Dengan penerbitan Peraturan
Presiden nomor 106 tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah maka negeri ini resmi memiliki lembaga setingkat menteri yang
bertugas khusus mengembangkan pengadaan barang/jasa pemerintah. Sebelumnya
tugas ini diemban oleh struktur di bawah Bappenas dengan produk utama Keppres
nomor 80 Tahun 2003.
LKPP bergerak cepat. Sesuai
dengan informasi yang tertera pada website www.LKPP.go.id terlihat sudah banyak
program yang telah dibuat. Yang paling spektakuler bagi saya adalah e-kataloque
dan e-lelang cepat. E-kataloque sudah digulirkan sejak penerbitan Perpres nomor
54 tahun 2010 tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah. Sedangkan e-lelang
cepat baru digulirkan pada Perpres nomor 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat
atas Perpres nomor 54 tahun 2010.
E-kataloque sudah bergulir selama
5 tahun. Produk barang yang bergabung dalam e-kataloque sudah sangat banyak.
Namun demikian masih saja ditemukan banyak barang yang sering dilelangkan oleh
pemerintah (pusat/daerah) belum juga bergabung dalam e-kataloque. Di satu sisi
ini masalah kurang koordinasi dan komunikasi. Di sisi lain diduga ada faktor
kesengajaan dan ini masih perlu penelusuran lebih jauh. Pengadaan barang
melalui e-kataloque 100 % sebenarnya bukan perkara yang sulit. Jenis barang
secara garis besar terdiri dari barang impor dan barang pabrikan. Keduanya
mestinya terdaftar di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
Sebagian di antara mereka bergabung dalam berbagai asosiasi. Bila saja LKPP,
Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan membuat sebuah perjanjian
kerjasama (MOU) atau berbentuk kontrak payung yang mewajibkan seluruh importir
dan pabrik melaporkan secara berkala harga jual/harga pasar produk mereka dalam
e-kataloque LKPP maka semestinya LKPP tidak perlu lagi susah-susah melakukan
prosesi produk yang akan masuk dalam e-kataloque. Sebagai jaminan bahwa harga
pasar yang dimuat dalam e-kataloque benar atau ngawur maka ijin usaha merekalah
sebagai taruhannya. Semua perusahaan importir atau pabrik wajib memiliki
struktur atau staf yang bertugas melakukan imput data dan update data harga
jual/harga pasar secara berkala sesuai fluktuasi harga yang terjadi. Mereka
diberi login masing-masing. Setiap kesalahan yang terjadi akan dikoreksi oleh
pasar. Untuk mengakomodir jarak kirim barang antar daerah maka dibuat sebuah
koefisien antar daerah sebagai faktor ongkos angkut tertinggi. Sedangkan di
sisi regulasi maka peraturan pengadaan barang dicabut saja dengan kata lain tender
barang ditiadakan semuanya baik itu lelang umum, lelang sederhana, pengadaan
langsung, penunjukan langsung semuanya dihapus diganti dengan pengadaan lewat
e-kataloque. Bila jenis barang tertentu yang dibutuhkan ternyata tidak ada di
e-kataloque maka instansi pemerintah yang bersangkutan agar segera konfirmasi
ke LKPP. Data e-kataloque berisi nama barang, spesifikasi, harga pasar cukup
itu saja. Data tentang penyedia cukup menyajikan penyedia importir atau
penyedia pabrik. Sedangkan proses transaksi pembelian boleh dilakukan terhadap
tingkatan distribusi manapun, termasuk di tingkatan pengecer. Bila transaksi
pembelian hanya kepada yang tercantum dalam e-kataloque, di samping cenderung
melanggar persaingan usaha sehat, juga pengguna barang akan kesulitan mengakses
alamat kantor penyedia yang berdomisili jauh dari instansi pemerintah yang
berkepentingan. Seperti misalnya pembelian obat generik seharga puluhan juta
cukup dibeli di apotek terdekat dan tidak perlu bertransaksi kepada pedagang
besar farmasi. Atau seperti pembelian alat pertanian cukup memakai data
(spesifikasi, merek dan harga) di e-kataloque sedangkan pembelian cukup
dilakukan pada pengecer barang terdekat. Mekanisme yang saya uraikan di atas
perlu dikaji dalam rangka percepatan e-kataloque 100 % di tahun 2016.
E-lelang cepat diprogramkan di
mana peserta lelang hanya mengajukan penawaran harga saja. Sedangkan penawaran
administrasi dan teknis sudah termuat sebelumnya dalam data SIKAP (sistem
informasi kinerja penyedia barang/jasa) yang diisi secara online dan diupdate
secara berkala oleh penyedia itu sendiri. Ini terobosan besar menuju pelelangan
yang sehat lahir batin serta ANTI STRES. Kenapa saya katakan anti stres karena
pola pelelangan yang diterapkan selama ini sudah terbukti membuat stres bukan
hanya terhadap panitia lelang/pokja ULP saja tapi juga semua organisasi
pengadaan dari awal sampai akhir yang dihantui oleh ancaman permasalahan hukum
terutama pada pasca pelelangan, bahkan bertahun-tahun setelah pelelangan.
Namun, sebelum e-lelang cepat ini
diterapkan, sebaiknya LKPP melakukan pengumpulan pendapat dari seluruh elemen
pengadaan pusat dan daerah secara online melalui website LKPP tentang
perkembangan terkini dunia pengadaan di masing-masing instansi/daerah. Untuk
membatasi maka yang bisa login hanya yang mmeiliki sertifikat pengadaan. Pengumpulan
pendapat ini penting mengingat perkembangan terakhir ini dunia pengadaan
menghadapi cobaan terberat. Gerakan pemberantasan korupsi bergerak terlalu
luas. Dan ini sangat mengganggu stabilitas dan kontinuitas pembinaan pengadaan.
Saya mencoba mengulas lebih jauh
tentang cobaan terberat yang saat ini menimpa dunia pengadaan. Saya mengikuti
ujian sertifikasi ahli pengadaan tahun 2006, kala itu masih closed book.
Narasumber dari Kementerian PU dalam salah satu uraiannya sudah menyatakan
bahwa saat itu ditemukan banyak PNS yang secara sengaja tidak meloloskan
dirinya dalam ujian sertifikasi ahli pengadaan dengan maksud apabila dirinya
tidak memiliki sertifikat ahli pengadaan maka dirinya tidak bisa ditunjuk
menjadi PPK/pimro, panitia lelang/pokja ULP ataupun pejabat pengadaan. Itu data
tahun 2006 atau 9 tahun yang lalu. Dan keadaan itu sampai sekarang belum
berubah. Hampir setiap berita pemberantasan korupsi memberitakan organisasi
pengadaan sebagai pihak yang salah dan berpotensi menjadi narapidana.
Bila kita bedah lebih jauh
tentang tindak pidana korupsi yang biasanya diidentikkan dengan kerugian
negara, memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain dengan batasan dan
kriteria yang tak jelas. Anatomi pelaku korupsi sendiri terdiri dari beberapa
lapis. Secara umum pelaku korupsi terdiri dari dua golongan besar yaitu dalang
korupsi dan pelaku korupsi. Dalang korupsi justru sebagian besar berada di luar
sistem birokrasi dan nyaris tidak tersentuh oleh administrasi pemerintahan.
Mereka biasanya disebut invisible hand. Mereka justru turut mengatur perputaran
dan rotasi pejabat negara dan menempatkan orang-orangnya untuk kepentingannya. Sedangkan
pelaku korupsi juga dibagi dua golongan besar yaitu koruptor murni (the real
coruptor) dan korban keadaan. Koruptor murni ini berada pada garis perintah
level atas. Korban keadaan berada pada level menjalankan perintah dan pada
beberapa kasus menjadi korban perintah. Pada umumnya sebagian besar aktifis
pengadaan dan organisasi pengadaan bergabung dalam statusd korban keadaan ini.
Mereka tak kuasa untuk menolak status turut serta. Menurut pendapat saya,
gerakan pemberantasan korupsi seharusnya memprioritaskan pada mengejar dalang
dan pemberi perintah level atas. Sedangkan kategori korban keadaan diserahkan
saja pada hukum kepegawaian dengan sangsi ringan, sedang, berat dan sangat
berat. Sangsi terberat adalah dipecat dari PNS. Di bawah itu sangsi pencopotan
jabatan, penurunan pangkat, penurunan gaji, tidak naik pangkat dalam beberapa
periode, tidak naik gaji dalam beberapa periode. Apabila telah ada perubahan
signifikan dalam dirinya maka haknya dikembalikan untuk naik pangkat, naik gaji
dan memiliki jabatan. Dengan kata lain tak perlu dipidanakan. Penanganan hukum
kepegawaian ini diserahkan kepada Inspektorat dan Badan Kepegawaian Negara. Inspektorat
fungsinya harus ditingkatkan menjadi seperti Provost TNI atau Propam Polri. Bagaimana
dengan kerugian negara yang ditimbulkan ? Harus jelas diatur batasan kerugian
negara dan siapa yang harus menanggung. Kerugian negara bisa menjadi tanggungan
banyak pihak termasuk pengusaha dan elemen pengadaan. Bagi kelompok korban
keadaan kerugian negara yang ditimbulkannya diwajibkan saja dikembalikan ke
negara dalam berbagai kategori seperti kategori 1 dikembalikan 100 %, kategori
2 dikembalikan 150 %, kategori 3 dikembalikan 200 % dan seterusnya. Sedangkan
terhadap dalang/invisible hand dan koruptor murni/pemilik garis perintah level
atas silahkan diberikan hukuman pidana seberat-beratnya. Namun perlu juga
diperhatikan bahwa pejabat level atas dalam hal tindak pidana korupsi belum
tentu bersalah secara pidana. Oleh karena itu objektifitas sangat mutlak
diperlukan.
Kalau kita perdalam lebih dalam
lagi, para elemen pengadaan (pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran,
pejabat pembuat komitmen/pimpro, panitia lelang/pokja ULP, pejabat pengadaan,
direktur teknis, pengawas lapangan, panitia penerima hasil pekerjaan, bendahara
dll) sebagian besar modalnya hanyalah peraturan tentang pengadaan barang/jasa
pemerintah saja, terutama pejabat pembuat komitmen dan panitia lelang/pejabat
pengadaan yang memang wajib memiliki sertifikat ahli pengadaan. Pasal-pasal
yang diatur dalam peraturan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah (terakhir
diatur dalam Perpres nomor 4 tahun 2015) sangat normatif dan perlu penafsiran.
Namanya juga penafsiran akan menghasilkan penafsiran yang beragam. Belum lagi
terjadi beberapa kontradiksi dengan peraturan yang lain. Oleh karena itu saya
melihat bahwa Peraturan Presiden tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah perlu
dikembangkan lagi secara lebih spesialis dalam bentuk Peraturan Kepala LKPP
atau Peraturan Bersama Kepala LKPP dengan Menteri tertentu tentang standar
teknis elemen pengadaan. Contohnya Seorang Pejabat Pembuat Komitmen harus sudah
pernah mengikuti dan lulus Diklat Pejabat Pembuat Komitmen. Seorang anggota
panitia lelang/pokja ULP harus sudah pernah mengikuti dan lulus diklat
pelelangan, itupun harus jelas pelelangan apa misalnya pelelangan konstruksi,
pelelangan konsultan, pelelangan alat elektronik, pelelangan alat kesehatan dan
sebagainya. Seorang pengawas lapangan harus sudah pernah mengikuti dan lulus
diklat pengawasan. Seorang panitia penerima hasil pekerjaan harus sudah permah
mengikuti dan lulus diklat penerima hasil pekerjaan. Dan seterusnya. Saya yakin
dan percaya apabila dilakukan survei independen tentang diklat apa saja yang
diikuti oleh semua elemen pengadaan, saya yakin hasilnya sebagian besar
hanyalah diklat setifikasi pengadaan saja. Sebagian besar elemen pengadaan
adalah PNS produk orde reformasi dan otonomi daerah di mana standarisasi teknis
dan diklat sudah sangat kurang sekali. Terutama ketika setelah otonomi daerah
sebagian besar instansi teknis yang sebelumnya vertikal ke kementerian kini di
bawah kepala daerah. Hal ini membawa konsekuensi kurangnya kebiasaan diklat dan
hanya bergerak di lingkungan daerah otonominya sendiri. Juga perlu dikembangkan
tingkatan dalam elemen pengadaan misalnya PPK tingkat dasar hanya boleh
menangani proyek maksimal 1 milyar, PPK tingkat madya hanya boleh menangani
proyek maksimal 10 milyar demikian seterusnya di semua posisi dalam pengadaan.
Jangan sampai seorang aktifis elemen pengadaan tahun pertama sudah diserahkan
mengurusi proyek puluhan milyar. Dalam hal ini si pemberi tugas telah berbuat
zalim pada bawahannya. Dalam keadaan minim pembinaan dan minim standarisasi
seperti ini maka sudah barang tentu dalam pelaksanaan proyek pengadaan barang/jasa
dimungkinkan terjadi kesalahan di sana sini. Satu-satunya modal dasar para
elemen pengadaan adalah semangat pengabdian pada bangsa dan negara. Ketika
semangat ini runtuh di hadapan ancaman hukuman pidana maka sah-sah saja mereka
menarik diri demi keselamatan dirinya dan keluarganya. Maka kondisi tahun 2006
yang mana banyak PNS yang dengan sengaja tidak meluluskan dirinya pada ujian
sertifikasi ahli pengadaan menjadi masuk akal.
LKPP sebagai instansi pemerintah
pusat yang membidangi pembinaan pengadaan dengan keterbatasan staf dan anggaran
ternyata harus mengurusi seluruh wilayah nusantara baik instansi pusat maupun
daerah. Hal ini membuat LKPP kewalahan dalam menyikapi seluruh permasalahan
pengadaan yang terjadi. LKPP mencoba mensiasati dengan fasilitas online seperti
e-pengaduan, e-konsultasi namun tetap saja tidak dapat menyelesaikan
permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu maka perlu dipikirkan pembentukan
LKPP Regional dengan kewenangan yang terbatas seperti kewenangan
pembinaan/diklat, batuan permasalahan sanggah, sanggah banding dan pengaduan,
koordinasi saksi ahli daerah, keterangan ahli pada permasalahan hukum tahap
awal dan sebagainya. LKPP perlu berkoordniasi dengan semua lembaga penegak
hukum tentang perlunya menghadirkan keterangan ahli LKPP dalam tahapan
pemeriksaan, penyidikan dan penyelidikan sebelum seseorang aktifis pengadaan
dijadikan tersangka. Namun di sisi lain jumlah SDM yang diperlukan untuk itu
ternyata sangat terbatas jumlahnya. Program saksi ahli yang dibuat LKPP harus
dikembangkan tugas dan fungsinya yaitu bukan hanya menjadi saksi ahli di
pengadilan saja tapi juga menjadi pemberi keterangan ahli pada saat awal
pemeriksaan sampai dengan gelar perkara penentuan nasib seseorang akan menjadi
tersangka atau tidak. Untuk itu maka LKPP perlu kembali melakukan rekrutmen saksi
ahli/keterangan ahli yang baru, paling tidak bisa disebar minimal 1 orang dalam
satu daerah kabupaten/kota atau 1 orang dalam setiap direktorat kementerian/lembaga
instansi pemerintah pusat.
Di samping itu, LKPP Regoinal
juga harus membuat program pembina ahli pengadaan di mana di daerah tertentu
yang masih belum memiliki PNS yang ahli dan handal dalam melaksanakan pengadaan
barang/jasa harus didampingi oleh pembina ahli pengadaan sampai mereka mahir dan
tidak terjerumus dalam permasalahan hukum.
Bila kita membuat perumpamaan
tindak pidana korupsi seperti sampah yang menyumbat saluran air. Bila
diibaratkan koruptornya sebagai sampah penyumbat dan birokrasi adalah saluran
airnya. Maka bila diibaratkan gerakan pemberantasan korupsi sebagai gerakan
pembersihan sampah penyumbat maka seharusnya hasil yang diperoleh adalah air
mengalir dengan baik, artinya roda birokrasi berjalan dengan baik. Tapi ketika
sampah penyumbat telah dibersihkan tapi air tak kunjung mengalir dengan baik
berarti pasti ada yang salah. Dan kesalahan ini wajib kita perbaiki demi
kelancaran dan percepatan pembangan bangsa dan negara.
Mari kita sama-sama introspeksi.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
21 juni 2015.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar