Minggu, 20 April 2025

Optimalisasi Fungsi Penelitian Perguruan Tinggi Dalam Menciptakan Wira Usaha Baru Dan Menyelesaikan Persoalan Bangsa Untuk Percepatan Pembangunan

            Penelitian perguruan tinggi adalah kegiatan sistematis yang dilakukan oleh dosen, mahasiswa atau lembaga di lingkungan kampus untuk menghasilkan pengetahuan baru, memecahkan masalah atau mengembangkan teknologi dan inovasi. Penelitian ini bertujuan mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas pendidikan serta berkontribusi pada pembangunan masyarakat. Di perguruan tinggi penelitian biasanya terbagi menjadi penelitian dasar, penelitian terapan dan pengembangan serta sering didanai oleh pemerintah, industri atau lembaga swasta. Hasil penelitian menjadi dasar publikasi ilmiah, hak kekayaan intelektual atau produk inovatif.

          Penelitian perguruan tinggi adalah salah satu pilar utama dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, selain pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat. Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang dilakukan secara sistematis untuk mencari, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, teori, atau inovasi baru. Penelitian perguruan tinggi melibatkan dosen, peneliti, mahasiswa, serta kolaborasi dengan lembaga lain baik nasional maupun internasional.

             Tujuan utama penelitian di perguruan tinggi adalah:

1.     Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.     Memberikan solusi atas masalah sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan.

3.     Meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis riset.

4.     Mendorong inovasi dan menciptakan produk-produk unggulan.

5.     Memberikan kontribusi nyata untuk pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.

 

        Jenis-jenis penelitian di perguruan tinggi umumnya mencakup:

1. Penelitian dasar: Berfokus pada pengembangan teori dan pengetahuan baru tanpa langsung mempertimbangkan aplikasinya.

2.  Penelitian terapan: Menggunakan teori dan pengetahuan yang sudah ada untuk menyelesaikan masalah praktis.

3.  Penelitian pengembangan: Bertujuan menciptakan produk baru atau memperbaiki produk yang sudah ada.

 

     Penelitian perguruan tinggi bisa dibiayai melalui berbagai sumber, seperti dana internal universitas, hibah dari pemerintah, kerja sama industri hingga proyek-proyek internasional.

Hasil penelitian biasanya dipublikasikan dalam bentuk jurnal ilmiah, buku, paten, hak cipta atau produk inovatif lainnya dan menjadi salah satu tolok ukur kinerja perguruan tinggi dalam skala nasional maupun global.

             Dalam pelaksanaannya, penelitian ini mengedepankan etika penelitian, kejujuran ilmiah serta relevansi terhadap kebutuhan zaman. Banyak perguruan tinggi mewajibkan mahasiswa tingkat akhir untuk melakukan penelitian sebagai syarat kelulusan seperti dalam bentuk skripsi, tesis, atau disertasi.

             Di sisi lain sudah banyak perguruan tinggi memberi mata kuliah Wirausaha sebagai mata kuliah wajib. Mata kuliah Wirausaha di perguruan tinggi adalah salah satu program pembelajaran yang bertujuan menanamkan semangat, pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan kepada mahasiswa. Melalui mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu berpikir kreatif, inovatif, berani mengambil risiko serta mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang usaha di berbagai bidang.

             Materi yang diajarkan dalam mata kuliah wirausaha biasanya meliputi:

1.     Konsep dasar kewirausahaan dan karakteristik wirausaha sukses.

2.     Proses perencanaan bisnis.

3.     Teknik identifikasi peluang usaha.

4.     Strategi pemasaran produk dan jasa.

5.     Manajemen keuangan sederhana untuk usaha kecil.

6.     Inovasi produk dan pengembangan ide bisnis.

7.     Studi kasus wirausaha sukses dan kegagalan bisnis.

8.     Etika bisnis dan tanggung jawab sosial wirausaha.

 

       Pembelajaran dalam mata kuliah ini tidak hanya berbentuk teori tapi juga banyak mengandung unsur praktik seperti membuat proposal usaha, menjalankan simulasi bisnis bahkan membangun usaha nyata dalam skala kecil.

            Beberapa perguruan tinggi mendukung pembelajaran Wirausaha dengan menghadirkan praktisi sebagai dosen tamu, mengadakan kompetisi bisnis (business plan competition) hingga membuka inkubator bisnis untuk mahasiswa.

             Tujuan utama dari mata kuliah Wirausaha adalah:

1.     Mendorong mahasiswa menjadi pencipta lapangan kerja bukan hanya pencari kerja.

2.     Mengembangkan jiwa kepemimpinan, inovasi dan daya saing.

3.     Membekali mahasiswa dengan keterampilan praktis dalam menjalankan usaha.

4.     Menumbuhkan sikap pantang menyerah dan adaptif terhadap perubahan zaman.

 

     Dengan mengikuti mata kuliah ini diharapkan lulusan perguruan tinggi mampu lebih siap menghadapi dunia nyata baik sebagai entrepreneur maupun sebagai profesional yang berpikiran kreatif dan inovatif.

         Kerja Praktek adalah mata kuliah yang dirancang untuk memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa tentang dunia kerja yang sesuai dengan bidang studinya. Biasanya kerja praktek dilakukan di perusahaan, industri, lembaga pemerintahan atau institusi yang relevan dengan jurusan mahasiswa.

             Tujuan utama kerja praktek adalah:

1.     Menghubungkan teori yang telah dipelajari di kelas dengan praktik nyata di lapangan.

2.     Memberikan pemahaman tentang sistem kerja, budaya organisasi dan dinamika profesi.

3.     Membantu mahasiswa mengenal tantangan dan kebutuhan dunia industri.

4.     Melatih kemampuan komunikasi, kerja sama tim dan etika profesional.

 

       Kerja praktek biasanya berlangsung selama 1–3 bulan, tergantung kebijakan masing-masing perguruan tinggi. Pada akhir periode mahasiswa wajib membuat laporan kerja praktek dan melakukan presentasi atau seminar sebagai bentuk pertanggungjawaban akademik.

           Magang juga merupakan mata kuliah berbasis pengalaman kerja tetapi biasanya dilakukan dengan cakupan yang lebih luas dan durasi yang lebih panjang dibandingkan kerja praktek. Magang bisa berlangsung selama satu semester penuh dan menjadi bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka di beberapa perguruan tinggi.

             Tujuan magang adalah:

1.     Memberikan pengalaman profesional yang lebih mendalam di dunia kerja nyata.

2.     Membekali mahasiswa dengan keterampilan teknis, manajerial, dan interpersonal.

3.     Meningkatkan daya saing lulusan di pasar tenaga kerja.

4.     Membuka peluang untuk jaringan profesional (networking) dan peluang karier setelah lulus.

 

       Magang umumnya bersifat lebih formal di mana mahasiswa tidak hanya belajar tetapi juga ikut berkontribusi nyata dalam proyek atau operasional perusahaan. Selain laporan magang beberapa program mewajibkan mahasiswa membuat portofolio atau evaluasi kinerja yang ditandatangani pihak tempat magang.

           Dari uraian singkat di atas, persoalan yang perlu kita pecahkan adalah bagaimana agar hubungan : penelitian (skripsi, tesis, desertasi) – wirausaha – kerja praktek/magang, bisa memberikan kontribusi pada pemecahan persoalan yang sedang dihadapi bangsa ini seperti : hutang luar negeri yang semakin banyak, kemiskinan, swasembada pangan, ketahanan pangan, ketahanan energi, hilirisasi, angka impor komoditi yang sangat tinggi, pendidikan, kesehatan, korupsi, lapangan kerja dan percepatan wira usaha baru.

         Secara naluri, sebagian besar mahasiswa di semua tingkatan lebih cenderung untuk memilih penelitian (skripsi, tesis, desertasi) yang mudah karena targetnya hanya sekedar cepat lulus perkuliahan dikarenakan terutama faktor biaya yang terbatas untuk membiayai perkuliahan. Namun cepatnya penyelesaian perkuliahan ternyata tidak menyelesaikan persoalan ke depan dikarenakan sebagian besar mahasiswa di semua tingkatan lebih terformat untuk menjadi pencari kerja baik sebagai karyawan swasta maupun menjadi pegawai negara seperti PNS, TNI/Polri maupun BUMN/BUMD yang daya tampungnya sangat terbatas. Yang terjun ke dunia swasta lebih besar karena faktor keterpaksaan dikarenakan kegagalan untuk memperoleh pekerjaan sebagai karyawan. Hanya sebagian kecil yang memang terpola untuk menjadi wirausaha baru baik itu dikarenakan faktor keluarga, keberhasilan menyerap ilmu wirausaha di tempat kerjanya yang lama ataupun belajar kepada temannya yang terlebih dahulu menjadi wirausaha.

              Benang merah antara : penelitian (skripsi, tesis, desertasi) – wirausaha – kerja praktek/magang harus diatur dan diformulasi secara sistematis agar penelitian dalam segala bentuknya bukan hanya sekedar menjadi syarat menyelesaikan perkuliahan secepat mungkin namun untuk mengarahkan agar penelitian bisa diformulasi untuk penciptaan wira usaha baru atau menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa.

        Formulasi sistematis tersebut dengan membuat dan mengatur rangkaian sistematis : kerja praktek/magang – penelitian – wira usaha/pemecahan persoalan bangsa. Diawali dengan koordinasi antara Menteri Pendidikan Tinggi Ristek dengan koordinator instansi tempat magang yang meliputi Menteri BUMN, Ketua Umum organisasi perusahaan swasta (Kadin, Hipmi dan lainnya), Kementerian Dalam Negeri (pemerintah daerah dan BUMD) dan Menteri Koordinator yang membawahi kementerian untuk membuat Nota Kesepahaman tentang petunjuk pelaksanaan Kerja Praktek/Magang mahasiswa pada instansi pemerintah dan swasta bahwa proses Kerja Praktek/Magang agar diarahkan untuk menyelesaikan persoalan yang ada di instansi tempat Kerja Praktek/Magang dan jangan hanya formalitas untuk menyesaikan perkuliahan. Khusus untuk instansi swasta agar dibuat SOP untuk pembelajaran menjadi praktek membuka dan menjalankan perusahaan. Selanjutnya dari hasil Kerja Praktek/Magang tersebut diperoleh judul atau topik penelitian (skripsi, tesis, desertasi) yang mana topik penelitian akan bersifat aplikatif baik berbentuk penyelesaian persoalan ataupun pembentukan wirausaha baru. Apabila dalam proses penelitian membutuhkan biaya yang tidak sedikit maka pembiayaan ditanggung oleh instansi tempat masalah tersebut diperoleh. Hasil dari penelitian (skripsi, tesis, tugas akhir) diharapkan bisa memecahkan persoalan yang ada baik dalam skala kecil (tempat instansi masalah diperoleh), skala menengah dan besar (dalam persoalan kebangsaan) maupun menciptakan wira usaha baru.

             Dengan demikian maka formulasi ini akan meningkatkan dan mengoptimalkan fungsi penelitian perguruan tinggi dalam menciptakan wirausaha baru dan menyelsaikan persoalan kebangsan baik dalam skala kecil, menengah maupun skala besar. Sehingga keberadaan perguruan tinggi benar-benar memberi manfaat terhadap tujuan bernegara dan menghilangkan tembok tebal antara kampus dengan lingkungannya.

 Salam reformasi.

 Kaki Pegunungan Bukit Barisan.

 20 april 2025.

*   *   *   *

Minggu, 23 Maret 2025

Pola Promosi Karir Aparatur Sipil Negara

Sejarah Pegawai Negeri Sipil jauh lebih tua dari umur negara Republik Indonesia. Dimulai pada masa penjajahan Belanda, pendirian Hoofden School (sekolah para pemimpin) antara tahun 1865 hingga 1878 sebagai awal mula pendidikan Pegawai Negeri Sipil di Indonesia yag dahulu disebut ambtenaar. Pada tahun 1900, Pemerintah Kolonial Belanda mengubah Hoofden School menjadi Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) atau Sekolah Pendidikan Pegawai Bumi Putera yang bertujuan untuk mendidik sumber daya manusia untuk menjalankan pekerjaan birokrasi. Pada tahun 1927, OSVIA berubah menjadi Middelbaar Opleiden Schoolen voor Indische Ambtenaren (MOSVIA) yang menerima lulusan MULO (Meer Uitgebreid Lager) yang berarti Pedidikan Dasar yang lebih luas, pendidikan setingkat SMP. Setelah lulus mereka ditempatkan di pemerintahan. Sekitar tahun 1900, Pegawai Negeri Sipil pribumi sudah mencapai jumlah sekitar 1.500 orang. Pada tahun 1932, jumlahnya meningkat menjadi 103.000 orang. 

         Setelah Indonesia merdeka, Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) Mr. Kasman Singodimedjo menyatakan bahwa Presiden Soekarno memutuskan pegawai-pegawai Indonesia dari segala jabatan dan tingkatan ditetapkan menjadi Pegawai Negara Republik Indonesia. Pemerintah menerbitkan UU Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepegawaian sebagai dasar hukum pengaturan Pegawai Negeri Sipil.

 Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto membentuk organisasi pegawai, yaitu Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) melalui Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 tentang Korps Pegawai Republik Indonesia. Menurut aturan ini, Pegawai Republik Indonesia adalah Aparatur Pemerintah yang terdiri atas PNS sebagaimana yang dimaksud dalam UU Nomor 18 Tahun 1961, Pegawai Perusahaan Umum (Perum), Pegawai Perusahaan Jawatan (Perdjan), Pegawai Daerah, Pegawai Bank Milik Negara, serta pejabat atau petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa. 

 Pada tahun 1974, UU Nomor 18 Tahun 1961 dicabut dan digantikan dengan UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam UU ini, Pegawai Negeri terdiri atas PNS dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). PNS sendiri dibagi menjadi PNS Pusat, PNS Daerah, dan PNS lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

           Pada era Reformasi, diterbitkan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang  Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam UU ini, Pegawai Negeri terdiri atas PNS, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Lima belas tahun kemudian, diterbitkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam UU ini, Pegawai Negeri dalam konteks pemerintahan Indonesia diganti menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kemudian pada tanggal 31 Oktober 2023, pemerintah menetapkan UU UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.

        Pegawai Negeri Sipil di Indonesia memiliki peran strategis dalam menjalankan roda pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Di pemerintah daerah, pola karir PNS sangat dipengaruhi oleh regulasi yang berlaku serta kebutuhan organisasi. Kita akan membahas pola karir PNS yang mencakup pengembangan kompetensi, promosi jabatan, hingga tantangan yang dihadapi.

Tahapan Karir PNS

Karir PNS dimulai dari tahapan paling awal, yakni seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil. Setelah lulus dari serangkaian tes, seseorang resmi menjadi CPNS dan menjalani masa percobaan selama satu tahun. Selama masa percobaan ini, CPNS dinilai kinerjanya sebelum diangkat menjadi PNS penuh. Setelah menjadi PNS penuh, karir seorang PNS umumnya akan mengikuti jalur-jalur tertentu berdasarkan golongan dan jabatan. PNS di pemerintahan terbagi menjadi beberapa golongan yang menggambarkan jenjang karir mereka. Setiap golongan memiliki tingkat (I hingga IV) yang menentukan gaji, tunjangan, dan peluang untuk promosi.

 Jalur Karir Struktural dan Fungsional

Karir PNS di pemerintahan terbagi menjadi dua jalur besar: struktural dan fungsional.

1.   Jalur Struktural: Ini adalah jalur karir untuk mereka yang memegang posisi kepemimpinan atau manajerial. Jabatan struktural umumnya meliputi kepala dinas, kepala bidang, kepala bagian atau kepala seksi. Promosi ke jabatan struktural biasanya didasarkan pada pengalaman kerja, hasil penilaian kinerja, dan pelatihan kepemimpinan yang telah diikuti.

2.   Jalur Fungsional: Jalur ini lebih mengutamakan keahlian dan keterampilan tertentu. Misalnya, jabatan fungsional di pemerintahan bisa mencakup posisi seperti guru, dokter, perencana, auditor, dan sebagainya. Dalam jalur ini, PNS tidak selalu terlibat dalam tugas-tugas manajerial, tetapi lebih berfokus pada pengembangan keahlian profesional.

Pengembangan Kompetensi dan Diklat

Peningkatan kompetensi menjadi hal penting dalam pola karir PNS. Pemerintah menyelenggarakan berbagai Diklat (Pendidikan dan Pelatihan), baik yang bersifat teknis, manajerial, maupun kepemimpinan. Selain Diklat, PNS juga diwajibkan mengikuti program pengembangan kompetensi lainnya seperti seminar, lokakarya, dan pelatihan yang berkaitan dengan bidang tugasnya.

 Promosi dan Rotasi

Promosi dalam karir PNS di pemerintahan didasarkan pada kinerja, masa kerja, dan kompetensi. Selain promosi, rotasi jabatan juga sering dilakukan untuk memberikan pengalaman yang lebih luas bagi PNS dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Rotasi ini bisa terjadi antar-bidang di dalam satu instansi, atau bahkan lintas instansi di lingkungan pemerintahan. Promosi ke jabatan yang lebih tinggi tidak hanya tergantung pada prestasi kerja, tetapi juga pada tersedianya jabatan yang kosong. Karena itu, persaingan untuk menduduki jabatan struktural bisa sangat ketat, terutama untuk jabatan eselon II atau I.

 Tantangan dalam Pola Karir PNS

Beberapa tantangan yang sering dihadapi oleh PNS di pemerintahan terkait pola karir antara lain:

1.   Birokrasi yang panjang: Proses promosi jabatan dan kenaikan pangkat sering kali memakan waktu yang cukup lama karena banyaknya tahapan administratif.

2.   Rotasi yang terlalu sering: Meskipun rotasi dapat meningkatkan pengalaman, terkadang terlalu seringnya perpindahan posisi membuat PNS kesulitan untuk benar-benar mendalami suatu bidang atau mengimplementasikan program kerja secara optimal.

3.   Kesenjangan kompetensi: Tidak semua PNS memiliki akses yang sama terhadap pelatihan dan pengembangan kompetensi. Hal ini dapat menghambat peluang promosi bagi PNS yang bekerja di daerah terpencil.

4.   Transparansi dalam promosi: Isu terkait transparansi dan objektivitas dalam proses promosi kadang menjadi masalah, terutama jika ada pengaruh faktor eksternal, seperti hubungan politik atau patronase.

Reformasi Birokrasi dan Pola Karir ke Depan

Dalam rangka meningkatkan kinerja PNS, pemerintah terus mendorong adanya reformasi birokrasi, termasuk di pemerintah daerah. Salah satu fokus utama reformasi ini adalah penerapan Sistem Merit, yaitu sistem yang menjamin bahwa setiap promosi dan rotasi dilakukan berdasarkan kompetensi dan kinerja, bukan karena hubungan personal atau faktor non-profesional lainnya. Pemerintah juga terus meningkatkan kualitas Diklat dan pelatihan bagi PNS, serta mendorong penggunaan teknologi dalam pengelolaan manajemen SDM, termasuk melalui aplikasi e-government yang memudahkan pengelolaan karir PNS.

             Pada UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 71 diatur tentang Pola Karir PNS. Ayat (1) menjelaskan untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan perlu disusun pola karir PNS yang teritegrasi secara nasional. Ayat (2) menjelaskan setiap instansi pemerintah menyusun Pola Karir PNS secara khusus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan Pola Karir Nasional. Ketentuan ini diperbaharui pada UU nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 46-48 yang mengatur tentang pengembangan talenta dan karir PNS.

             Secara lebih teknis Pola Karir PNS diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara da Reformasi Birokrasi nomor 22 tahun 2021 tentang Pola Karir PNS. Pola Karir PNS harus menggambarkan kepastian arah alur karir, mendorong peningkatan kompetensi dan prestasi kerja, memberi kesempatan yang sama untuk meniti karir yang lebih tinggi. Pola Karir dapat berbentuk karir horizontal, karir vertikal ataupun karir diagonal.      

             Pola Karir PNS bisa juga berbetuk Pola Karir Nasional dan Pola Karir Instansi. Pola Karir Nasional bersifat antar Kementerian/Lembaga atau dengan Pemerintah Daerah. Pola Karir Nasional akan menjadi solusi terhadap banyaknya Jabatan Pimpinan Tinggi atau Jabatan Fungsional Ahli Utama atau Ahli Madya untuk menempuh karir yang lebih tinggi baik antar Pemerintah Pusat, antar Pemerintah Daerah ataupun antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

             Rencana Pengembangan Karir Tingkat Nasional disusun oleh Badan Kepegawaian Negara. Rencana Pengembangan Karir Instansi Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah disusun oleh Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing. Pada Pasal 53 disebutkan pada Ayat (1) setiap tahun instansi Pemerintah melakukan pelaporan pembinaan Pola Karir kepada Menteri PanRB dengan tembusan Badan Kepegawaian Negara, Lembaga Administrasi Negara dan Komisi Aparatur Sipil Negara. Laporan ini dipergunakan sebagai pertimbangan dalam pemantauan dan evaluasi penerapan manajemen karir di instansi Pemerintah.

       Pejabat Pembina Kepegawaian wajib menyusun dan menetapkan Pola Karir di lingkungan instansi masing-masing paling lambat 2 tahun sejak Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara da Reformasi Birokrasi nomor 22 tahun 2021 tentang Pola Karir PNS diundangkan atau paling lambat 2 tahun sejak tanggal 10 Mei 2021.

            Namun pada kenyataannya, Pola Karir belum tercermin pada saat pelaksanaan mutasi jabatan di instansi Pemerintah baik pusat maupun daerah. Masih sering ditemukan dengan mudahnya seorang PNS mendadak menempati sebuah jabatan dan mendadak juga kehilangan jabatan tanpa ada alasan yang jelas. Banyak juga mantan eselon tinggi tidak tahu mau kemana melanjutkan karirnya sehingga luntang lantung tak terurus di instansi pemerintah tempatnya bekerja. Belum lagi isu tak sedap tentang jual beli jabatan membuat konsep Pola Karir ternyata hanya teori belaka tanpa ada pengawasan yang jelas terhadap penerapannya.

          Oleh karena itu, diperlukan komunikasi yang intens antara KepenPanRB, BKN, LAN dan KASN tentang sudah sejauh mana penerapan Pola Karir dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Bila diperlukan dilakukan pengawasan menyeluruh oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ataupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan melakukan Audit Kinerja terhadap penerapan Pola Karir PNS agar di samping untuk mencapai pelayanan masyarakat yang maksimal juga dalam rangka pencegahan korupsi jual beli jabatan yang sering terjadi pada waktu mutasi jabatan instansi pemerintah.

 Salam reformasi

 Rahmad Daulay, ST

 23 Maret 2025.

 *   *   *                            

Minggu, 29 Desember 2024

Digitalisasi Pemilu/Pilkada Menuju Smart Election 2029

            Indonesia memerdekaan diri pada 17 Agustus 1945. Sebagai sebuah negara dengan rakyat berjumlah 80 juta jiwa pada waktu itu memerlukan penyaluran aspirasi politik. Wakil Presiden Mohammad Hatta menerbitkan Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 tentang Pembentukan Partai Politik. Maklumat ini diterbitkan sebagai upaya membangun demokrasi dan menata kehidupan politik Indonesia yang baru merdeka. Pada waktu itu Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengkonsolidasikan kekuasaan dan dukungan rakyat di tengah tekanan dari Belanda dan sekutunya. Di sisi lain, rakyat membutuhkan wadah untuk menyalurkan aspirasi politik dan partai politik merupakan instrumen penting dalam mengembangakan sistem demokrasi. Maklumat Wakil Presiden bertujuan untk meningkatkan partisipasi politik rakyat dengan memberikan ruang dan kesempatan kepada rakyat untuk berkumpul dalam partai pilitik untuk menyalurkan aspirasinya. Pembentukan partai politik juga menjadi wadah perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Partai politik dimanfaatkan untuk menggalang dukungan terhadap pemerintahan yang sah dan bersama-sama menghadapi ancaman dari Belanda yang ingin kembali merebut kendali atas Indonesia. Setelah Maklumat ini bermunculan beberapa partai politik seperti PNI, Masyumi, PSI dan sebagainya.

            Pemilu pertama dilaksanakan pada tahun 1955 dengan tujuan memilih anggota DPR dan Konstituante dengan partai peserta pemilu sebanyak 172 partai dan beberapa calon independen.  Pemilu kedua sampai keenam pada masa Orde Baru. Pemilu tahun 1971 diikuti 10 partai politik dan 1 Golongan Karya. Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997 diikuti 3 kontestan yaitu 2 partai politik (PPP dan PDI) dan 1 Golongan Karya. Pemilu tahun 1999 sebagai pemilu pertama di era reformasi, diikuti 48 partai politik. Pemilu tahun 2004 diikuti 24 partai politik dan merupakan pemilihan langsung pertama terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu tahun 2009 diikuti 38 partai politik. Pemilu tahun 2014 diikuti 12 partai politik. Pemilu tahun 2019 diikuti 16 partai politik dan merupakan pemilu serentak pertama di mana pemilu legislatif dan presiden dilakukan bersamaan. Pemilu tahun 2024 merupakan pemilu serentak pertama kali antara pemilu legistatif dan presiden pada tahap I dan pemilihan kepala daerah pada tahap II.

            Untuk pelaksanaan pilkada langsung pertama dilaksanakan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Pilkada serentak pertama pada tahun 2015 dilaksanakan di 269 daerah yaitu 9 provinsi, 224 kabupaten dan 36 kota. Pilkada serentak kedua pada tahun 2017 dilaksanakan di 101 daerah. Pilkada serentak ketiga di tahun 2018 pada 171 daerah. Pilkada serentak keempat tahun 2020 pada 270 daerah. Dan pilkada serentak kelima tahun 2024 pada seluruh provinsi, kabupaten dan kota.

            Sejak pemilu tahun 1955 sampai pemilu/pilkada tahun 2024 semua dilaksanakan secara konvensional, dengan melakukan pencoblosan atau pencontrengan pada kertas suara di bilik suara. Membutuhkan biaya dan sumber daya yang sangat besar baik dari sisi struktur penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) maupun kontestan pemilu/pilkada itu sendiri. Sifat manual dan konvensional membawa pengaruh mudahnya terjadi kesalahan baik kesalahan human error maupun kesalahan parsial maupun terstruktur sistemik dan masif. Kesalahan ini akan berujung pada pengaduan ke DKPP dan Mahkamah Konstitusi. Biaya besar dan rawan konflik membuat kualitas pemilu/pilkada menjadi tidak sinergis dengan semangat dari Maklumat Wakil Presiden tahun 1945 dari tujuan pembentukan Partai Politik dalam mendukung pembangunan nasional dalam upaya memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Yang tak kalah pentingnya adalah kerusakan mental di kalangan masyarakat akibat politik uang yang merajalela hampir di seluruh lapisan masyarakat.

            Tingginya biaya politik, konflik sosial dan perilaku koruptif pasca pemilu/pilkada pada pemerintahan menjadi alasan utama untuk mengkaji ulang pelaksanaan pemilu/pilkada langsung. Alternatif pertama adalah dikembalikannya pemilu/pilkada dengan sistem perwakilan untuk Presiden dan Kepala Daerah serta pemilu sistem tertutup berdasarkan nomor urut calon calon yang disusun oleh partai. Ini akan kembali pada sistem pemilu/pilkada pada masa Orde Baru.

            Pertanyaannya : apakah kembali ke sistem pemilu/pilkada perwakilan akan menghapus biaya tinggi, konflik sosial dan perilaku koruptif pemerintahan ?

            Untuk penghematan biaya dari sisi penyelenggara pemilu/pilkada pada jajaran KPU dan Bawalu ya, akan terjadi penghematan besar-besaran karena proses demokrasi akan diperwakilkan pada MPR, DPR dan DPRD. Untuk penghematan dari sisi sumber daya tim sukses peserta pemilu/pilkada ya karena tidak diperlukan lagi struktur tim sukses sampai ke tingkat desa karena pertarungan terpusat di MPR, DPR dan DPRD.

            Tapi untuk penghematan biaya dari sisi kandidat pada pemilu/pilkada masih menjadi pertanyaan besar. Calon legislatif akan mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan nomor urut atas. Pemilihan calon kepala negara maupun calon kepala daerah di MPR, DPR dan DPRD tidak ada yang bisa menjamin tidak akan terjadi transaksional dan sangat tergantung pada tingkat kompetisi dan ambisi terhadap jabatan yang diperebutkan. Mekanisme ekonomi pasar sesuai hukum permintaan dan penawaran akan terjadi.

            Oleh karena itu rencana perubahan dari pemilu/pilkada langsung menjadi pemilu/pilkada perwakilan masih belum bisa menjawab tantangan biaya tinggi, konflik sosial dan perilaku koruptif pemerintahan.

            Saya sendiri memandang perlu untuk kita kaji pelaksanaan Digitalisasi Pemilu/Pilkada. Kita memiliki banyak lembaga riset dan penelitian yang siap mengembangkan Digitalisasi Pemilu/Pilkada. Dengan digitalisasi maka banyak proses manual konvensional yang bisa kita hapus dan bisa menghemat biaya besar-besaran. Dengan digitalisasi kita tidak membutuhkan lagi struktur penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu dengan struktur dan sumber daya yang sangat banyak. Dengan didukung oleh operator seluler kita bisa mengembangkan kampanye online sehingga tidak dibutuhkan lagi jumlah tim sukses yang terlalu besar untuk memperkenalkan kepada masyarakat. Dengan dukungan kebijakan perbankan dengan cara pembatasan peredaran dan transaksi mata uang tunai maka volume politik uang akan jauh berkurang.

            Digitalisasi pemilu/pilkada dengan mengintegrasikan teknologi digital dalam semua tahapan pemilu/pilkada untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, keamanan, dan partisipasi pemilih. Digitalisasi pemilu/pilkada mencakup penggunaan perangkat lunak, perangkat keras, dan infrastruktur digital untuk mendukung aktivitas pemilu/pilkada mulai dari pendaftaran pemilih hingga penghitungan suara. Pendaftaran pemilih elektronik dilakukan dengan menggunakan data kependudukan yang ada pada Dinas Kependudukan seluruh Indonesia. Terhadap penduduk yang belum terdaftar agar segera dilakukan percepatan pendaftaran. Data pemilih disimpan dalam sistem terpusat untuk mempermudah validasi dan mencegah duplikasi.

Pemungutan Suara Elektronik (E-Voting) menggunakan aplikasi berbasis android untuk mencatat suara pemilih secara langsung. Aplikasi dibuat sefamiliar mungkin sehingga bisa dimengerti oleh seluruh kelompok umur pemilih. Saat ini hampir seluruh kelompok umur mulai dari anak-anak yang belum sekolah sampai pada kelompok manula sudah melek teknologi pemakaian telpon seluler dan seluruh fasilitas yang ada di dalamnya.  

            Penghitungan Suara Otomatis dengan memanfaatkan perangkat lunak untuk menghitung hasil pemilu dengan cepat dan akurat. Hal ini mengurangi risiko kesalahan manusia dalam proses penghitungan manual.

            Pengawasan dan Transparansi dilakukan oleh seluruh partai maupun kontestan melalui tim IT yang terdaftar pada Bawaslu sehingga pengawasan secara online dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kecurangan secara elekronik. Juga diberikan rung kepada pemantau independen untuk melakukan pengawasan secara elektronik. Penyampaian Hasil Pemilu disampaikan kepada publik melalui platform digital yang aman dan mudah diakses.

Keuntungan yang bisa diperoleh dari Digitalisasi pemilu/pilkada :

1.    Efisiensi: Mempercepat berbagai proses pemilu, termasuk pendaftaran pemilih, pemungutan suara, dan penghitungan hasil.

2.    Keamanan: Sistem digital dapat dilengkapi dengan mekanisme keamanan seperti enkripsi, autentikasi biometrik, dan blockchain.

3.    Transparansi: Proses yang terekam secara digital memungkinkan pengawasan lebih mudah dan meminimalisasi kecurangan.

4.    Partisipasi yang Lebih Luas: Mempermudah akses bagi pemilih, terutama mereka yang berada di luar negeri atau daerah terpencil.

 

Tantangan terhaap pelaksanaan Digitalisasi Pemilu/pilkada:

1.    Keamanan Data: adanya ancaman peretasan dan manipulasi sistem dan privasi pemilih yng perlu dijaga. Dibutuhkan sumber daya manusia terbaik untuk mencegah peretasan dan manipulasi sistem.  

2.    Akses Teknologi: belum semua daerah memiliki infrastruktur teknologi yang memadai. Dalam hal ini diperlukan percepatan pembangunan infrastruktur teknologi IT ke seluruh pelosok negeri. Semua rakyat berhak memperoleh fasilitas teknologi telekomunikasi dan internet.

3.    Kepercayaan Publik: diperlukan kepercayaan publik terhadap kehandalan aplikasi digital yang dipergunakan. Di sini BRIN sebagai otoritas riset tertinggi bekerjasama dengan para pakar IT yang tersebar di seluruh Fakultas IT di seluruh perguruan tinggi terkemuka untuk membangun infrastuktur digitalitalisasi pemilu/pilkada berbasis android.

4.    Biaya Investasi hardware dan software: investasi biaya, peralatan dan sumberdaya manusia sangat besar namun berapapun besarnya masih jauh lebih hemat dibandingkan dengan biaya, peralatan dan sumber daya pada sistem manual konvensional.

5.    Perlu studi banding ke negara yang telah menerapkan digitalisasi pemilu/pilkada seperti India, Estonia, Brazil dan negara lainnya.

             Dengan pelaksanaan Digitalisasi Pemilu/Pilkada maka di samping penghematan biaya, peralatan dan struktur sumber daya serta minimalisasi politik uang dan perilaku koruptif pemerintahan pasca pemilu/pilkada maka yang tak kalah pentingnya adalah akan memancing SDM terbaik bangsa untuk ikut berpartisipasi menjadi kontestan pada pemilu/pilkada sebagaimana terjadi pada masa Konstituante yang berisi para putra terbaik bangsa.

            Digitalisasi pemilu/pilkada ini apabila dinilai layak untuk dikembangkan maka akan mempercepat pencapaian Indonesia Emas dan percepatan pembayaran hutang luar negeri, demokratisasi dan percepatan pemberantasan korupsi karena dengan biaya pemilu/pilkada yang hemat akan memaksimalkan putra putri terbaik bangsa untuk ikut berkompetisi dan pada akhirnya akan lebih serius dalam mengurusi negara dan mempercepat pencapaian tujuan kemerdekaan berupa mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

            Digitalisasi pemilu/pilkada menuju Smart Election 2029 bukan angan-angan belaka namun sesuatu yang sangat mungkin untuk kita capai. Digitalisasi pemilu/pilkada merupakan langkah maju dalam demokrasi dan memastikan setiap suara rakyat terlindungi dari upaya manipulasi. Teknologi digital akan menjadi pilar penting dalam mewujudkan pemilu/pilkada masa depan yang inklusif, adil dan terpercaya.

Semoga.

Rahmad Daulay

29 Desember 2024.

 ***