Senin, 27 Desember 2021

Integrasi PPK dan Pokja Pemilihan Dalam Sinergisitas Tender Barang/Jasa Pemerintah

(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link https://birokratmenulis.org/integrasi-ppk-dan-pokja-pemilihan-dalam-sinegisitas-tender-barang-jasa-pemerintah/)

Pada masa regulasi Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pemimpin Proyek dan Panitia Pengadaan sama-sama diangkat oleh Pengguna Barang/Jasa yang dijabat oleh Kepala instansi. Pada masa ini metode tender masih bersifat konvensional dan manual. Segala sesuatunya masih terkendali. Antara Pemimpin Proyek dan Panitia Pengadaan masih seiring sejalan dan seirama. Jarang terjadi perbedaan pendapat antara Pemimpin Proyek dan Panitia Tender. Di samping mereka memiliki atasan yang sama juga mereka merupakan staf yang berada pada satu instansi. Ketika terjadi permasalahan mereka bisa bahu membahu menyelesaikannya dibantu sepenuhnya oleh Pengguna Barang/Jasa yang dijabat oleh kepala instansi. Pada masa ini penurunan harga penawaran relatif tidak terlalu jauh dan kualitas proyek menjadi lebih terjaga.

 Pada masa regulasi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mulai dilakukan pemisahan antara Pejabat Pembuat Komitmen yang diangkat oleh Pengguna Anggaran sedangkan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) diangkat oleh Kepala Daerah. Pokja ULP bisa berdiri sendiri atau melekat pada unit kerja yang sudah ada. Pemisahan ini dengan dasar pemikiran untuk menjaga netralitas ULP dalam memilih calon penyedia barang/jasa. Mulai dari sini muncul bibit-bibit perselisihan antara PPK dengan Pokja ULP terutama mulai maraknya penurunan harga penawaran yang cukup tajam yang membuat PPK mengeluh akibat sulitnya menjaga kualitas di lapangan akibat dari tipisnya keuntungan penyedia barang/jasa yang berkolerasi dengan tingginya penurunan harga penawaran. Di sini sudah menjalankan metode tender online yang dikenal dengan istilah Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

 Bibit perselisihan ini semakin menuju perang terbuka antara PPK dengan Pokja ULP dengan diperkuatnya kelembagaan Pokja ULP menjadi Unit Kerja PBJ yang struktural dan permanen. Pokja Pemilihan semakin merasa kuat dan independen terhadap intervensi PPK. Sehingga PPK semakin mengeluh akibat penurunan harga penawaran yang cukup rendah diakomodir oleh Pokja Pemilihan dengan alasan tidak adanya larangan di dalam regulasi. Perang terbuka ini mengakibatkan ketika Pokja Pemilihan mengadapi pengaduan di aparat penegak hukum dan melihat ini PPK diam saja tak berusaha membantu.

 Apa yang kita cari ? persaingan pengaruh kah ? kutak katik kelembagaan kah ? atau kualitas proyek ?

 Bagi seorang PPK maka kualitas proyeklah akan menjadi skala prioritas utama. Bagi seorang Pokja Pemilihan maka kualitas tender akan menjadi prioritas utama. Kedua skala prioritas pada pihak yang berbeda ini memberi hasil yang berbeda satu sama lain. Keduanya baru akan memiliki skala prioritas yang sama apabila berhadapan dengan permasalaahn hukum akibat pengaduan masyarakat.

 Dari ketiga model hubungan kerja antara PPK-Pokja Pemilihan. Yang manakah yang paling ideal menurut kacamata kualitas produk dan keamanan dari segi permasalahan hukum ?

 Saya menjalani ketiga model hubungan kerja di atas. Baik dari segi kualitas proyek maupun keamanan dari permasalahan hukum lebih nyaman dengan model yang dianut oleh Keppres nomor 80 tahun 2003. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) harus melakukan studi akademik empiris terhadap model hubungan kerja antara PPK-Pokja Pemilihan ke depan sebelum stagnasi pengadaan benar-benar terjadi.

 Saya berpendapat bahwa skala prioritas utama dalam pengadaan barang/jasa adalah yang pertama keamanan permasalahan dari aparat penegak hukum dan yang kedua adalah kualitas proyek. Kedua skala prioritas ini bisa dicapai apabila antara PPK dan Pokja Pemilihan berada pada tingkat sinergisitas yang tinggi. Sinergisitas tinggi ini akan kita peroleh apabila PPK dan Pokja Pemilihan kita lebih menjadi satu hubungan kerja. PPK tetap menjadi pemimpin proyek dan PPK menjadi Ketua ex officio Pokja ULP. Sedangkan Pokja ULP menjadi sekretariat ULP. Dengan demikian PPK berkuasa penuh untuk memilih penyedia barang/jasa yang dianggap berkualitas dan Sekretariat ULP menjalankan fungsi-fungsi administrasi pemilihan penyedia barang/jasa. Dengan demikian tidak ada lagi perang terbuka antara PPK dan Pokja Pemilihan, penurunan harga yang drastis pada penawaran harga bisa diminimalisir dan kualitas proyek bisa lebih terjamin. Untuk ini perlu dilakukan pengkajian kembali tentang regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah.

 Pengadaan sehat, negara kuat.

 Salam reformasi

 27 desember 2021.

 *   *   *

Rabu, 06 Januari 2021

Rekrutmen Guru : Antara PNS atau PPPK

Dalam upaya mencapai tujuan kemerdekaan Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa pada struktur negara dibentuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beserta dinas daerah yang salah satu tugasnya melakukan rekrutmen dan pembinaan kepada tenaga kependidikan/guru. Saat ini terdapat 3.017.296 guru di Indonesia, sebanyak 2.114.765 berada di sekolah negeri, sebanyak 902.531 berada di sekolah swasta, sebanyak 1.174.377 merupakan PNS dan telah tersertifikasi, kemudian sebanyak 217.778 merupakan guru non-PNS sudah tersertifikasi.

Sebagaimana kondisi birokrasi pada umumnya, penyebaran guru di seluruh Indonesia tidak merata dengan baik. Sebagian besar guru mengajar di perkotaan, minimal di ibukota kabupaten. Sedangkan di kecamatan dan pedesaan jumlah guru sangat kurang. Di setiap desa ada minimal 1 sekolah dasar. Ketimpangan jumlah guru di perkotaan dan pedesaan sedemikian tinggi sehingga banyak ditemukan di sekolah pedesaan yang jumlah guru PNS di sekolah tersebut hanya 1 orang dan itupun karena menjadi kepala sekolah di sekolah tersebut. Kesenjangan jumlah guru di perkotaan dan pedesaan linear dengan jumlah murid. Murid di perkotaan sangat melimpah jumlahnya, sedangkan jumlah murid di pedesaan sangat kurang. Semua pelajar tingkat dasar akan bersekolah di SD di desa tersebut. Dikarenakan minimnya jumlah murid sering dijumpai pada sekolah dasar pedesaan yang apabila semua murid mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 dikumpulkan jumlahnya masih di bawah 40 orang.

Beberapa penyebab terjadinya kesenjangan jumlah guru di perkotaan dan pedesaan adalah sebagai berikut :

1. Fasilitas umum. Di perkotaan fasilitas umum lebih lengkap dibandingkan dengan pedesaan terutama fasilitas pendidikan, kesehatan, tambahan penghasilan dan rekreasi.

2. Jenjang karir. Banyaknya jumlah sekolah di perkotaan memberi peluang yang lebih besar bagi para guru untuk pengembangan diri dan menjadi kepala sekolah.

3. Faktor keluarga. Seorang guru sebelum diangkat menjadi guru awalnya berdomisili di perkotaan. Ketika melamar jadi CPNS dan berhasil lulus ujian ditempatkan di pedesaan. Pada waktu tertentu akan menjadi alasan bagi guru tersebut untuk mengajukan pindah tugas dari pedesaan ke perkotaan dengan alasan keluarga.

4. Keterbatasan jam mengajar. Akibat dari kurangnya jumlah murid di pedesaan mengakibatkan berkurangnya jumlah jam mengajar sehingga kewajiban jumlah jam mengajar sebanyak 24 jam tidak terpenuhi yang mengakibatkan tunjangan sertifikasi tidak bisa diperoleh.

Keempat hal di atas menjadi alasan utama bagi seorang guru untuk meminta pindah tugas dari pedesaan ke perkotaan. Sehingga sekolah di pedesaan sangat kekurangan guru PNS dan kekurangan ini diisi oleh guru honorer dengan penggajian dari berbagai sumber namun besaran gajinya jauh dari jumlah yang layak secara kemanusiaan.

Pada beberapa pemberitaan disebutkan bahwa pemerintah menghentikan penerimaan PNS untuk formasi guru dan menggantikannya dengan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Keberadaan PPPK ini lebih kuat karena merupakan amanah dari UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Sedangkan guru berstatus honorer sudah tidak memiliki dasar hukum lagi. Dasar pertimbangan utama dari BKN dalam menghentikan penerimaan PNS formasi guru adalah kebiasaan minta pindah tugas dari pedesaan ke perkotaan oleh para guru PNS. Apabila guru tersebut berstatus PPPK dipandang tidak mudah untuk meminta pindah tugas dari pedesaan ke perkotaan.

Di satu sisi ini alasan ini bisa diterima. Namun untuk menjadi solusi satu-satunya ini akan merugikan dunia pendidikan untuk jangka panjang. Oleh karena itu perlu dipikirkan beberapa solusi lainnya untuk mempertahankan penugasan guru PNS di pedesaan. Beberapa solusi yang bisa diambil adalah sebagai berikut :

1.  Pemberian tunjangan wilayah. Saat ini semua guru bersertifikasi mendapatkan tambahan penghasilan sebesar gaji pokok baik kepada guru PNS ataupun guru nonPNS. Besaran nominal tunjangan sertifikasi ini sama kepada seluruh guru di semua tempat bertugas. Tentu ini tidak memberi motivasi kepada para guru PNS untuk bertugas di pedesaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemberian indeks berbasis wilayah sebagai faktor tambahan kepada tunjangan sertifikasi guru sehingga guru yang bertugas di pedesaan mendapat tunjangan sertifikasi yang lebih tinggi daripada guru yang bertugas di pedesaan. Semakin terpencil sekolahnya semakin tinggi indeks wilayahnya.

2.   Fasilitas tambahan. Akibat kurangnya fasilitas yang dimiliki apabila bertugas di pedesaan maka perlu dipikirkan untuk memberikan fasilitas tambahan kepada guru yang bertugas di pedesaan seperti fasilitas rumah dinas, kenderaan dinas, tunjangan pendidikan anak dan lain sebagainya.

3.    Pengangkatan otomatis guru PPPK menjadi PNS. Terhadap guru PPPK yang bertugas di pedesaan dengan jangka waktu tertentu misalnya 5 tahun diberikan fasilitas pengangkatan otomatis menjadi PNS dengan syarat tidak boleh pindah tugas selama jangka waktu tertentu ke depannya misalnya 5 atau 10 tahun ke depannya.

4.   Beasiswa penduduk lokal. Peluang untuk bertahan bekerja sebagai guru di pedesaan lebih besar apabila guru tersebut berasal dari daerah tersebut. Atas dasar ini perlu dibuat program beasiswa ikatan dinas terhadap penduduk lokal desa yang memiliki kemampuan untuk mendapatkan beasiswa kependidikan guru dengan syarat dalam jangka waktu tertentu misalnya selama 10 tahun wajib mengajar di sekolah desa asalnya.

 Keempat solusi di atas akan memperkuat minat para guru PNS untuk lebih lama bertugas mengajar di sekolah pedesaan. Dengan demikian pemerataan pendidikan semakin luas cakupannya dan harapan akan masa depan yang lebih cerah dapat dinikmati oleh masyarakat pedesaan.

 Rakyat cerdas negara kuat.

 Rahmad Daulay

6 Januari 2021.

* * * *