Minggu, 19 Oktober 2025

Gagasan Kantin Sekolah Sebagai SPPG Mini Dalam Percepatan Program Makan Bergizi Gratis.

PENDAHULUAN

            Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program strategis pemerintah untuk meningkatkan gizi peserta didik dan mendukung tumbuh kembang anak usia sekolah, di samping untuk ibu hamil, ibu menyusui dan orang tua lanjut usia. Tujuan utama program ini adalah memastikan setiap siswa mendapatkan asupan gizi seimbang yang menunjang konsentrasi belajar, kesehatan fisik serta menekan angka stunting dan anemia. 

Namun dalam pelaksanaannya model dapur umum Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sering menghadapi sejumlah persoalan. Di antaranya adalah biaya logistik tinggi, keterlambatan distribusi makanan, penurunan kualitas makanan akibat lamanya proses penghantaran dan kurangnya keterlibatan sekolah dalam manajemen penyediaan pangan.

Sebagian kelompok masyarakat mengusulkan gagasan inovatif menjadikan Kantin Sekolah sebagai SPPG Mini, yaitu unit penyelenggara Makan Bergizi Gratis di tingkat sekolah yang mandiri namun tetap terintegrasi dengan standar nasional gizi dan pengawasan dari Badan Gizi Nasional dibantu Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan.

KONSEP KANTIN SEKOLAH SEBAGAI SPPG MINI

Kantin Sekolah selama ini berfungsi utama sebagai tempat siswa membeli makanan ringan atau minuman. Namun potensinya sangat besar untuk diubah menjadi pusat penyedia makanan bergizi harian.

SPPG Mini adalah model desentralisasi dari dapur umum SPPG, di mana setiap sekolah memiliki kantin yang:

1.    Menyediakan menu makan siang bergizi gratis sesuai standar kalori dan gizi anak sekolah.

2.   Mengelola bahan pangan secara langsung melalui kerja sama dengan petani lokal, koperasi sekolah atau UMKM pangan sehat.

3.  Dikelola oleh tenaga boga sekolah baik dari unsur tenaga kependidikan ataupun Komite Sekolah yang telah mendapatkan pelatihan dari dinas terkait.

4.   Menerapkan sistem monitoring dan evaluasi berbasis digital untuk transparansi gizi dan penggunaan anggaran.

Kantin Sekolah sebagai SPPG Mini ini dapat menjadi contoh nyata penerapan kemandirian pangan sekolah di mana pihak sekolah tidak hanya menjadi penerima bantuan tetapi juga pelaku aktif dalam rantai penyediaan pangan bergizi.

EFISIENSI YANG DIHASILKAN

Transformasi dari dapur umum SPPG menjadi SPPG Mini di sekolah dapat menghasilkan efisiensi dalam beberapa aspek penting, yaitu:

1. Efisiensi Biaya Distribusi : Dapur umum biasanya melayani beberapa sekolah sehingga membutuhkan armada kenderaan untuk distribusi, bahan bakar dan tenaga pengantar. Biaya transportasi akan menguras sebagian dari total anggaran makanan. Dengan Kantin Sekolah sebagai SPPG Mini maka biaya ini dapat dihapus sepenuhnya karena makanan disiapkan langsung di dalam sekolah. Bahan pangan lokal bisa diantar langsung oleh pemasok atau petani setempat tanpa perantara yang membutuhkan jalur distribusi.

2. Efisiensi Waktu dan Ketepatan Konsumsi : Proses distribusi makanan dari dapur umum SPPG sering menimbulkan keterlambatan sehingga makanan tiba dalam kondisi dingin dan tidak dalam kondisi segar. Dengan Kantin Sekolah sebagai SPPG Mini maka waktu penyajian dapat diatur langsung sesuai jadwal sekolah. Anak-anak dapat makan tepat waktu, menjaga kualitas rasa, aroma dan higienitas makanan.

3. Efisiensi Pengawasan dan Kontrol Kualitas : Kantin Sekolah yang dikelola di dalam lingkungan sekolah memudahkan pengawasan oleh Kepala Sekolah, guru, dan Komite Sekolah. Ini berbeda dengan dapur umum SPPG yang pengawasannya sulit karena terpisah lokasi. Selain itu, Kantin Sekolah sebagai SPPG Mini memungkinkan penerapan menu adaptif yaitu penyesuaian menu dengan selera dan kondisi kesehatan siswa setempat misalnya daerah pesisir, pegunungan, atau pedesaan.

4. Efisiensi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar : Model dapur umum SPPG biasanya menyerap tenaga kerja dalam lingkup terbatas. Sementara itu Kantin Sekolah sebagai SPPG Mini membuka peluang partisipasi masyarakat sekitar sekolah sebagai tenaga masak, penyedia bahan pangan atau pelaku UMKM pendukung. Hal ini tidak hanya menciptakan efisiensi sosial ekonomi tetapi juga meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap program Makan Bergizi Gratis.

5. Efisiensi Administratif : Dengan sistem keuangan dan pelaporan digital sederhana, Kantin Sekolah sebagai SPPG Mini bisa melaporkan kebutuhan bahan, stok dan anggaran harian langsung ke instansi terkait. Hal ini menghemat waktu administrasi dan mengurangi potensi kebocoran anggaran yang sering terjadi dalam rantai distribusi yang panjang.

DAMPAK POSITIF BAGI SEKOLAH DAN PESERTA DIDIK

1. Peningkatan Kesehatan dan Konsentrasi Belajar : Anak-anak yang mendapatkan makanan bergizi seimbang di sekolah akan lebih fokus dan aktif dalam belajar. Asupan gizi yang cukup juga terbukti menurunkan angka sakit, anemia dan meningkatkan daya tahan tubuh siswa.

2. Penguatan Karakter dan Edukasi Gizi : Kantin Sekolah sebagai SPPG Mini dapat berfungsi sebagai laboratorium edukasi gizi di mana siswa belajar tentang pola makan sehat, pentingnya sayur, buah, dan protein. Sekolah dapat mengintegrasikan tema gizi dalam pelajaran IPA, Prakarya, atau Pendidikan Jasmani.

3. Penguatan Gotong Royong Sekolah : Program ini dapat mempererat kerja sama antara guru, orang tua, Komite Sekolah dan masyarakat. Mereka bersama-sama memantau menu, kebersihan dan kepuasan siswa sehingga terbangun budaya gotong royong di lingkungan sekolah.

4. Kemandirian Sekolah : Dengan manajemen Kantin Sekolah sebagai SPPG Mini, sekolah tidak lagi bergantung penuh pada sistem sentralisasi SPPG. Sekolah memiliki fleksibilitas mengatur menu, waktu makan serta metode pelaporan. Hal ini melatih sekolah menjadi lembaga yang mandiri, inovatif dan bertanggung jawab.

MODEL IMPLEMENTASI SPPG MINI DI SEKOLAH

            Tahapan implementasi Kantin Sekolah sebagai SPPG Mini dapat dilakukan secara bertahap sebagai berikut:

1.    Perencanaan dan Koordinasi :

a.  Kepala sekolah membentuk tim SPPG Mini yang terdiri atas guru, Komite Sekolah dan perwakilan masyarakat. Apabila sebelumnya sudah ada maka Kantin Sekolah terdahulu bisa dilakukan pembinaan lanjutan.

b.    Menyusun rencana kebutuhan sarana seperti : dapur sederhana, peralatan masak, meja makan dan lainnya sesuai SOP dari Badan Gizi Nasional.

c.   Melakukan koordinasi dengan Badan Gizi Nasional untuk pemenuhan standar,  pelatihan dan dukungan awal.

2.    Penguatan Kapasitas dan Pelatihan

a.  Petugas Kantin Sekolah dan tenaga masak mendapatkan pelatihan gizi seimbang, higienitas makanan dan pengelolaan anggaran.

b.     Siswa dilibatkan dalam kegiatan edukatif seperti kebun gizi sekolah atau lomba menu sehat.

3.    Pelaksanaan Program

a.  Menyusun menu harian berbasis bahan pangan lokal seperti nasi, ikan, sayur, buah, susu dan lainnya.

b.   Melaksanakan kegiatan makan bersama setiap hari pada jam tertentu sesuai jadwal jam istirahat secara disiplin.

c.     Memastikan monitoring harian melalui laporan digital sederhana.

4.    Evaluasi dan Pengawasan

a.     Kepala Sekolah dan Komite Sekolah melakukan evaluasi berkala terhadap kualitas gizi, kepuasan siswa dan efisiensi anggaran.

b.     Hasil evaluasi dilaporkan ke instansi terkait untuk menjadi bahan penyempurnaan program.

PENUTUP

            Transformasi Kantin Sekolah menjadi SPPG Mini merupakan langkah strategis yang tidak hanya mendukung keberhasilan program Makan Bergizi Gratis tetapi juga menghadirkan efisiensi nyata dibandingkan dengan model dapur umum SPPG. Melalui pendekatan ini sekolah menjadi pusat kemandirian pangan dan gizi sekaligus wadah pendidikan karakter dan kesehatan bagi peserta didik. Dengan manajemen yang transparan, partisipatif dan berbasis lokal, Kantin Sekolah sebagai SPPG Mini mampu menekan biaya operasional secara signifikan, meningkatkan ketepatan waktu konsumsi dan memperkuat ekonomi masyarakat sekitar. Penghematan biaya ini bisa dipakai untuk meningkatkan kualitas Makan Bergizi Gratis. Gagasan ini sejalan dengan semangat “Sekolah Sehat, Anak Cerdas, Indonesia Maju”, di mana sekolah bukan sekadar tempat belajar, tetapi juga tempat tumbuhnya generasi sehat dan berdaya.

Kaki Pegunungan Bukit Barisan

Rahmad Daulay

19 Oktober 2025

*     *     *     *     *

Usulan Variasi Jam Kerja Untuk Mengurai Kemacetan Jakarta

PENDAHULUAN

         Kemacetan di Jakarta telah menjadi permasalahan klasik yang belum sepenuhnya terselesaikan meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan. Sebagai ibu kota negara dan pusat aktivitas ekonomi terbesar di Indonesia, Jakarta menanggung beban mobilitas yang sangat tinggi. Data tahun 2024 menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 21 juta pergerakan orang per hari di wilayah Jabodetabek, dengan sekitar 60 persen di antaranya berpusat di wilayah Jakarta. Sementara itu, kecepatan rata-rata kendaraan di jalan utama pada jam sibuk pagi dan sore hanya berkisar 20–25 km/jam.

        Kemacetan ini bukan hanya menimbulkan kerugian waktu, tetapi juga berdampak besar pada ekonomi dan lingkungan. Menurut kajian Bappenas, kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jabodetabek mencapai lebih dari Rp 100 triliun per tahun. Salah satu akar permasalahan kemacetan adalah sinkronisasi waktu aktivitas masyarakat. Sebagian besar pegawai pemerintah, karyawan swasta dan pekerja pabrik memulai aktivitasnya pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu pukul 07.00–09.00 pagi dan pulang serentak sekitar pukul 16.00–18.00 sore. Hal inilah yang memicu lonjakan volume kendaraan yang melampaui kapasitas jalan.

          Untuk itu, diperlukan kebijakan variasi jam masuk dan keluar kerja antar sektor baik pemerintah, swasta, dan industri agar distribusi mobilitas penduduk menjadi lebih seimbang sepanjang hari.

LATAR BELAKANG DAN URGENSI KEBIJAKAN

         Jakarta merupakan kota dengan karakteristik kepadatan tinggi dan keterpaduan ekonomi yang sangat kompleks. Dari total 11 juta penduduk Jakarta, lebih dari 4 juta adalah pekerja yang setiap hari melakukan perjalanan dari rumah ke tempat kerja. Selain itu, sekitar 3 juta pekerja harian berasal dari daerah penyangga seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok.

 

            Pola mobilitas mereka sangat terpusat pada dua waktu utama, yaitu:

1.     Pagi hari: pukul 06.00–09.00, dengan arus masuk kendaraan ke Jakarta yang sangat padat.

2.     Sore hari: pukul 17.00–21.00, dengan arus keluar kendaraan yang padat.

 

           Akibatnya, rasio volume kendaraan pada jam puncak melebihi kapasitas jalan. Kondisi ini tidak hanya memperlambat perjalanan, tetapi juga menimbulkan dampak domino seperti:

1.    Keterlambatan pegawai dan penurunan produktivitas kerja.

2.    Pemborosan energi dan peningkatan polusi udara.

3.    Ketidakefisienan logistik perkotaan.

4.    Stres dan gangguan kesehatan masyarakat akibat lamanya waktu tempuh.

 

         Oleh karena itu, perlu dilakukan reformasi pola waktu kerja lintas sektor agar arus pergerakan penduduk lebih tersebar sepanjang hari.

USULAN VARIASI JAM MASUK DAN KELUAR KANTOR

         Diperlukan pengusulan penerapan Sistem Variasi Waktu Kerja Bertahap yang membagi jam masuk dan pulang kerja sesuai sektor yang bertujuan agar lonjakan arus lalu lintas terbagi menjadi tiga gelombang utama:

1.    Gelombang pertama jam masuk kerja antara jam 05.30 – 07.00 WIB untuk karyawan pabrik/industri dan PNS.

2.    Gelombang kedua jam masuk kerja antara jam 07.00 – 09.00 WIB untuk sekolah/kampus, perbankan dan BUMN.

3.  Gelombang ketiga jam masuk kerja jam 09.00 – 11.00 WIB untuk karyawan swasta dan pusat perbelanjaan/pasar modern.

 

           Dengan penyebaran waktu seperti ini, diharapkan penurunan volume kendaraan pada jam puncak jauh berkurang dibandingkan kondisi normal.

 MANFAAT EKONOMI DAN SOSIAL DARI VARIASI JAM KERJA

 1. Pengurangan Kemacetan dan Efisiensi Transportasi : Dengan berkurangnya konsentrasi kendaraan dalam satu waktu, kepadatan lalu lintas akan menurun.

2. Peningkatan Produktivitas Kerja : Waktu tempuh yang lebih singkat akan menurunkan tingkat stres dan meningkatkan ketepatan waktu pegawai. Produktivitas ASN dan karyawan diperkirakan naik karena energi tidak terkuras di perjalanan.

3. Efisiensi Energi dan Pengurangan Emisi : Kemacetan parah menyebabkan konsumsi bahan bakar yang boros. Dengan kelancaran lalu lintas, konsumsi BBM dapat berkurang.

4. Optimalisasi Transportasi Umum : Dengan penyebaran waktu perjalanan, kapasitas transportasi umum seperti MRT, LRT, TransJakarta, dan KRL bisa dimanfaatkan lebih merata sepanjang hari, mengurangi antrean dan kepadatan ekstrem pada jam tertentu.

5. Peningkatan Kualitas Hidup : Rata-rata warga Jakarta menghabiskan 2–3 jam per hari di jalan. Jika kebijakan ini mampu menghemat waktu perjalanan harian, maka masyarakat akan mendapatkan tambahan waktu untuk keluarga, istirahat, atau aktivitas sosial.


TANTANGAN IMPLEMENTASI

             Meski secara konsep menjanjikan, kebijakan variasi jam kerja menghadapi beberapa tantangan, antara lain:

1. Koordinasi antar sektor : Pemerintah daerah perlu berkoordinasi dengan kementerian, asosiasi pengusaha, dan pemerintah daerah penyangga agar jadwal kerja tidak saling tumpang tindih dan mengganggu rantai pasok tenaga kerja.

2. Keterbatasan transportasi publik di luar jam sibuk : Jika jam kerja dibagi-bagi, maka layanan transportasi umum harus disesuaikan agar tetap tersedia dan aman di seluruh rentang waktu tersebut.

3.  Penyesuaian kebiasaan masyarakat : Budaya kerja dan pola hidup masyarakat Jakarta sudah terbentuk selama puluhan tahun. Diperlukan masa transisi dan sosialisasi agar perubahan ini tidak menimbulkan resistensi.

4.  Kebutuhan regulasi dan dasar hukum : Pemerintah Provinsi perlu menetapkan Peraturan Gubernur sebagai dasar hukum pelaksanaan disertai mekanisme pengawasan dan evaluasi berkala.

5. Perbedaan karakteristik wilayah : Jakarta Pusat dengan dominasi perkantoran tentu memiliki kebutuhan waktu yang berbeda dengan Jakarta Utara yang banyak kawasan industrinya. Karena itu, variasi jam kerja harus bersifat spesifik per wilayah.


PENUTUP

        Kebijakan variasi jam kerja lintas sektor berpotensi mengurangi volume kendaraan pada jam macet, meningkatkan produktivitas, menghemat bahan bakar dan memperbaiki kualitas hidup warga Jakarta. Keberhasilan kebijakan ini bergantung pada koordinasi lintas sektor, dukungan regulasi, kesadaran semua pihak dan kesiapan transportasi publik. Kebijakan ini akan lebih berhasil apabila masyarakat memiliki kesadaran untuk memakai transportasi masal dan pemerintah secara bertahap menambah terus jalan layang dan under pass.

 

Kaki Pegunungan Bukit Barisan.

19 Oktober 2025.

Rahmad Daulay

 

*   *   *   *   *

Minggu, 12 Oktober 2025

Langkah Strategis Dalam Mengatasi Pengurangan Dana Transfer Ke Daerah Tahun 2026.

      Kita menyadari sepenuhnya bahwa keberlangsungan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat sangat bergantung pada ketersediaan dana yang bersumber dari pemerintah pusat. Dana transfer ke daerah seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Desa yang selama ini menjadi tulang punggung pembiayaan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik di tingkat pemerintah daerah. Namun ketika terjadi pengurangan dana transfer ke daerah baik karena kebijakan nasional, refocusing anggaran ataupun penyesuaian fiskal akibat dinamika ekonomi global maka tantangan besar muncul dalam menjaga stabilitas fiskal dan kesinambungan pembangunan daerah.

         Dalam situasi tersebut kita dituntut untuk tidak hanya reaktif tetapi proaktif dalam mencari solusi dan strategi adaptif yang mampu menjaga keseimbangan keuangan daerah tanpa mengorbankan pelayanan publik. Kita akan menguraikan strategi komprehensif yang dapat diterapkan dalam mengatasi pengurangan dana transfer mulai dari efisiensi anggaran, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) hingga inovasi dalam tata kelola pemerintahan.

MENYUSUN ULANG PRIORITAS PEMBANGUNAN

     Langkah pertama yang harus diambil adalah melakukan peninjauan ulang terhadap rencana pembangunan daerah. Penyusunan ulang prioritas berdasarkan urgensi, kemanfaatan sosial dan potensi ekonomi rakyat. Program-program yang bersifat konsumtif, seremonial atau tidak berdampak langsung terhadap masyarakat dikurangi atau ditunda. Fokus utama diarahkan pada proyek infrastruktur dasar, kesehatan dasar, pendidikan dasar, pembukaan lapangan kerja dan peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat.

         Pendekatan ini tidak hanya mengefisienkan penggunaan dana tetapi juga memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar memberikan nilai tambah bagi daerah. Proses reprioritasisasi dilakukan melalui diskusi terbatas pada intern pemerintah daerah dengan konsultasi publik terbatas untuk memastikan transparansi dan partisipasi masyarakat dengan mengundang para pakar dan praktisi daerah yang berpengalaman.

OPTIMALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

      Ketika dana transfer ke daerah berkurang maka solusi jangka pendek adalah memperkuat kemandirian fiskal melalui peningkatan PAD. Upaya ini dilakukan dengan memperbaiki sistem pemungutan pajak dan retribusi daerah menggunakan teknologi digital, melakukan pendataan ulang objek pajak, pengembangan objek pajak baru/potensi penerimaan yang belum tergali, menutupi kebocoran pendapatan dengan melakukan integrasi aplikasi pendapatan dengan SIPD, membentuk unit Satuan Pengawasan Internal pada OPD pengelola PAD dan yang tak kalah pentingnya adalah seleksi ulang para pejabat dan staf pengelola PAD yang memiliki integritas tinggi. SDM berintegritas tinggi lebih memiliki kepatuhan menjalankan tugas dibandingkan SDM berintegritas rendah yang seketat apapun pengawasan yang dilakukan tetap memiliki cara untuk melakukan penyimpangan.

      Selain itu pemerintah daerah perlu mengembangkan potensi ekonomi lokal, seperti sektor pariwisata, industri kreatif, pertanian dan perikanan agar mampu memberikan kontribusi langsung terhadap PAD. Misalnya pengembangan destinasi wisata berbasis kearifan lokal tidak hanya meningkatkan pendapatan tiket dan retribusi tetapi juga menumbuhkan ekonomi masyarakat sekitar. Atau pengembangan pelatihan budi daya pangan dan pengolahan pasca panen sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat.

EFISIENSI BIROKRASI DAN REFORMASI TATA KELOLA KEUANGAN

         Pengurangan dana transfer ke daerah menuntut pemerintah daerah untuk bekerja lebih efisien. Salah satu langkah penting adalah memperkuat sistem pengelolaan keuangan daerah melalui penerapan integrasi semua aplikasi pemerintahan daerah yang ada dengan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Integrasi sistem ini untuk memastikan bahwa setiap program memiliki dasar perencanaan yang jelas, indikator kinerja yang terukur dan laporan keuangan yang transparan.

            Selain itu, perlu menerapkan mekanisme pengawasan internal yang ketat melalui pengembangan Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang melekat pada seluruh OPD untuk mencegah pemborosan dan memastikan penggunaan anggaran tepat sasaran. Keberadaan SPI terbukti efektif di beberapa kementerian. Reformasi birokrasi juga dilakukan dengan menata ulang struktur organisasi agar lebih ramping dan responsif. Efisiensi birokrasi ini terbukti dapat menghemat biaya operasional tanpa menurunkan kualitas pelayanan publik. Tentunya efisiensi birokrasi harus tetap didukung oleh SDM yang berkualitas dan berintegritas agar struktur yang ramping namun kaya fungsi bisa berjalan dengan baik. Tanpa didukung SDM berkualitas dan berintegritas maka struktur ramping kaya fungsi akan berjalan tersendat-sendat atau bisa stagnan.

DIVERSIFIKASI SUMBER PEMBIAYAAN

            Dalam situasi keterbatasan fiskal maka inovasi pembiayaan menjadi solusi strategis. Pemerintah daerah dapat menggandeng investasi sektor swasta melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk membiayai proyek infrastruktur seperti jalan, jembatan, air bersih dan energi. KPBU terbukti efektif apabila proyek infrastruktur memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Nilai ekonomi yang tinggi ini tercermin dari dokumen studi kelayakan yang harus disediakan terlebih dahulu dengan memakai anggaran APBD. Selain itu, pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan besar yang berada di daerah juga menjadi alternatif yang efektif untuk mendukung program sosial dan lingkungan.

          Perlu juga mendorong Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar lebih produktif dan berorientasi bisnis dengan membuka unit usaha baru, bukan hanya administratif atau hanya menampung balas budi politik yang berujung pada ketidakefisien BUMD. Dengan tata kelola profesional dan inovasi bisnis, BUMD dapat menjadi sumber PAD baru sekaligus penyokong pembangunan daerah tanpa membebani APBD. Kerjasama BUMD dengan BUMN sejenis dalam rangka kerjasama pengembangan usaha sangat dibutuhkan dalam rangka alih teknologi dan manajemen serta meningkatkan kapasitas SDM.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN EKONOMI LOKAL

            Menghadapi pengurangan dana transfer ke daerah bukan hanya soal keuangan pemerintah tetapi juga soal bagaimana memperkuat daya tahan ekonomi masyarakat. Perlu menerapkan program pemberdayaan ekonomi lokal berbasis potensi desa seperti pengembangan koperasi, UMKM dan ekonomi kreatif. Dukungan pelatihan kewirausahaan, Balai Latihan Kerja (BLK), kemudahan akses permodalan seperti Kredit Usaha Rakyat dan fasilitasi pemasaran digital menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat ekonomi akar rumput. UKMK dan ekonomi kreatif perlu dilatih bagaimana melakukan pemasaran dan transaksi bisnis melalui pemasaran digital yang kini menjamur di kalangan anak muda.

         Dengan meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat maka pendapatan daerah pun ikut meningkat melalui pajak dan retribusi. Selain itu ketergantungan masyarakat terhadap bantuan pemerintah berkurang dan ketahanan sosial ekonomi menjadi lebih kuat.

KOLABORASI ANTAR-PEMERINTAH DAN PARTISIPASI PUBLIK

          Dalam situasi fiskal yang menantang maka kolaborasi menjadi kunci keberhasilan. Pemerintah daerah harus aktif membangun sinergi dengan pemerintah provinsi, kementerian terkait dan antar pemerintah daerah dalam bentuk kerja sama program lintas wilayah. Contohnya, pengembangan kawasan ekonomi terpadu antar kabupaten yang berbagi sumber daya dan infrastruktur. Atau melakukan kerjasama pembangunan di mana program dan kegiatan berbasis pemerintah daerah sedangkan pendanaan dari pemerintah pusat pada kementerian terkait.

          Partisipasi masyarakat juga sangat penting. Perlu membuka ruang bagi warga untuk berkontribusi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan melalui forum publik dan aplikasi digital. Hal ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan masyarakat tetapi juga mendorong efektivitas program daerah.

KEPEMIMPINAN ADAPTIF DAN VISIONER

          Kita meyakini bahwa keberhasilan mengatasi pengurangan dana transfer ke daerah tidak hanya bergantung pada kebijakan teknis tetapi juga pada kepemimpinan yang adaptif, inovatif dan visioner. Pemimpin daerah pada semua tingkatan organisasi harus mampu membaca tren ekonomi, berani mengambil keputusan strategis dan tetap fokus pada kesejahteraan rakyat. Komunikasi yang baik dengan pemerintah pusat juga penting agar daerah mendapatkan dukungan kebijakan dan program yang sejalan dengan kebutuhan daerah.

KESIMPULAN

        Pengurangan dana transfer ke daerah bukanlah akhir dari upaya pembangunan melainkan momentum untuk melakukan transformasi menuju kemandirian fiskal. Dengan perencanaan yang matang, efisiensi birokrasi, optimalisasi PAD dan kepemimpinan yang adaptif di semua tingkatan maka daerah akan mampu bertahan bahkan tumbuh di tengah keterbatasan.

            Kita berkomitmen menjadikan pengurangan dana transfer ke daerah ini sebagai titik awal untuk memperkuat kemandirian ekonomi lokal, meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan dan memastikan kesejahteraan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.

 Salam Reformasi.

 Rahmad Daulay.

Kaki Pengunungan Bukit Barisan.

 12 Oktober 2025.

Sabtu, 09 Agustus 2025

Arti Penting Workshop Pembuatan SPJ Desa

PENDAHULUAN

            Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Desa merupakan dokumen resmi yang berfungsi sebagai bukti pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran yang dikelola oleh Pemerintah Desa. SPJ tidak hanya menjadi kewajiban administratif tetapi juga bagian dari transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengingat pentingnya hal ini, Workshop pembuatan SPJ desa menjadi sarana strategis untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan dan kepatuhan Aparatur Desa Bidang Keuangan terhadap tata kelola keuangan yang baik. Pengelolaan keuangan desa diatur dalam Perauran Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Di dalamnya memuat tentang ketentuan umum, Azas Pengelolaan Keuangan Desa, Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, Pengelolaan, Penatausahaan, Pelaporan, Pertanggungjawaban, Pembinaan dan Pengawasan.

            Pada Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Pasal 8 disebutkan bahwa Kepala Urusan Keuangan melaksanakan fungsi kebendaharaan yang mempunyai tugas menyusun rencana anggaran kas desa dan melakukan penatausahaan desa yang meliputi menerima, menyimpan, menyetorkan, membayar, mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan APB Desa.   

TUJUAN WORKSHOP PEMBUATAN SPJ DESA

1.    Meningkatkan Kompetensi Aparatur Desa

Workshop memberikan pelatihan langsung mengenai prosedur, format dan teknik penyusunan SPJ yang sesuai regulasi. Peserta dibimbing secara langsung agar mampu menyusun SPJ secara tepat, akurat dan sesuai standar sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan desa.

2.    Memastikan Kepatuhan terhadap Regulasi

Peserta dibekali pemahaman mengenai aturan seperti Permendagri tentang Pengelolaan Keuangan Desa agar terhindar dari kesalahan administrasi. Melalui pelatihan ini peserta dibekali pengetahuan untuk menyusun laporan sesuai format resmi, batas waktu serta prosedur yang ditetapkan sehingga mengurangi risiko pelanggaran administrasi. Hal ini juga akan meminimalisir banyaknya pengaduan masyarakat tentang dugaan penyalahgunaan dana desa dan meminimalisir permasalahan secara hukum baik pidana maupun perdata.

3.    Mencegah Temuan Audit

SPJ yang disusun dengan benar dapat meminimalisasi risiko temuan dalam pemeriksaan oleh Inspektorat, BPK atau lembaga pengawas lainnya. Workshop pembuatan SPJ desa dapat meminimalisir temuan audit karena membekali Aparatur Desa Bidang Keuangan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun laporan pertanggungjawaban yang benar, lengkap dan sesuai aturan. Dengan pemahaman yang tepat mengenai prosedur dan kelengkapan dokumen maka kesalahan administrasi atau ketidaksesuaian format dapat dihindari. Hal ini membuat laporan lebih siap saat diperiksa oleh Inspektorat, BPK ataupun Aparat Penegak Hukum sehingga potensi adanya temuan berkurang secara signifikan.

4.    Mendorong Transparansi dan Akuntabilitas

SPJ yang baik menjadi bukti transparansi Pemerintah Desa dalam penggunaan dana sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat. Workshop pembuatan SPJ desa dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas karena memberikan pemahaman kepada Aparatur Desa Bidang Keuangan tentang pentingnya menyajikan laporan pertanggungjawaban yang jelas, terbuka dan sesuai standar. Melalui pelatihan ini proses penyusunan SPJ dilakukan secara sistematis dan terdokumentasi dengan baik sehingga penggunaan dana desa dapat dilihat, dipertanggungjawabkan dan diawasi oleh masyarakat maupun pihak berwenang. Dengan demikian kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan desa akan semakin meningkat.

MANFAAT WORKSHOP BAGI PEMERINTAH DESA

1.     Standarisasi Dokumen SPJ

Melalui Workshop maka semua Perangkat Desa dapat menggunakan format dan prosedur yang seragam dan mempermudah proses pemeriksaan. Workshop pembuatan SPJ desa bermanfaat untuk standarisasi dokumen karena memberikan panduan yang seragam kepada seluruh Aparatur Desa Bidang Keuangan dalam menyusun laporan pertanggungjawaban. Melalui pelatihan ini peserta akan memahami format, isi dan tata cara penyusunan SPJ sesuai ketentuan resmi sehingga semua desa menggunakan dokumen dengan struktur dan kualitas yang sama. Standarisasi ini memudahkan proses pemeriksaan, meminimalkan kesalahan dan memastikan laporan keuangan desa konsisten serta sesuai regulasi.

2.     Peningkatan Efisiensi Kerja

Pengetahuan yang diperoleh membuat proses penyusunan SPJ lebih cepat dan tepat. Workshop pembuatan SPJ dapat meningkatkan efisiensi kerja karena membekali Aparatur Desa Bidang Keuangan dengan keterampilan praktis dan pemahaman yang jelas mengenai prosedur, format dan teknik penyusunan laporan pertanggungjawaban. Dengan pengetahuan tersebut proses penyusunan SPJ dapat dilakukan lebih cepat, tepat dan terstruktur sehingga mengurangi waktu yang terbuang akibat kesalahan atau revisi berulang. Efisiensi ini juga membuat Aparatur Desa Bidang Keuangan dapat fokus pada tugas-tugas lain yang mendukung pelayanan dan pembangunan desa.

3.     Penguatan Integritas Aparatur Desa

Pemahaman yang baik mengenai pentingnya pertanggungjawaban keuangan membantu mencegah praktik penyalahgunaan dana. Workshop pembuatan SPJ desa dapat meningkatkan integritas Aparatur Desa Bidang Keuangan karena tidak hanya mengajarkan aspek teknis penyusunan laporan pertanggungjawaban tetapi juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab dan kepatuhan terhadap aturan. Melalui pemahaman yang benar tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas maka Aparatur Desa Bidang Keuangan akan terdorong untuk mengelola dana secara bersih dan terbuka. Hal ini akan membentuk budaya kerja yang berintegritas di mana setiap laporan yang disusun mencerminkan penggunaan anggaran yang tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan.

4.     Pembelajaran Praktis

Workshop umumnya dilengkapi studi kasus dan simulasi sehingga Aparatur Desa Bidang Keuangan dapat langsung mempraktikkan materi yang diperoleh. Pembelajaran praktis dalam Workshop pembuatan SPJ desa memberikan kesempatan bagi Aparatur Desa Bidang Keuangan untuk mempraktikkan langsung penyusunan laporan pertanggungjawaban sesuai ketentuan. Melalui simulasi, studi kasus dan latihan penyusunan dokumen, peserta dapat memahami langkah-langkah penyusunan SPJ mulai dari pengumpulan bukti transaksi, pengisian format hingga penyusunan laporan akhir. Metode ini memudahkan peserta menguasai materi karena tidak hanya menerima teori tetapi juga mengasah keterampilan teknis yang dapat langsung diterapkan di desa masing-masing.

TANTANGAN DALAM PEMBUATAN SPJ DESA

            Meskipun Workshop dapat meningkatkan kemampuan Aparatur Desa Bidang Keuangan namun praktik di lapangan sering kali menemui kendala seperti:

1.     Kurangnya pemahaman awal tentang administrasi keuangan.

Kurangnya pemahaman awal tentang administrasi keuangan desa adalah kondisi di mana Aparatur Desa belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam mengelola, mencatat dan melaporkan penggunaan anggaran desa sesuai aturan. Hal ini sering menyebabkan kesalahan prosedur, ketidakteraturan dokumen serta keterlambatan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban.

2.     Keterbatasan kapasitas sumber daya manusia yang menguasai teknologi pengelolaan data.

Persyaratan menjadi Aparatur Desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa Pasal 2 salah satu persyaratan adalah berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum sederajat. Pada Pasal 3 dan Pasal 4 mengatur secara umum tentang persyaratan khusus namun belum pernah diatur secara rinci. Pada Pasal 11 mengatur tentang kewajiban mengikuti pelatihan awal masa tugas. Pelatihan ini masih belum pernah terealisasi secara spesifik khusus untuk Aparatur Desa Bidang Keuangan. Pasal 8 mengatur tentang unsur staf Perangkat Desa yang bertugas untuk membantu Perangkat Desa sesuai kebutuhan, misalnya Operator Komputer untuk Aparatur Desa Bidang Keuangan.  

3.     Perubahan regulasi yang cukup sering terjadi sehingga perlu pembaruan pengetahuan secara berkala.

LANGKAH TAKTIS

            Tentunya uraian di atas masih harus diatur dan disusun secara taktis dan dalam schedule yang realistis mengingat rendahnya kapasitas SDM desa, banyaknya jumlah desa, tumpang tindih tugas pokok dan fungsi pembinaan antara Inspektorat dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, kurang maksimalnya peranan Asosiasi Aparatur Desa dalam membina anggotanya serta konflik politik pasca pemilihan Kepala Desa yang belum tuntas.

            Adapun langkah taktis yang bisa dilakukan adalah :

1.    Pemetaan kapasitas Aparatur Desa Bidang Keuangan.

2.    Pemetaan Operator Komputer desa.

3.    Pemetaan keseragaman tata cara pembuatan SPJ antar desa.

4. Rapat koordinasi antara Inspektorat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat, Asosiasi Perangkat Desa serta perwakilan Kepala Desa serta Badan Permusyawaratan Desa.

5.    Pembuatan Standar SPJ Desa.

6.  Pembuatan kriteria wajib peserta Workshop minimal mahir mengoperasikan software MS Office terutama MS Word dan MS Excel.

7.   Workshop dengan ketentuan pembiayaan dari Inspektorat atau Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, peserta setiap kelas dibatasi 50 peserta, pelaksanaan sehari penuh 8 jam pelajaran, narasumber yang berkompeten yang diberi honorarium sesuai Standar Biaya Umum Daerah dan bukan berdasarkan pembiayaan seperti tercantum dalam undangan lembaga Bimtek.           

8. Evaluasi kelulusan. Pasca pelaksanaan Workshop, narasumber melakukan evaluasi terhadap kelulusan peserta di mana peserta yang tidak lulus agar dilakukan pergantian peserta dari desa terkait untuk kemudian mengikuti Workshop susulan.

KESIMPULAN

            Workshop pembuatan SPJ desa adalah langkah strategis untuk memastikan tata kelola keuangan desa berjalan dengan transparan, akuntabel, dan sesuai ketentuan. Dengan adanya pelatihan ini maka Aparatur Desa Bidang Keuangan dapat menyusun laporan pertanggungjawaban secara tepat waktu, benar dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga mendukung keberhasilan pembangunan desa serta meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay, ST.

Kaki Pegunungan Bukit Barisan.

10 Agustus 2025.

*     *     *     *