Rabu, 02 Januari 2019

Konsep Pencegahan Pasca Penindakan OTT KPK

Pada tanggal 28 Desember 2018 malam, tim penindakan KPK kembali beraksi dengan operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian PUPR, kementerian paling gemuk anggarannya dengan total anggaran  106,9 trilyun pada APBN tahun 2018. OTT terjadi pada satuan kerja tanggap darurat pembangunan sistem penyediaan air minum Direktorat Jenderal Cipta Karya dengan korban 8 orang tersangka yaitu 4 orang dari perusahaan, 2 orang pejabat setingkat kepala satuan kerja dan 2 orang pejabat pembuat komitmen/pimpro.

Yang menarik dari OTT kali ini adalah Menteri PUPR langsung melakukan koordinasi internal dan menugaskan Inspektur Jenderal Kementerian PUPR untuk segera berkoordinasi dengan pihak KPK malam itu juga.

Bila kita lihat visi dari KPK yaitu : “bersama elemen bangsa mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi”. Sedangkan Misi KPK yaitu : “Meningkatkan efisiensi dan efektifitas penegakan hukum dan menurunkan tingkat korupsi di Indonesia melalui koordinasi, supervisi, monitoring, pencegahan dan penindakan dengan peran serta seluruh elemen bangsa”

Dari visi dan missi di atas ditemukan kata kunci : bersama, koordinasi, pencegahan dan penindakan. Bersama artinya KPK tidak bertindak sendirian tapi bekerjasama dengan semua elemen bangsa termasuk instansi pemerintah pusat dan daerah. Koordinasi artinya KPK berkoordinasi dengan semua pihak. Pencegahan dan penindakan artinya pencegahan dan penindakan berada pada satu langkah dan bukan terpisah satu sama lain.

Dari sekian banyak kejadian OTT baru kali ini yang namanya Inspektorat Jenderal segera turun tangan pada hari H langsung berkoordinasi dengan KPK atas perintah Menteri PUPR. Pada kejadian OTT yang lain misalnya kejadian OTT pada kepala daerah bupati atau walikota, tidak nampak ada koordinasi Inspektorat ke KPK, baik itu Inspektorat Kabupaten/Kota maupun Inspektorat Propinsi. Demikian juga pada OTT di kementerian, tidak nampak Inspektur Jenderalnya langsung turun menemui KPK.


Koordinasi antara Inspektorat Jenderal dengan KPK harus dijadikan prosedur baku dan wajib untuk kejadian OTT di masa yang akan datang. Bila OTT terjadi di Kementerian maka pada hari H Inspektur Jenderal wajib berkoordinasi dengan KPK. Bila OTT terjadi di bupati atau walikota maka baik Inspektur kabupaten/kota dan propinsi serta Inspektur Jenderal Kemendagri harus langsung berkoordinasi pada hari H dengan KPK. Bila OTT di gubernur maka Inspektur Propinsi dan Inspektur Jenderal Kemendagri harus langsung berkoordinasi dengan KPK pada hari H.

Koordinasi ini bukan sekedar untuk mengetahui kejadian dan koordinasi belaka tapi koordinasi ini harus berlangsung terus menerus pasca OTT dengan tujuan menyusun konsep pencegahan pada instansi yang terkena OTT agar kejadian serupa tidak terjadi lagi pada instansi tersebut. Draft konsep pencegahan disusun oleh Inspektorat dan dibahas bersama dengan KPK dan dengan terget yang terukur dan jelas. Konsep pencegahan pada pelaksanaannya diawasi sepenuhnya oleh Inspektorat dengan supervisi dari KPK. Pencegahan langsung meliputi hulu sampai hilir.

Agar Inspektorat baik pusat maupun daerah bisa melaksanakan tugasnya dengan baik maka semua Inspektorat pusat dan daerah harus di bawah binaan KPK mulai dari rekrutmen pimpinan sampai dengan pembinaan anggota. Inspektorat dalam fungsi supervisinya menjadikan Inspektorat sebagai teman bersama-sama dalam mewujudkan visi dan misi KPK. KPK tidak boleh sendirian dalam melaksanakan tugasnya.

Apabila dalam menjalankan tugas penindakannya SDM KPK didominasi dari aparat penegak hukum dan instansi audit seperti BPK dan BPKP maka dalam menjalankan tugas pencegahannya KPK wajib menjadikan Inspektorat dalam rekrutmen SDM KPK bidang pencegahan.

Diharapkan dengan duet KPK-Inspektorat ini penyusunan konsep pencegahan pasca penindakan KPK bisa diterapkan dan kejadian OTT tidak lagi berulang baik di tempat yang sama maupun di tempat lain.

Semoga.

Rahmad Daulay

2 januari 2019.

*  *  *. .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar