bekerja terlebih dahulu baru kemudian menempuh pendidikan tinggi baik secara konvensional maupun Pembelajaran Jarak Jauh.

          Dengan cara dan uraian di atas maka Wajib Belajar 15 Tahun bisa tercapai secara bertahap dan berjenjang dengan terlebih dahulu menjalani Program Wajib Belajar 9 tahun di Sekolah Pendidikan Dasar, kemudian Program Wajib Belajar 12 tahun pada Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan baru dan akhirnya Program Wajib Belajar 12 tahun dengan mengikuti pendidikan tinggi minimal Politeknik di Kabupaten/Kota masing-masing. Dalam masa 20 tahun ke depan akan diperoleh persentase rakyat yang memiliki gelar Diploma dan Sarjana melebihi 50 % dari seluruh rakyat Indonesia. Dengan kondisi ini maka tujuan kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan penghidupan yang layak secara kemanusiaan bisa kita capai secara bertahap.

Semoga.

Rahmad Daulay             

18 Agustus 2024.

*   *   * 

Minggu, 19 Mei 2024

Reformulasi Uang Kuliah Tunggal (UKT)

          Tujuan Kemerdekaan Republik Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 salah satunya adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tidak ada satu elemen elit manapun yang mengingkari ini secara formal. Namun secara praktek, sudahkah anatomi pendidikan kita sudah sejalan dengan tujuan kemerdekaan republik ini ?

          Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 menjelaskan bahwa pada APBN dan APBD mengalokasikan dana pendidikan minimal 20 % di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Belanja negara dalam APBN tahun 2024 dialokasikan sebesar Rp3.325,1 trilyun dengan alokasi pendidikan sebesar Rp665 trilyun atau sekitar 20 %. Sedangkan dana transfer ke daerah dalam bentuk APBD sebesar Rp857,6 trilyun yang disebar ke 38 pemerintah provinsi, 416 pemerintah kabupaten dan 98 pemerintah kota. Untuk kondisi APBD pemerintah daerah masih diragukan apakah alokasi minimal 20 % untuk alokasi pendidikan sudah di luar gaji pendidik (guru PNS, PPPK dan honorer) atau tidak.

          Perguruan tinggi belum dinikmati secara maksimal oleh para generasi muda. Hanya 10,15 % penduduk Indonesia yang menempuh perguruan tinggi. Kita belum bicara masalah kualitas. Rendahnya persentase ini salah satu faktor penyebabnya adalah tingginya biaya untuk menempuh pendidikan tinggi, dalam hal ini tingginya biaya pendidikan dan tingginya biaya hidup untuk menempuh pendidikan tinggi.

          Selama ini sebelum tahun 2013 diberlakukan SPP untuk pendidikan tinggi yang besarannya sama untuk semua mahasiswa tanpa memandang perbedaan kondisi sosial ekonomi keluarga mahasiswa. Mulai tahun 2013 era Uang Kuliah Tunggal (UKT) dimulai dengan dasar hukum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pasal 4 yang mengatur bahwa UKT kelompok I diterapkan paling sedikit 5 % dan UKT Kelompok II diterapkan paling sedikit 5 % dari jumlah mahasiswa pada setiap perguruan tinggi negeri. Pada Lampiran Permendikbud tersebut disebutkan bahwa UKT Kelompok I sebesar Rp500.000 dan UKT Kelompok II sebesar Rp1.000.000. Sedangkan UKT kelompok III sampai VIII bervariasi pada setiap perguruan tinggi negeri. Kemudian terjadi perubahan regulasi dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Pasal 5 yang intinya masih sama dengan peraturan sebelumnya di mana UKT kelompok I dan UKT kelompok II masih dengan kondisi yang sama. Pengaturan terakhir dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebuayaan, Riset dan Teknologi di mana pengaturan tentang UKT Kelompok I dan UKT Kelompok II belum juga berubah.

          Yang menjadi pertanyaan, kemana semua anggaran 20 % APBN tersebut ? Kenapa SPP tahun sebelum 2013 bisa lebih murah daripada UKT setelah tahun 2013 ?

          Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan yang diberikan kepada pemerintah daerah dimulai dari tahun 2003. Dana Bantuan Operasional Sekolah yang diberikan kepada pemerintah daerah dimulai tahun 2004. Artinya Dana Alokasi Khusus dan Dana Bantuan Operasional Sekolah tidak bisa dijadikan alasan yang menjadi penyebab berkurangnya alokasi anggaran untuk pendidikan tinggi.

          Bagaimanapun juga kita semua harus berpedoman kepada Pembukaan UUD 1945 tentang tujuan kemerdekaan salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan UU nomor 20 tahun 2003 yang mewajibkan alokasi APBN dan APBD sebesar minimal 20 % untuk bidang pendidikan di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. UKT hanyalah penterjemahan teknis dari Pembukaan UUD 1945 dan UU nomor 20 tahun 2003. Apabila konsep UKT dirasa sudah tidak sejalan dengan Pembukaan UUD 1945 dan UU nomor 20 tahun 2003 maka dimungkinkan untuk merubah konsep UKT atau bila konsep UKT masih bisa dipakai namun perlu penyempurnaan maka mari kita sempurnakan.

          Apabila kita merujuk kepada Passal 34 UUD 1945 maka fakir miskin dan anak terlantar diperlihara oleh negara. Negara mengembangkan sisem jaminan  sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Apakah konsep UKT sudah mengakomodir pasal 34 UUD 1945 ?

          Oleh karena itu apabila kita sepakat dengan konsep UKT yang disempurnakan maka konsep UKT tersebut harus mencerminkan semangat Pasal 34 UUD 1945 dengan usulan konsep sebagai berikut :

1.    UKT kelompok I sebesar Rp 0 untuk semua mahasiswa kategori tidak mampu.

2.    UKT kelompok II sebesar Rp250.000.

3.    UKT kelompok III sebesar Rp500.000.

4.    UKT kelompok IV sebesar Rp750.000.

5.    UKT kelompok V sebesar Rp1.000.000.

6.    UKT kelompok I sampai V diperuntukkan kepada minimal 50 % dari jumlah mahasiswa perangkatan.

7.    UKT kelompok VI sampai XX diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing perguruan tinggi negeri setelah berkonsultasi dengan Kemendikbudristek.

 

     Namun persoalan UKT hanya terbatas pada persoalan biaya pendidikan, belum menyentuh pada biaya hidup dalam menempuh pendidikan tinggi yang sebagian besar berdomisili di ibukota provinsi. Hanya ada beberapa perguruan tinggi negeri yang berdomisili tidak di ibukota provinsi. Kondisi ini menyebabkan tingginya biaya hidup menempuh pendidikan tinggi dikarenakan harus merantau keluar dari daerahnya, bahkan tidak sedikit yang harus menyeberangi laut demi pendidikan yang lebih baik. Oleh karena itu Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 81 dan 82 jangan hanya menjadi pajangan akademik di arsip pemerintahan. Pasal 81 dan Pasal 82 memungkinkan bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk mengembangkan secara bertahap 1 akademi komunitas dalam bidang yang sesuai dengan potensi unggulan daerah. Atau dengan kata lain pemerintah bersama dengan pemerintah daerah bisa mengembangkan perguruan tinggi setingkat Politeknik yang sesuai dengan potensi unggulan masing-masing daerah. Pendirian perguruan tinggi setingkat Politeknik ini akan memperluas kesempatan untuk menempuh perguruan tinggi dengan mempersingkat jarak tempuh sehingga biaya hidup untuk menempuh pendidikan tinggi bisa dikurangi secara signifikan. Mengenai biaya operasional dari perguruan tinggi bentukan pemerintah daerah tersebut tentunya pemerintah daerah mengkalkulasi kembali postur APBDnya apakah sudah sesuai dengan persentase 20 % APBD di luar gaji pendidik atau tidak. Apalagi sekarang sudah ada Dana Desa yang tentunya siap membantu pemerintah daerah dalam mewujudkan pendidikan tinggi di daerah masing-masing. Dengan bantuan 20 % APBDesa tentunya akan diperoleh pendanaan yang kuat untuk operasional dari perguruan tinggi setingkat politeknik sesuai potensi unggukan daerah tersebut. Akan kita temukan banyak berdiri Politeknik Pertanian, Politeknik Perikanan, Politeknik Peternakan, Politeknik Kehutanan, Politeknik Kelautan dan lainnya di daerah. Mengenai tenaga dosen saya raya dengan kondisi yang ada sekarang harus diberi dispensasi di mana dosen untuk Politeknik di daerah tersebut dijinkan dari tingkat pendidikan S1 dengan kewajiban menempuh pendidikan S2 apabila diterima menjadi dosen pada Politeknik di daerah.

     Di samping masalah pendidikan tinggi, yang tak kalah pentingnya adalah potensi pelatihan keterampilan pada Balai Latihan Kerja pemerintah daerah. Potensi ini cukup besar dalam memberikan bekal keterampilan kepada para generasi muda yang tidak berminat atau tidak berkesempatan menempuh pendidikan tinggi. Kurikulum Balai Latihan Kerja harus diperluas jangan hanya berputar-putar pada perbengkelan, elektronik, salon dan masak kue tapi harus diperluas pada kurikulum budi daya pertanian dan pengolahan pasca panen. Perbankan melalui Kredit Usaha Rakyat yang katanya bisa memberikan pinjaman maksimal sampai Rp.500 juta harus dibuktikan dengan mensinergikan antara Kredit Usaha Rakyat dan Balai Latihan Kerja di mana tamatan Balai Latihan Kerja mendapat prioritas untuk memperoleh pinjaman Kredit Usaha Rakyat yang katanya tanpa agunan.

Semoga.

Rahmad Daulay

19 Mei 2024.  

 

  

Minggu, 12 Mei 2024

Bisnis Online Solusi Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan identik dengan profesi. Secara umum profesi terbagi dalam 3 golongan besar yaitu : pegawai pemerintah (TNI, Polri, PNS, PPPK, BUMN, Perangkat Desa), pegawai swasta dan wiraswasta. Pegawai pemerintah daya tampungnya sangat terbatas, pegawai swasta daya tampungnya lebih luas dari pegawai pemerintah namun juga memiliki keterbatasan tergantung kemampuan perusahaan swasta dan iklim investasi. Sedangkan wiraswasta daya tampungnya tidak terbatas.

            Minat pencari kerja kondisinya terbalik dengan daya tampung tiap jenis profesi. Minat menjadi pegawai baik pegawai pemerintah dan pegawai swasta jauh melebihi minat menjadi wirasawasta. Pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi berperan mesar dalam menanamkan minat tersebut. Kondisi yang berbanding terbalik antara minat dan ketersediaan daya tampung menjadi salah satu faktor utama tingginya angka pengangguran.

            Bila kita memakai angka statistik maka kondisi ketenagakerjaan Indonesia cukup baik dan memberikan dampak yang positif. Terdapat 212,59 juta orang yang mencapai usia kerja, di mana 147,71 juta orang di antaranya merupakan angkatan kerja. Dari seluruh angkatan kerja terdapat yang memiliki pekerjaan sebanyak 139,85 juta orang dan pengangguran sebanyak 7,86 juta orang.

            Pengangguran terbuka meliputi penduduk yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, sudah diterima bekerja namun belum mulai bekerja dan seseorang yang sedang mempersiapkan usaha baru namun belum memulai usahanya.

            Dari segi pendidikan, yang pernah menjalani pendidikan tinggi hanya 10,15 %, tamatan SMA sederajat 30,22 %, SMP sederajat 22,74 %, SD sederajat 24,62 % dan yang tak pernah sekolah 12,26 %. Tamatan SMP ke bawah total 59,62 % lebih banyak dari tamatan SMA ke atas yang bertotal 40,37 %. Kondisi ini sangat mempengaruhi kemampuan setiap orang dalam menghadapi persaingan dalam mencari pekerjaan.

            Perkembangan teknologi informasi sedemikian cepat dan sangat mempengaruhi perilaku masyarakat terutama kalangan generasi muda. Sebagian di antaranya mulai menggeluti bisnis online mulai dari jual beli barang sampai jual beli konten. Saat ini berkembang tawaran untuk memiliki toko online dan menjual barang secara online. Tanpa mengenal siapa yang memproduksi barang, siapa yang memfasilitasi aplikasi jual beli dan siapa yang membeli barang. Toko online saat ini menjadi pilihan alternatif dalam jual beli barang lewat internet. Toko online lebih dikenal dengan nama e-commerce. Beberapa di antaranya sudah terkenal seperti shopee, lazada, tokopedia, bukalapak dan lain sebagainya. Saat ini toko online sudah sedemikian banyak dengan variasi barang yang juga sedemikian banyak. Bahkan sebagian di antaranya merupakan barang-barang produksi luar negeri dengan harga yang bervariasi dan sangat terjangkau. Toko online berevolusi sedemikian rupa ke seluruh dunia sejalan dengan pertumbuhan pemakaian internet yang menyebar ke seluruh dunia. Bagi para sarjana IT membuat toko online sangatlah mudah dan murah, tampilan yang sangat menarik dan mudah dalam pemakaian membuat toko online sangat mudah disebarluaskan kepada semua kalangan masyarakat.

            Masyarakat pengguna internet di Indonesia mencapai 221 juta jiwa. Dengan angka ini merupakan salah satu pasar potensial bagi toko online di seluruh dunia. Ini merupakan potensi bisnis yang semakin terbuka lebar dikarenakan sifat efisien di mana banyak masyarakat yang tidak mau repot-repot menghabiskan tenaga dan waktu untuk jual beli barang secara konvensional.

Dropshipper merupakan salah satu metode jual beli barang yang sangat diminati dikarenakan tidak perlu modal sama sekali, hanya mengiklankan dan memasarkan barang dan bila terjadi transaksi jual beli maka yang bersangkutan tinggal menunggu komisi penjualan. Tidak perlu menstok barang, bahkan tidak perlu repot pada pengemasan dan pengiriman barang. Semua dikerjakan produsen. Kelemahannya konsumen tidak bisa benar-benar menilai kualitas barang.

Reseller hampir sama dengan dropship, bedanya ada terjadi penyimpanan stok barang. Dalam hal ini konsumen bisa mengenal kualitas barang yang akan dibeli. Reseller juga sangat diminati para generasi muda, penjual cukup memiliki contoh-contoh barang dan dengan modal yang dipersyaratkan dan sudah bisa menjual ke seluruh pasar online. Kelemahannya reseller bila barang tidak terjual akan tersimpan dan mengendap di penyimpanan atau gudang.

            Saat ini iklan atau tawaran untuk memiliki toko online, reseller ataupun dropship sangat luas di sosial media seperti facebook, instagram, tiktok, twitter dan lain-lain. Jasa iklan online pun sudah sedemikian banyak. Tidak sedikit yang berhasil melakukan penjualan menghasilkan keuntungan besar. Kondisi ini sudah dimanfaatkan oleh segolongan orang yang berniat jahat dengan melakukan penipuan dengan modus alamat toko online bodong, dropship bodong dan reseller bodong, barang bodong dan berhasil meraup keuntungan yang sangat besar dan merugikan orang dalam jumlah besar. Tidak sedikit orang yang sudah tertipu dengan kerugian yang dialami dalam jumlah besar. Dalam kondisi lapangan kerja yang sedemikian sulit, di mana bisnis online menjadi solusi yang menjanjikan, tentunya penipuan online ini menjadi titik balik terhadap perkembangan yang ada.

            Oleh karena itu diperlukan peran serta pemerintah untuk melakukan penertiban, pengaturan dan sertifikasi dengan melakukan legalisasi berupa ijin usaha toko online. Nantinya akan ada daftar toko online yang sudah memiliki ijin usaha toko online dan bisa dicek legalisasinya pada website yang ditentukan pemerintah. Online Single Submission (OSS) sebagai sebuah sistem perijinan usaha terintegrasi secara elektronik di seluruh daerah harus menyediakan fasilitas pendaftaran ijin usaha toko online. Setiap masyarakat yang ingin bergabung dengan toko online tertentu bisa melakukan pengecekan pada daftar toko online pada OSS tersebut. Dengan demikian masyarakat bisa terhindar dari penipuan online yang dilakukan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan merugikan rakyat serta menghancurkan minat generasi muda untuk berbisnis. Setelah diberikan peringatan beberapa kali apabila toko online tetap tidak mau menjalani legalisasi perijinan toko online maka toko online tersebut bisa diproses secara hukum dan bisa saja disita oleh pemerintah apabila tetap menolak untuk menjalani legalisasi toko online.

            Toko online merupakan solusi ketenagakerjaan. Solusi pemasaran terhadap produksi barang. Solusi penjualan menjadi marketing produksi rakyat dengan bergabung pada toko online. Mudah dan murah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah penertiban dan pengaturan ini menjadi dasar dalam melakukan pemungutan pajak penjualan online yang diatur sedemikian rupa sehingga proses pemungutan dan penyetorannya nanti dilakukan oleh aplikasi toko online itu sendiri terintegrasi dengan perbankan dan perpajakan. Total transaksi toko online pada tahun 2023 sebesar Rp. 453,75 trilyun dan tentunya belum semua produsen yang terlibat pada transaksi tersebut sudah membayar pajak penjualan. Kita berharap dengan upaya legalisasi toko online bisa mendongkrak penerimaan negara pada sektor perpajakan toko online.

            Semoga.

 Rahmad Daulay

12 Mei 2024.  

Minggu, 27 Agustus 2023

MENUJU 10 TAHUN PEMERINTAHAN DESA


Desa atau sebutan lain di berbagai daerah telah hadir jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Negara menghormati keberadaan tersebut dan memberikan jaminan keberlangsungan Pemerintahan Desa dalam kerangka dan koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 pasal 18 B ayat (2) disebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang.

 Dalam sejarah Negara Republik Indonesia, telah ditetapkan beberapa Undang-Undang tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Untuk menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam membangun Desa maka dibentuklah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Walaupun dalam kenyataannya sebagian regulasi tentang Desa justru lebih banyak diatur oleh Kementerian Dalam Negeri.

 Tanpa terasa UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa akan berumur 10 tahun, tepatnya pada tanggal 15 Januari 2014 nanti. Dalam usia 10 tahun tentunya sudah cukup banyak hal yang perlu disempurnakan baik dari segi regulasi, struktur organisasi, rekrutmen SDM dan tata kelola kenegaraan Desa.

 Ada beberapa persoalan kontemporer dan empiris yang menjadi persoalan dalam tataran mikro namun harus diselesaikan secara makro dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang kabarnya sedang dalam proses revisi di DPR RI. Persoalan-persoalan tersebut antara lain sebagai berikut :

 I.     REFORMULASI REKRUTMEN KEPALA DESA

1.    E-VOTING PILKADES

Pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak secara bergelombang maksimal 3 kali dalam periodesasi Kepala Daerah. Pelaksanaan pemilihan Kepala Desa ini cukup menguras tenaga semua pihak baik Pemerintahan Desa, Pemerintahan Daerah maupun pihak otoritas keamanan. Secara anggaran juga sangat menguras anggaran APBD Pemerintah Daerah maupun APBDes Pemerintah Desa. Belum lagi tahapan waktu yang hampir memakan setengah dari masa pelaksanaan anggaran alias kurang lebih 6 bulan tentu akan sangat mengganggu pelaksanaan pembangunan Desa. Kondisi ini harus dirubah dalam kerangka berfikir efisiensi baik efisiensi anggaran, efisiensi waktu, efisiensi pembangunan dan efisiensi pengamanan. Harus dilakukan digitalisasi pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dari metode konvensional menjadi metode digital alias e-voting. Dari segi teknologi tidak terlalu sulit. Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri bisa bekerjasama dengan salah satu perguruan tinggi yang memiliki Fakultas IT untuk mendesain aplikasi e-voting pemilihan Kepala Desa dan sebagai pilot project diujicobakan pada salah satu Desa dengan tingkat kesiapan data kependudukan paling lengkap namun hal ini baru bisa diujicobakan setelah pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak. Untuk persiapan anggaran aplikasi e-voting pemilihan Kepala Desa sudah bisa difikirkan mulai dari sekarang. Ilmu dan teknologi harus diterapkan ke masyarakat, jangan hanya terkungkung di balik tembok dan menara kampus.  

2.    UJI KOMPETENSI

Harus diakui bahwa jabatan Kepala Desa adalah jabatan politis tingkat Desa. Tidak diperlukan kompetensi akademik yang terlalu tinggi untuk menduduki jabatan Kepala Desa. Namun di sisi lain, regulasi dan tata kelola Pemerintahan Desa semakin lama semakin rumit untuk dimengerti oleh kalangan masyarakat berpendidikan rendah. Sehingga perlu difikirkan untuk meningkatkan kualitas SDM Kepala Desa tanpa harus membuat kriteria yang diskriminatif terhadap persyaratan menjadi calon Kepala Desa. Metode Uji Kompetensi bisa menjadi metode alternatif untuk menjaring bakal calon Kepala Desa terbaik. Uji kompetensi cukup dilaksanakan selama setengah jam dengan jumlah soal 30 soal bersifat pilihan ganda dan bersifat open book dengan materi Peraturan Pemerintahan Desa. Uji kompetensi menghasilkan 5 calon terbaik untuk bertarung di pemilihan Kepala Desa. Uji kompetensi bisa meminimalisir keampuhan politik uang. Kenapa minat kalangan terdidik masih rendah untuk menjadi Kepala Desa di Desa masing-masing salah satunya dikarenakan masih saktinya politik uang dalam memenangkan pemilihan Kepala Desa. Dengan adanya Uji Kompetensi maka akan memberikan harapan kepada kalangan terdidik di Desa untuk optimis bisa memenangkan kompetensi pemilihan Kepala Desa.

3.    DIKLAT AWAL JABATAN

Pasca pemilihan Kepala Desa dan sebelum dilaksanakan pelantikan Kepala Desa selayaknya Kepala Desa terpilih untuk menjalani pendidikan dan pelatihan awal masa jabatan selama 1 minggu secara terisolasi dengan tujuan agar Kepala Desa terpilih memperoleh wawasan dan keterampilan tentang kepemimpinan dan manajemen Pemerintahan Desa.

 II.      REFORMULASI STRUKTUR ORGANISASI

1.    SEKRETARIAT DESA

Sebagai sebuah Pemerintahan maka sudah seharusnya Pemerintah Desa memiliki staf permanen. Apabila dipandang PNS masih sulit untuk direalisasikan, paling tidak Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan masa ikatan kerja yang sama dengan periodesasi Kepala Desa bisa direalisasikan. Ketiadaan staf permanen ini sangat terasa pada Sekretariat Desa yang mengurusi anggaran, aset dan pertanggungjawaban/audit. Apabila dimungkinkan maka Kepala Daerah harus membantu Kepala Desa dengan menugaskan PNS di lingkungannya untuk menjadi Sekretaris Desa sehingga penatausahaan Pemerintahan Desa bisa ditangani dengan baik dan tidak menjadi bulan-bulanan kelompok masyarakat dengan membuat pengaduan kepada Aparat Penegak Hukum tentang dugaan penyimpangan keuangan Desa dan pembangunan Desa.  

2.    SELEKTIFITAS PERANGKAT DESA

Dari regulasi tentang keuangan Desa, pembangunan Desa, aset Desa dan pengawasan Desa sangat terasa betapa diperlukannya kualitas Perangkat Desa yang dibutuhkan setara kemampuannya dengan PNS. Oleh karena itu walaupun pengaturan kewajiban seleksi Perangkat Desa sudah dibuat namun masih bersifat terlalu umum sehingga masih bisa ditembus oleh godaan penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Desa sehingga walaupun bersifat seleksi terbuka namun kenyataannya baik keluarga maupun pertemanan masih mendominasi jabatan Perangkat Desa. Regulasi Seleksi Perangkat Desa harus lebih diatur sedemikian teknis bahkan sampai kepada materi dan cara ujian kompetensinya harus diatur sedemikian teknis sehingga Kepala Desa maupun pihak-pihak tertentu tidak bisa mengintervensi seleksi Perangkat Desa dan bisa menghasilkan Perangkat Desa terbaik untuk mengelola Pemerintahan Desa yang semakin lama semakin menuntut kompetensi yang semakin tinggi.

3.    PERANGKAT DESA TEKNIS

Jabatan Perangkat Desa perlu diperbanyak dengan melakukan inventarisasi potensi daerah yang dimiliki. Apabila Desa tersebut kemiliki potensi besar di bidang pertanian maka wajib dibentuk jabatan Kepala Seksi Pertanian. Demikian juga potensi Desa lainnya sehingga memungkinkan dibentuk jabatan Kepala Seksi Peternakan, Kepala Seksi Kelautan, Kepala Seksi Perikanan, Kepala Seksi Pariwisata dan lain sebagainya.

4.    PENDAMPING DESA JADI STAF AHLI KEPALA DESA

Posisi Pendamping Desa sangat strategis dalam membantu Kepala Desa. Namun masih ditemukan satu orang Pendamping Desa harus menangani beberapa Desa sehingga tidak memiliki waktu yang penuh dalam mendampingi Kepala Desa. Perlu difikirkan untuk menambah jumlah Pendamping Desa menjadi satu Pendamping Desa untuk 1 Desa. Serta dimerger dalam Pemerintahan Desa menjadi Staf Ahli Kepala Desa. Dengan menjadi Staf Ahli Kepala Desa maka Pendamping Desa tersebut mEnjadi wajib berkantor di Kantor Desa setiap hari mendampingi Kepala Desa dalam menjalankan Pemerintahan Desa.

5.    UNIT PENGAWASAN INTERNAL BERSERTIFIKAT

Salah satu kelemahan dari struktur Pemerintahan Desa adalah tidak adanya Unit Pengawasan Internal. Hal ini harus menjadi perhatian Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri dikarenakan fungsi pengawasan yang diserahkan kepada Inspektorat Pemerintah Daerah sangat kurang maksimal dikarenakan terutama jauhnya rentang kendali antara kantor Inspektorat Pemerintah Daerah dengan kantor Desa sehingga pengawasan melekat sangat sulit dilaksanakan. Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri perlu membentuk struktur dan staf Internal Audit pada seluruh Pemerintah Desa dengan melakukan rekrutmen dan pelatihan dengan kriteria yang ketat bekerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembagunan (BPKP). Untuk menjaga independensinya maka gaji beserta tunjangan internal audit Desa jangan berasal dari APBDes namun langsung dari Kementerian Desa.

 III.   REFORMULASI PERIODESASI JABATAN

Periodesasi Jabatan merupakan hal krusial. Periodesasi jabatan dengan masa 6 tahun masa jabatan untuk 3 kali periodesasi dirasakan terlalu lama dan sangat memungkinkan terjadinya pejabat yang otoriter dan diktator. Periodesasi jabatan Kepala Desa cukup 2 kali periode dan serentak dengan pengangkatan dan pemberhentian Badan Permusyawaratan Desa dan Perangkat Desa. Kelemahan pada regulasi tentang Perangkat Desa membuat semua Perangkat Desa merasa tidak bisa digantikan walaupun Kepala Desa telah berganti. Periodesasi serentak pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Perangkat Desa hanya 2 kali periode sangat diperlukan agar proses regenerasi dan kaderisasi di Pemerintahan Desa berjalan dengan baik.

 IV.   REFORMULASI TRIAS POLITIKA

Pemerintahan Desa sudah memiliki fungsi dan struktur eksekutif dan legislatif. Namun fungsi judikatif belum ada secara struktur dan masih dijalankan oleh Kejaksaan Negeri dan Kepolisian Resort tingkat kabupaten. Kepolisian sudah memiliki struktur Kepolisian Sektor di tingkat kecamatan namun secara fungsi belum ada kewenangan judikatif. Demikian juga Kejaksaan Negeri sudah memiliki struktur Cabang Kejaksaan Negeri yang membawahi beberapa kecamatan namun dirasa masih kurang untuk menjalankan fungsi judikatif sehingga perlu difikirkan untuk memperbanyak struktur Kacabjari di daerah. Di samping fungsi judikatif juga untuk menjalankan fungsi pencegahan dan pendampingan.  Tidak adanya struktur judikatif yang bersentuhan langsung dengan Pemerintahan Desa membuat Pemerintah Desa terlalu bebas dan menganggap diri mereka kebal hukum.

 V.      REFORMULASI PENGGAJIAN

Rendahnya gaji dan tunjangan Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Perangkat Desa menjadi faktor utama tingginya keinginan untuk melakukan penyalahgunaan anggaran Desa. Oleh karena itu perlu difikirkan untuk melakukan penyetaraan gaji dan tunjangan Pemerintahan Desa menjadi setara dengan jabatan setingkat Eselon IV. Kepala Desa dan Ketua BPD disetarakan dengan gaji/tunjangan Eselon IV/A sedangkan Perangkat Desa dan Anggota BPD disetarakan dengan gaji/tunjangan Eselon IV/B. sumber penggajian tentunya harus ditanggung oleh Pemerintah Pusat dalam berbentuk Dana Perbantuan dari Kementerian Desa sehingga tidak membebani APBD Pemerintah Daerah karena Pemerintah Daerah juga memiliki banyak kebutuhan anggaran untuk pembagunan daerah.

 Demikian beberapa persoalan empiris kontemporer yang perlu diselesaikan secara regultif dan sistematik sehingga tujuan bernegara dengan membentuk Pemerintahan Desa bisa memberi manfaat kepada rakyat banyak. Bukan justru malah menjadi masalah baru atau terkesan menjadi pemindahan korupsi ke Pemerintah Desa.

 Desa Kuat Rakyat Sejahtera.

***

 


Minggu, 12 Februari 2023

Kredit Usaha Rakyat dan Swa Sembada Pangan

 

Program Kredit Usaha Rakyat yang biasa dikenal dengan KUR digagas pada masa pemerintahan Presiden SBY dan diteruskan sampai dengan sekarang ini. Kredit Usaha Rakyat berbentuk kredit kepada para pelaku usaha mikro kecil menengah dengan jaminan pemerintah atau dengan kata lain pelaku usaha tidak perlu memberikan jaminan atau agunan sebagaimana layaknya kredit biasa. Kredit Usaha Rakyat  dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan permodalan usaha dalam rangka pelaksanaan percepatan pengembangan sektor ril dan pemberdayaan UKM. Kredit Usaha Rakyat menyentuh sektor usaha pertanian, perikanan, kelautan, kehutanan perindustrian dan perdagangan. Perbankan penyalur Kredit Usaha Rakyat sudah mencapai 46 penyalur yang terdiri atas bank pemerintah, bank swasta, bank pembangunan daerah, perusahaan pembiayaan dan koperasi dengan bank penyalur terbesar yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia dan Bank Syariah Indonesia. Program Kredit Usaha Rakyat didukung 10 lembaga penjamin kredit yang bertujuan mendukung prinsip kehati-hatian selama masa penyaluran pembiayaan kepada masyarakat.

 Pada tahun 2023 pemerintah menaikkan target penyaluran Kredit Usaha Rakyat menjadi Rp.460 trilyun. Naik 23,32 % dari tahun 2022 yang sebesar Rp.373 trilyun. Total debitur sebanyak 7,62 juta debitur dengan nilai penyaluran Rp. 356,32 trilyun yang terbagi dalam kategori KUR mikro 66,41 %, KUR usaha kecil 31,84 %, KUR super mikro 1,74 % dan KUR pekerja migran di bawah 1 %. Sampai dengan Desember 2022 nilai sisa pinjaman yang belum dikembalikan oleh seluruh debitur mencapai Rp. 476 trilyun dengan rasio kredit bermasalah sebanyak 1,1 %.

 Suku bunga kredit usaha rakyat dengan plafon di bawah Rp10 juta sebesar 3 % pertahun dan di atas Rp.10 juta sebesar 6 % pertahun. Hingga kini plafon tertinggi Kredit Usaha Rakyat sudah mencapai Rp.500 juta dengan tenggang waktu masa pengembalian 5 tahun.

 Dengan uraian di atas tentunya harus diimbangi dengan sosialisasi yang masif agar fasilitas Kredit Usaha Rakyat bisa menyentuh seluruh usaha mikro kecil menengah sehingga bisa membantu permodalan dan pengembangan usaha rakyat.

 Di sisi lain, kita masih dihadapkan kepada tingginya angka impor komoditi pertanian. Bila dilihat dengan luasnya wilayah nusantara serta tingginya potensi alam untuk pengembangan pertanian dan besarnya jumlah sumber daya manusia yang ada maka sudah tidak wajar apabila kita masih harus mengimpor bahan komoditi pertanian. Pada tahun 2021 kita mengimpor beras sebanyak 407.741,4 ton, kedelai sebanyak 2.489.690 ton, gula sebanyak 5.455.144 ton, garam sebanyak 2.831.081 ton, daging lembu/kerbau sebanyak 273.532 ton, gandum sebanyak 11.172 ribu kilogram ton, tembakau sebanyak 116.931 ribu kilogram, pupuk sebanyak 8.123 ribu ton, buah-buahan sebanyak 775.422 ribu kilogram, sayur-sayuran sebanyak 969.503 ribu kilogram. Dan masih banyak komoditi pertanian yang harus diimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.

 Data impor komoditi pertanian di atas tentu membuat terkuras anggaran devisa negara. Seharusnya manajemen pertanian bisa direkayasa sehingga seluruh komoditi pertanian tersebut bisa diproduksi di dalam negeri yang sangat luas dengan tanah dan lautan.  Salah satu modal besar yang bisa dimanfaatkan adalah Kredit Usaha Rakyat. Manajemen tata kelola Kredit Usaha Rakyat harus disesuaikan dengan pola tanam dan pola panen sehingga para petani bisa memakai fasilitas Kredit Usaha Rakyat untuk memperluas kapasitas produksi pertaniannya. Juga harus dibuka peluang terhadap petani baru dengan lahan dan pola tanam yang masih baru.

 Selama ini fasilitas Kredit Usaha Rakyat setelah memperoleh pinjaman, petani sudah harus membayar cicilan kredit mulai bulan pertama sementara sawah, kebun dan ladangnya baru saja ditanami dan belum bisa menghasilkan. Ini perlu disesuaikan di mana pola dan waktu cicilan disesuaikan dengan jadwal panen. Misalnya hasil panen secara berkala sekali tiga bulan maka pola cicilan Kredit Usaha Rakyat juga sekali tiga bulan. Misalnya hasil panen kebun baru mulai berbuah pada tahun ketiga maka pola cicilan Kredit Usaha Rakyat juga mulai di tahun ketiga. Penyesuaian antara pola panen pertanian dengan pola cicilan Kredit Usaha Rakyat akan sangat mendukung minat para petani untuk memakai Kredit Usaha Rakyat dalam meperluas kapasitas produksi pertaniannya. Juga akan mengundang minat calon petani baru untuk berkecimpung di usaha pertanian. Dengan meningkatnya kapasitas produksi pertanian akan mendukung upaya swasembada pangan. Agar pemakaian anggaran kredit bisa efisien maka pemerintah melalui para penyuluh pertanian yang ada di setiap desa harus mendampingi seluruh petani agar tidak terjadi gagal panen atau gagal produksi.

 Pertanian sehat negara kuat.

 Salam reformasi

 Rahmad Daulay

 12 Februari 2023.

 ***

Minggu, 11 Desember 2022

Sekeping Asa Di Hari Anti Korupsi Sedunia

Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link berikut : https://birokratmenulis.org/sekeping-asa-di-hari-anti-korupsi-sedunia/

Hari Anti Korupsi Sedunia adalah sebuah kampanye global yang diperingati setiap tanggal 9 Desember setiap tahun untuk meningkatkan kesadaran publik agar bersikap anti korupsi. Di tahun 2022 dilaksanakan peringatan hari anti korupsi di berbagai daerah yang dimotori oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan thema : “Indonesia Pulih Bersatu Lawan Korupsi” 

Korupsi adalah perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum yang mencederai keadilan masyarakat secara formil dan materil. Korupsi juga dipandang sebagai suatu perilaku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatan bernegara di mana untuk memperoleh keuntungan materi yang menyangkut perorangan, keluarga dekat, kelompok dengan melanggar aturan pelaksanaan perundang-undangan. World Bank pada tahun 2000 mendefenisikan korupsi sebagai : “Penyalahgunaan Kekuasaan Publik Untuk Kepentingan Pribadi”.

Secara umum ada 2 jenis korupsi yaitu korupsi birokrasi dan korupsi politik. Korupsi birokrasi berbentuk menerima atau meminta suap dari masyarakat dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Sedangkan korupsi politik adalah dilakukan berkaitan dengan tahapan atau kepentingan yang berhubungan dengan politik dalam jumlah yang cukup besar.

Kondisi yang mendukung munculnya korupsi adalah kurangnya transparansi pengambilan keputusan, lingkungan tertutup, lemahnya tertib hukum, kurangnya kebebasan berpendapat, penghasilan yang tidak mencukupi, politik biaya tinggi, politik transaksional, sikap pesimis terhadap pemberantasan korupsi, kurangnya kapasitas dan tidak efisiennya sistem politik dan birokrasi.

Dari semua uraian singkat di atas, serta dengan formalitas perayaan anti korupsi sedunia yang dilaksanakan setiap tahun. Ada pertanyaan tersembunyi dari dalam hati setiap rakyat : “Setelah perayaan lalu apa yang akan dilakukan ?” Apakah akan sama dengan perayaan yang lain, gegap gempita kemudian perlahan terlupakan ? Berapa biaya yang habis untuk perayaaan yang pada akhirnya tidak merubah keadaan ?

Kita semua sepakat bahwa korupsi harus dimusnahkan dari muka bumi pertiwi. Bahkan para koruptor pun ikut sepakat. Permasalahannya dimulai dari mana ?  Apakah dalam sebuah kontestasi politik bisa menang apabila tanpa politik uang ? Bagaimana pada promosi jabatan, tender proyek, perijinan usaha besar ? Banyak pertanyaan empiris yang membuat pesimisme di kalangan masyarakat untuk bisa berperilaku anti korupsi.

Banyak harapan tertuju kepada KPK. Dari sekian banyak harapan tersebut tentunya kita berharap KPK lebih berkonsentrasi kepada induknya korupsi yaitu pemilu. Kita belum mendengar apa gebrakan yang akan dilakukan KPK terhadap pemilu serentak tahun 2024 yang akan datang. Dengan momentum Hari Anti Korupsi Sedunia kita berharap KPK bisa melahirkan gebrakan baru baik dari sisi kapasitas SDM, tahapan, biaya serta jurus anti politik uang.

Di beberapa sistem pemerintahan birokrasi ternyata KPK banyak merekomendasikan digitalisasi pemerintahan. Tentunya KPK sudah semestinya juga merekomendasikan dilaksanakannya digitalisasi pemilu. Dari beberapa kali acara zoom meeting tentang digitalisasi saya sering bertanya kepada narasumber tentang peluang dilaksanakannya digitalisasi pemilu dan semua narasumber menyatakan sangat siap secara teknologi. SDM perguruan tinggi sangat siap untuk menjadi penyelenggara digitalisasi pemilu 2024.

Agar Hari Anti Korupsi tidak hanya sebatas perayaan tahunan yang menghabiskan anggaran negara, sudah selayaknya setiap tahun ada terobosan signifikan yang terjadi di setiap peringatan Hari Anti Korupsi. Untuk tahun 2022 ini kita berharap KPK mendukung upaya digitalisasi pemilu 2024. Sebagai pilot project bisa dilaksanakan di 10 kota terlebih dahulu. Kalau tidak bisa di 10 kota, bisa diperkecil di 5 kota, atau seminimalnya dilakukan di 1 kota terlebih dahulu.

Sistem kependudukan sudah terdigitalisasi, ponsel sudah hampir dimiliki seluruh rakyat, semua kelompok umur sudah familier dengan berbagai aplikasi di ponsel. Tentunya aplikasi digitalisasi pemilu 2024 sudah sangat layak untuk kita terapkan. Tinggal bagaimana KPK bisa mendorong. Waktu yang tersisa menuju pemilu serentak 2024 tentunya bisa disiasati minimal penerapan digitalisasi pemilu pada 1 kota sebagai pilot project.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

9 Desember 2022.

***


Sabtu, 14 Mei 2022

Optimalisasi Layanan BPJS Kesehatan

UUD 1945 mengamanatkan tujuan negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam Perubahan Keempat UUD 1945 tujuan tersebut semakin dipertegas dengan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi kesejahteraan seluruh rakyat. Sistem jaminan sosial nasional bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat yang menyeluruh dan terpadu. Untuk mewujudkannya dibentuk badan penyelenggara berbadan hukum berdasarkan prinsip gotong royong, nirlaba, bersifat wajib dan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

Penyusunan UU nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS merupakan pelaksanaan dari UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk memberikan kepastian hukum bagi pembentukan BPJS dalam pelaksanaan jaminan sosial bagi seluruuh rakyat. Dilakukan transformasi beberapa kelembagaan seperti PT Askes, PT Jamsostek, PT Taspen dan lainnya dengan pengalihan peserta, program, aset, pegawai dan lain sebagainya. Dibentuklah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Untuk menterjemahkan lebih lanjut maka diterbitkan Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang telah dirubah dengan Peraturan Presiden nomor 75 thun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan juga telah dirubah dengan Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dari 108 pasal yang ada di dalamnya ada beberapa pasal yang perlu mendapat perhatian khusus untuk memaksimalkan layanan BPJS Kesehatan dalam memberi layanan jaminan kesehatan.

Pada Pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa setiap penduduk wajib ikut serta dalam program jaminan kesehatan. Pada Pasal 15 ayat (1) disebutkan setiap pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja wajib mendaftarkan diri pada BPJS kesehatan. Hal ini tidak efisien dan membuat layanan kesehatan masyarakat menjadi terganggu justru di saat-saat layanan kesehatan sangat dibutuhkan. Harus kita akui bahwa masih banyak rakyat yang kurang kesadarannya untuk mengurus kepesertaan BPJS Kesehatan dikarenakan merasa tidak mampu membayar iuran padahal apabila rakyat merasa tidak mampu maka akan masuk dalam kategori penerima bantuan iuran (PBI) yang mana iuran tidak dibayar oleh rakyat tapi dibayar oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Ketika rakyat yang bukan peserta BPJS ini sakit berat dan memerlukan fasilitas layanan BPJS Kesehatan maka dilakukanlah pendaftaran kepesertaan. Namun ternyata pembayaran iuran pertama paling cepat 14 hari kalender dan baru di saat itu hak dan manfaat jaminan kesehatan bisa diperoleh. Sehingga apabila rakyat sakit masuk IGD sekaligus mendaftar kepesertaan BPJS Kesehatan di hari pertama sakit maka pada hari keempat belas baru bisa mendapat fasilitas BPJS Kesehatan dan pada 13 hari pertama harus membayar sendiri semua biaya perobatan. Ini tentu belum sejalan dengan spirit pembentukan jaminan sosial nasioal melalui BPJS Kesehatan. Oleh karena itu harus dilakukan perubahan sistem tata cara kepesertaan BPJS Kesehatan dari semula rakyat harus mendaftarkan diri dirubah menjadi kepesertaan otomatis. Semua rakyat yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan diotomatiskan mendapat kepesertaan BPJS Kesehatan dengan cara link data antara database BPJS Kesehatan dengan database aplikasi kependudukan. Kartu peserta BPJS Kesehatan dibagikan secara gratis ke seluruh rakyat melalui struktur negara terendah seperti kepala desa, kepala dusun, kepala lingkungan, ketua RT RW. Dengan demikian ketika rakyat mendadak sakit sudah bisa langsung mendapat layanan BPJS Kesehatan. Kalaupun ada yang tercecer dan belum terdata dengan baik ketika ada rakyat yang belum mempunyai kartu kepesertaan BPJS Kesehatan dan mendadak sakit atau sakit berat maka pada hari pertama pendaftaran kepesertaan BPJS sudah harus bisa mendapatkan fasilitas layanan BPJS Kesehatan. Semua prosedur yang bertentangan dengan prinsip efisiensi dan efektifitas harus dihapus demi kesehatan rakyat Indonesia.

Pada Pasal 32 ayat (1) disebutkan batas tertinggi gaji atau upah perbulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran sebesar Rp. 12.000.000 dan batas terendah sebesar upah minimum kabupaten/kota. Hal ini tentunya akan sangat mengurangi total pendapatan BPJS Kesehatan dari iuran peserta penerima gaji/upah. Dengan gaji/upah Rp. 12.000.000 perbulan maka akan diperoleh iuran sebesar 5 % atau Rp. 600.000 perbulan. Sebagaimana kita ketahui para penerima gaji/upah di atas Rp. 12.000.000 perbulan jumlahnya banyak sekali baik pada instansi pemerintah maupun swasta. Seperti pada pemerintah daerah, sebagian eselon III ada yang penghasilan perbulannya melebihi Rp. 12.000.000. Semua eselon II dan eselon 1 penghasilan total perbulannya sudah melebihi Rp. 12.000.000. Pejabat negara sebagian besar penghasilan perbulannya sudah melebihi Rp. 12.000.000. Karyawan swasta yang berasal dari sarjana penghasilan perbulannya sudah melebihi Rp. 12.000.000. Bahkan yang memiliki penghasilan melebihi ratusan juta juga tidak sedikit. Maka batas tertinggi penghasilan perbulan hanya sebesar Rp. 12.000.000 ini sangat menodai rasa keadilan publik. Pasal ini harus dicabut. Tidak boleh ada batas tertinggi tapi semua penghasilan di atas UMR wajib menjadi dasar perhitungan besaran iuran. Bila total penghasilan perbulannya Rp. 12.000.000 maka dikenakan iuran 5 % atau Rp. 600.000. Bila total penghasilan perbulannya Rp. 100.000.000 maka dikenakan iuran 5 % atau Rp. 5.000.000. Bila total penghasilan pebulannya Rp. 500.000.000 maka dikenakan iuran 5 % atau Rp. 25.000.000. Bila penghasilan perbulannya fluktuatif seperti pada jenis pekerjaan tertentu di swasta seperti sales marketing maka dikenakan iuran 5 % asalkan di atas UMR. Pokoknya berapapun penghasilan perbulannya dikenakan iuran 5 % asalkan di atas UMR dengan komposisi 1 % dibayar si pekerja dan 4 % dibayar instansi pemberi kerja. Dengan sistem seperti ini maka pasal 29 yang mengatur tentang iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang dibayar oleh pemerintah atau pemerintah daerah bisa diturunkan dengan catatan neraca keuangan BPJS Kesehatan tidak defisit.   

Pada Pasal 46 menjelaskan manfaat yang dijamin. Berarti ada manfaat yang tidak dijamin sebagaimana dijelaskan pada Pasal 52. Ini jelas tidak sejalan dengan spirit jaminan kesehatan nasional. Semua jenis layanan puskesmas dan rumah sakit baik penyakit, obat dan lain sebagainya wajib diperoleh semua rakyat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Kantor Cabang BPJS pada umumnya masih mengkontrak terutama yang berada di kabupaten. Biaya kontrakan ini tentunya menjadi beban biaya tersendiri. Apalagi  akan ada dua kantor BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk efisiensi dan efektifitas maka sebaiknya semua RSUD wajib menyediakan ruangan yang memadai untuk menjadi kantor BPJS Kesehatan di seluruh daerah. Dan struktur BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dimerger saja menjadi satu dan layanan ketenagakerjaan dijadikan bagian dari BPJS Kesehatan. Jadi cukup hanya satu BPJS.

Untuk kedisiplinan pembayaran iuran memang sering sekali terjadi penunggakan terutama kepada peserta bukan penerima upah. Terkadang bukan dikarenakan niat tidak baik seperti sengaja tidak mau membayar namun terkadang dikarenakan kesibukan maka sering kelupaan. Oleh karena itu maka perlu dilakukan proses peringatan sebagaimana terjadi pada layanan kartu kredit yang apabila kita lupa membayar cicilan bulanan kartu kredit maka pemilik kartu kredit akan mendapat telpon peringatan. Demikian juga pada tunggakan pembayaran iuran BPJS Kesehatan perlu dibuat telpon peringatan untuk membayar tunggakan yang mana apabila setelah diberikan telpon peringatan ternyata belum juga terjadi pembayaran maka perlu diatur kerjasama dengan perbankan untuk melakukan proses autodebet terhadap rekening peserta apabila saldonya mencukupi.

Peraturan dan pengaturan dibuat untuk menjamin dan memudahkan pencapaian sebuah cita-cita. Peraturan dan pengaturan BPJS seharusnya lebih mnjamin dan lebih memudahkan tercapainya cita-cita layanan jaminan kesehatan nasional. Regulasi harus terus disempurnakan melalui pengalaman, pengamatan dengan kreatifita dan inovasi.

Rakyat adalah pemilik negara ini. Rakyat sehat negara kuat.

Salam reformasi.

14 mei 2022.

*   *   *