Minggu, 25 Agustus 2019

Optimalisasi Layanan Kesehatan Daerah


Salah satu layanan masyarakat yang tidak boleh berhenti adalah layanan kesehatan di samping layanan keamanan dan lalu lintas. Layanan kesehatan ini dilaksanakan oleh RSU pemerintah/swasta, klinik, Puskesmas, bidan desa dan praktek pribadi dokter/bidan. Baik layanan kesehatan pemerintah maupun swasta wajib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Puskesmas dan bidan desa di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Daerah. Sedangkan RSUD berdiri sendiri. Keduanya di bawah Pemerintah Daerah. Secara teknis Dinas Kesehatan dan RSUD di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan. Sebagian dari tugas utama Kementerian Kesehatan adalah perumusan kebijakan kesehatan masyarakat, koordinasi dan dukungan ke seluruh organisasi kesehatan, manajemen peralatan kesehatan, penelitian dan pengembangan, pengembangan dan pengelolaan tenaga kesehatan, supervisi dan pengawasan serta dukungan substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Kesehatan.

Sejak era otonomi daerah maka rentang kendali dan tingkat koordinasi antara Kementerin Kesehatan dengan Dinas Kesehatan serta RSUD mulai melemah. Kementerian Kesehatan tidak punya struktur vertikal di daerah. RSUD dan Puskesmas dibiayai oleh Pemerintah Daerah. Hanya ada beberapa sumber dana DAK yang tingkat kebutuhannya belum tentu sesuai dengan skala prioritas yang sesungguhnya dibutuhkan di lapangan. Hal ini bisa kita lihat dengan  maraknya perobatan masyarakat daerah ke rumah sakit perkotaan terutama swasta pada beberapa penyakit tertentu. Hal ini tentu tidak sejalan dengan semangat efektifitas dan efisiensi karena sebagian di antara mereka adalah masyarakat tidak mampu yang seharusnya bisa menuntaskan perobatannya di layanan kesehatan di daerahnya. Oleh karena itu perlu dilakukan optimalisasi layanan kesehatan di daerah dengan dukungan penuh dari Kementerian Kesehatan pada beberapa sektor yang tentunya didukung dengan pendanaan.

Yang pertama yang harus dilakukan adalah pemerataan dokter spesialis. Sebagian besar dokter spesialis memilih berkarir di perkotaan terutama di ibukota provinsi. Di samping daya dukung peralatan juga dukungan promosi karir sehingga tidak bisa dipungkiri layanan kesehatan dokter spesialis sangat lengkap di perkotaan. Di RSUD daerah hanya tersedia beberapa dokter spesialis. Akibatnya pada penanganan beberapa jenis penyakit tidak bisa dilayani di RSUD akibat keterbatasan ketersediaan dokter spesialis dan peralatan yang dibutuhkan. Tentu kesenjangan ini tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Harus ada kebijakan dari Kementerian Kesehatan dalam menyelesaikan kesenjangan ini. Kementerian Kesehatan harus membuat program Beasiswa Dokter Spesialis kepada seluruh RSUD se-Indonesia untuk melengkapi seluruh jenis dokter spesialis yang ada. Perlu pendataan tentang pemerataan keberadaan setiap dokter spesialis di seluruh RSUD. Untuk menghemat biaya maka tempat belajar diupayakan ke perguruan tinggi terdekat saja. Penyakit yang diderita masyarakat tidak memandang tempat dan waktu sehingga pembatasan ketersediaan dokter spesialis berdasarkan kelas RSUD tentu tidak relevan. Semua jenis dokter spesialis harus ada di semua RSUD. Namun upaya ini membutuhkan waktu paling tidak 4 sampai 5 tahun. Dalam waktu 5 tahun semua RSUD akan memiliki semua jenis dokter spesialis sehingga masyarakat umum tidak perlu lagi meminta rujukan untuk berobat ke rumah sakit di ibukota provinsi. Terkecuali pada beberapa penyakit tertentu yang memang harus dilakukan pengobatan di rumah sakit tertentu dikarenakan tingkat keparahan penyakit yang sudah sangat parah. Sambil menunggu selesainya masa pendidikan dokter spesialis tersebut maka Kementerian Kesehatan harus menugaskan para dokter spesialis yang baru lulus untuk sementara bertugas di RSUD yang belum memiliki jenis dokter spesialis tertentu.


Hal kedua yang harus dilakukan adalah melengkapi peralatan kesehatan yang dibutuhkan. Setiap dokter spesialis membutuhkan peralatan tertentu dalam mendukung tugas prakteknya sebagai dokter spesialis tertentu. Untuk itu maka Kementerian Kesehatan harus terlebih dahulu melakukan pendataan seluruh alat kesehatan yang ada di seluruh RSUD, melakukan pengecekan tentang kondisi alat kesehatan tersebut, melakukan pemeliharaan apabila masih bisa dipakai dan mensuplai peralatan baru apabila peralatan lama sudah tidak bisa dipakai lagi. Kita yakin selama ini banyak dilakukan pengadan alat kesehatan di RSUD namun karena kurang pemeliharaan dan kurangnya manajemen aset sehingga banyak alat kesehatan yang tidak berfungsi lagi. Oleh karena itu maka Kementerian Kesehatan di samping memberikan bantuan peralatan kesehatan juga harus menyediakan bantuan pemeliharaan alat kesehatan dan manajemen aset. Peralatan kesehatan ini juga harus bisa memfasilitasi general chek up sehingga masyarakat daerah tidak perlu pergi ke ibukota provinsi untuk melaukan general check up.

Hal ketiga yang harus dilakukan adalah pengembangan puskesmas menjadi klinik 24 jam. Puskesmas mulai dibangun di era tahun 1969. Puskesmas didirikan di setiap kecamatan secara bertahap di seluruh Indonesia. Puskesmas hanya beroperasi pada jam kerja. Saat ini dana operasional puskesmas ditopang oleh dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) dari dana APBN. Sedangkan gaji tenaga medis dari APBD. Pada hari libur Puskesmas tidak beroperasi. Layanan kesehatan satu kecamatan sangat tergantung pada puskesmas terutama yang jauh dari ibukota kabupaten. Beberapa di antara tenaga medis justru tidak tinggal di kecamatan tersebut. Hal ini sangat membatasi ketersediaan layanan kesehatan masyarakat. Sedangkan pihak swasta tidak berminat untuk membuka jasa layanan kesehatan di daerah mengingat sulitnya untuk berorientasi profit di daerah. Kini sudah 50 tahun berlalu sejak awal pendirian Puskesmas pertama. Sudah waktunya dilakukan pengkajian dan reorientasi layanan kesehatan masyarakat daerah dari orientasi jam kerja menjadi orientasi 24 jam. Sudah waktunya puskesmas ditingkatkan layanannya menjadi Klinik 24 jam. Sebagai klinik maka pelayanan bisa 24 jam dan melayani rawat inap. Tentu peningkatan Puskesmas menjadi klinik 24 jam ini akan sangat membantu masyarakat yang sakit tidak memandang tempat dan waktu. Ada kalanya penyakit justru datang pada hari libur atau tengah malam yang tentunya akan terlayani apabila puskesmas sudah ditingkatkan menjadi klinik 24 jam. Mengenai dana operasional tentunya dana BOK harus ditingkatkan jumlahnya. Di samping dukungan program BPJS kesehatan.

Hal keempat yang harus dilaksanakan adalah penambahan RSUD. Di beberapa kabupaten memiliki kondisi geografis yang sangat tidak mendukung adanya RSUD tunggal di kabupaten. Kondisi geografis daerah tertentu membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai RSUD di ibukota kabupaten dari pedesaan. Sedangkan pasien yang dirujuk dari puskesmas ke RSUD bisa saja tidak bisa bertahan apabila waktu tempuh menuju RSUD tidak bisa cepat sampai. Oleh karena itu Kementerian Kesehatan harus melakukan pemetaan terhadap RSUD di mana kabupaten yang memiliki kondisi geografis yang sulit daya jangkaunya dari seluruh pelosok desa. Sehingga dimungkinkan untuk membangun RSUD baru sehingga dengan kondisi geografis yang sulit tersebut dengan adanya beberapa RSUD di kabupaten tersebut maka layanan kesehatan masyarakat di daerah bisa dimaksimalkan.

Hal kelima yang harus dilaksanakan adalah meninjau ulang pelaksanaan otonomi daerah di bidang kesehatan. Kita sama-sama menyaksikan betapa seluruh instansi pemerintah daerah larut dalam politisasi termasuk Puskesmas dan RSUD. Sehingga energi, waktu dan pikiran serta anggaran RSUD dan Puskesmas terkontaminasi oleh kesemrawutan perpolitikan daerah. Belum lagi rotasi dan mutasi jabatan yang seringkali terjadi mendadak pada jabatan puskesmas dan RSUD yang tentunya akan sangat mengganggu pelayanan dan kenyamanan dalam menjalankan roda organisasi RSUD dan puskesmas. Belum lagi masalah tingkat kepuasan dalam bekerja dan jenjang karir yang tidak jelas membuat para tenaga medis tidak betah bekerja di puskesmas dan RSUD dan berusaha pindah ke perkotaan yang lebih menjanjikan kesejahteraan dan jenjang karir serta kepuasan dalam bekerja. Oleh karena itu Kementerian Kesehatan harus melakukan penelitian terpadu tentang baik buruknya otonomi daerah di bidang kesehatan. Saya pribadi menilai lebih baik layanan kesehatan dijadikan terpusat kembali di bawah Kementerian Kesehatan dan membuka struktur vertikal di tingkat provinsi dan kabupaten. Sedangkan RSUD dan Puskesmas menjadi UPT langsung di bawah Kementerian Kesehatan. Dengan demikian maka RSUD dan puskesmas bisa dilepaskan dari jeratan politisasi otonomi daerah. Juga bisa disusun jenjang karir dan pola promosi jabatan yang jelas mulai dari struktur terbawah meniti karir sampai ke pusat. Dengan demikian maka akan timbul kepuasan dalam bekerja dan layanan kesehatan masyarakat daerah bisa dimaksimalkan.  

Hal keenam yang harus dilaksanakan adalah membentuk layanan bisnis oriented pada beberapa RSU milik pemerintah yang sudah sangat mapan. Tidak semua pasien memakai layanan BPJS. Sebagian di antaranya adalah pasien dari kelas masyarakat yang berkecukupan. RSU milik pemerintah yang sudah mapan ini harus didesain menjadi sebuah instansi profit oriented dan kelembagaannya bisa menjadi PT denga saham yang dijual ke publik. RSU jenis ini didesain untuk bisa bersaing dengan RSU Swasta yang profit oriented dan bisa saja RSU jenis ini bisa menanam saham di bidang usaha kesehatan termasuk menanam saham di RSU Swasta. RSU jenis ini untuk jangka panjang bisa dirubah kelembagaannya menjadi BUMN berkelas nasional dan regional.

Hal ketujuh yang harus dilaksanakan adalah modernisasi layanan BPJS. Teknologi perbankan sudah sedemikian maju. Sedangkan salah satu penyebab terjadinya defisit anggaran BPJS kesehatan adalah banyaknya tunggakan iuran anggota. Hal ini bukan semata karena ketidakpedulian anggota membayar iuran namun sebagian di antaranya adalah dikarenakan kesibukannya dalam bekerja sehingga masyarakat kelupaan dalam membayar iuran BPJS. Perlu dibuat sistem autodebet terhadap pembayaran iuran BPJS langsung dari rekening atau kartu kredit yang dimiliki masyarakat non PNS. Sebagian besar masyarakat sudah memiliki rekening bank dan memakai fasilitas ATM, kartu kredit dan mobile banking. Sudah saatnya tagihan iuran BPJS dilakukan secara autodebet saja sehingga kendala tunggakan iuran tidak menjadi masalah lagi. Di samping itu perlu mengembangkan layanan transaksi non tunai dalam transaksi keuangan BPJS sehingga bisa meminimalisasi penyimpangan keuangan BPJS.

Demikian beberapa upaya dalam memaksimalkan layanan kesehatan masyarakat daerah. Semuanya sangat tergantung dari daya dukung Kementerian Kesehatan dalam membuat program kegiatan berbasis layanan kesehatan daerah. Sehingga untuk memperoleh layanan kesehatan yang diperlukan masyarakat tidak perlu pergi ke perkotaan untuk mendapat pengobatan tertentu. Hal ini juga untuk menghemat pengeluaran rakyat mengingat untuk mendapat pengobatan di perkotaan tentu membutuhkan biaya ekstra terutama transportasi dan penginapan. Tidak semua anggota masyarakat bisa menanggung biaya tersebut. Negara harus hadir di semua tempat dan waktu dalam menanggulangi gangguan kesehatan masyarakat daerah.

Rakyat sehat negara kuat.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

25 Agustus 2019.

  *   *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar