Di tengah
semakin merosotnya semangat dan gairah dunia pengadaan barang/jasa, di tengah
masih tingginya angka kriminalisasi pengadaan, di tengah vulgarnya pelanggaran
terhadap MOU APH-APIP, dan di tengah tidak berpihaknya Permendagri ttg UKPBJ
kepada kaum pengadaan karena ketidaksetaraan instansi PA/KPA dengan UKPBJ.
Tiba-tiba pada hari jumat tanggal 25 Januari 2019 yang lalu ada 2 berita besar
dalam sejarah pengadaan Indonesia modern. Yang pertama adalah pelantikan bapak Roni
Dwi Susanto sebagai Kepala LKPP. Yang membuatnya menjadi menarik adalah latar
belakang beliau sebagai mantan Direktur Litbang KPK. Yang kedua adalah Menteri
PUPR menyatakan akan membentuk Balai Pengadaan Barang/Jasa di setiap provinsi
untuk meningkatkan disiplin dan kualitas pengadaan barang/jasa di lingkungan
Kementerian PUPR. Keberadaan Balai Pengadaan Barang/Jasa kemenPUPR akan
memisahkan jalur perintah atasan-bawahan antara PA/KPA/PPK dengan UKPBJ/Pokja
Pemilihan.
Bila kita mencoba
melihat surut ke belakang, begitu banyak diskursus tentang kelembagaan UKPBJ.
Mulai dari rentannya UKPBJ terhadap kriminalisasi hingga lemahnya komitmen
pimpinan terhadap penguatan kelembagaan UKPBJ. Terakhir dengan ketidaktegasan
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa pemerintah
yang tidak tegas dalam menentukan bentuk kelembagaan UKPBJ sehingga melahirkan
Permendagri Nomor 112 Tahun 2018 tentang UKPBJ Pemda yang memposisikan UKPBJ
lebih rendah dari instansi Pengguna Anggaran. Dengan kata lain pengadaan kalah
penting dari urusan perpustakaan yang bisa berbentuk dinas.
Di tengah
beragam ketidakberpihakan kontemporer tersebut muncul 2 gebrakan di atas yang
melahirkan kembali harapan baru. KPK dan Kementerian PUPR adalah instansi
pemerintah kelas kakap. KPK kakap dari segi pengaruh. Kementerian PUPR kakap
dari segi anggaran dan SDM serta struktur organisasi.
Lahirnya LKPP
sebagai sebuah instansi pemikir tentang kebijakan pengadaan barang/jasa tidak
dilengkapi dengan pengaruh sekuat KPK, juga tidak dilengkapi anggaran dan SDM
serta strtuktur organisasi sekuat Kementerian PUPR. Namun pada kenyataannya, di
instansi pemerintah pusat, jumlah SDM praktisi pengadaan justru jumlah terbesar
berasal dari Kementerian PUPR. Pada instansi pemerintah daerah, sebagian besar
SDM praktisi pengadaan justru berasal dari Dinas PUPR yang dipindahkan ke
instansi UKPBJ. Sehingga apabila kita bicara tentang SDM pengadaan maka
sesungguhnya kita sedang bicara tentang SDM bidang PUPR. Bahkan KPK dalam
program koordinasi supervisi dan pencegahan (korsupgah) KPK yang dibentuk di
beberapa provinsi kategori merah untuk korupsi, memasukkan salah satu
programnya yaitu ULP mandiri, juga bicara tentang SDM bidang PUPR. Oleh karena
itu maka tidak salah apabila tulang punggung pengadaan barang/jasa baik di
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah SDM bidang PUPR.
Nah, oleh
karena itu, dengan memanfaatkan momentum Jum’at Keramat 25 Januari 2019, maka
trio instansi KPK, LKPP dan Kementerian PUPR sudah waktunya untuk duduk bersama
menghilangkan ego sektoral masing-masing untuk membicarakan masa depan
pengadaan nasional. Karena membicarakan tentang pengadaan berarti membicarakan
APBN/APBD yang juga berarti membicarakan pembangunan nasional serta
membicarakan kesejahteraan rakyat. Hiruk pikuk negatif tentang pengadaan
barang/jasa sudah waktunya untuk kita akhiri.
Waktunya
kembali untuk memunculkan ide dan semangat pembentukan Badan Pengadaan Nasional.
LKPP sudah waktunya ditransformasi menjadi induk Badan Pengadaan Nasional.
Balai PBJ KemenPUPR walau belum lahir secara de jure dan de facto namun juga
sudah waktunya kita pikirkan untuk menjadi Badan Pengadaan Regional yang
membawahi 1 atau beberapa propinsi. Sedangkan pengelolaan pengadaan di tingkat
kabupaten/kota diserahkan kepada Badan Pengadaan Daerah yang membawahi UPT
Pokja Pemilihan.
Baik SDM maupun
anggaran pada KPK, LKPP dan Kementerian PUPR adalah milik negara dan
dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Bila memang penggabungan tersebut sangat
berguna untuk kepentingan rakyat dalam membentuk pengadaan yang bersih dan
berwibawa maka unit pencegahan korupsi KPK bisa bekerjasama secara utuh dengan
Badan Pengadaan Nasional di semua tingkatan. KPK dengan pengaruhnya yang
terwakili oleh bapak Roni Dwi Susanto dengan latar belakang mantan Direktur
Litbang KPK tentu sangat kita harapkan untuk menjadi mempelopori mengundang
Menteri PUPR dan Ketua KPK untuk duduk bersama membicarakan masa depan
Indonesia yang lebih baik dengan membentuk Badan Pengadaan Nasional. Badan
Pengadaan Nasional adalah solusi pencegahan korupsi yang layak untuk
diterapkan.
Semoga.
Rahmad Daulay
27 Januari
2019.
* * * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar