Kamis, 05 Juni 2014

Pentahapan Pemerintahan Desa



Berkaca dari pengalaman kesemrawutan tata kelola dan manajemen pemerintahan daerah maka saya melihat rencana pembentukan pemerintahan desa sebagai sebuah eksperimen tata negara penting menuju kesejahteraan rakyat desa dengan payung hukum UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa maka perlu penekanan penting tentang peraturan yang mengatur perangkat desa dan kaitannya dengan pengelolaan keuangan dan aset. Mumpung peraturan turunan dari UU Desa belum diterbitkan maka perlu disampaikan informasi agar kelak penyakit pemerintahan daerah tidak menular ke pemerintahan desa.

Perangkat desa diatur pada pasal 48 UU Desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, pelaksana kewilayahan dan pelaksana teknis. Peraturan turunan yang akan mengatur tentang perangkat desa harus memperhatikan faktor SDM desa yang sangat variatif, potensi desa dan antisipatif penyimpangan dan kondisi terburuk atas normatif dan praktek. Apabila dikaitkan dengan akan besarnya jumlah dana yang akan dikelola, jauh lebih besar dari jumlah dana kecamatan atau kepala bagian sekretariat pemda, maka SDM sekretaris desa dan jajarannya seharusnya lebih kuat dan lebih handal dari SDM kecamatan. Di sini perlu dikaji ulang tentang persyaratan sekretaris desa jangan lagi dari PNS minimal golongan II tapi dari golongan III berlatar belakang sarjana administrasi, ekonomi atau akuntansi dan menguasai peraturan tentang desa, keuangan dan aset. Sedangkan jajaran di bawah sekretaris desa berupa staf sekretariat desa perlu dikaji di mana struktur organisasi sekretariat desa perlu dilakukan penyeragaman terutama di bidang seksi keuangan, seksi aset dan pemeliharaan, seksi permasalahan hukum. Ketiga seksi ini diharapkan terdiri dari PNS berlatar belakang yang sesuai. Mengenai asal usul PNS tersebut memang dilematis, apabila diwajibkan berasal dari desa tersebut maka bagaimana kalau dari desa tersebut tidak tersedia SDMnya. Maka perlu dipikirkan agar masalah asal-usul SDM bisa fleksibel dengan mengakomodir para perantau atau dari desa terdekat. Ketiga seksi ini diharapkan standar semua desa karena akan melaksanakan standar tata kelola keuangan desa, pengelolaan aset desa dan penangan hukum intern dan ekstern desa. Diprediksi konflik akan meningkat di desa akibat persaingan menjadi kepala desa dan aparat desa mengingat jumlah dana yang akan dikelola akan menarik minat berbagai kepentingan untuk memanen uang dalam jumlah besar tersebut. Aspek pertanggungjawaban keuangan juga perlu distandarkan dan perlu dikaji apakah perlu dibentuk aparat pengawasan intern desa sebagai fungsi pengawasan dan pembinaan, atau apakah diserahkan kepada inspektorat pemda, atau bagaimana ? Menurut saya perlu dibentuk satu struktur yang berfungsi sebagai aparat pengawas intern desa dengan fungsi pembinaan dan pengawasan agar aparat desa lebih mawas diri, sturkturnya bisa di desa atau bisa juga meliputi beberapa desa di kecamatan. Rentang kendali akan menjadi kendala bagi Inspektorat pemda dalam melakukan pembinaan dan pengawasan. Agar fungsi pertanggungjawaban lebih berkualitas maka BPK pada waktu audit rutin ke pemda perlu juga mengaudit pemerintahan desa secara acak minimal 3 desa perkecamatan agar pemerintahan desa juga lebih meningkatkan kualitas administrasinya.  


Regulasi pengelolaan SDM, keuangan dan aset perlu dilakukan sesederhana mungkin mengingat tahap awal pelaksanaan pemerintahan desa diperlukan kelonggaran dan fleksibilitas tanpa mengesampingkan aspek kualitas dan keandalan pertanggungjawaban. Efek samping tender pada pemerintahan daerah diupayakan bisa dihindari dengan mengedepankan penetapan harga standar menyerupai kataloque tingkat desa. Sedangkan kelengkapan berkas administrasi belanja diupayakan jangan terlalu rumit dan bertele-tele, kalau bisa cukup 1 lembar saja setiap pembelanjaan dalam bentuk bon faktur dengan beberapa stempel telah diterima dan stempel telah diperiksa.

Selain itu, aspek keuangan desa yang diatur pada pasal 71-75 UU Desa mengamanatkan 10 % APBN akan diserahkan ke seluruh desa seIndonesia. Berkah ini bisa berubah menjadi bencana apabila tumpahan dana ini tidak diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi penyimpangan sistemik maupun ketidakakuratan prediksi terburuk. Hasil kalkulasi APBN saat ini bila 10 % dialokasikan pada seluruh desa maka perdesa akan mendapat sekitar 1,2 milyar pertahun yang bila dibagi rata perbulannya akan mendapat sekitar 100 juta perbulan. Dari semula hanya mengelola sekitar puluhan hingga ratusan juta dari alokasi dana desa sumber dana APBD meloncat menjadi milyaran tentu ini memunculkan kekhawatiran akan kesanggupan desa mengelola dana secara baik dan benar. Untuk itu perlu dilakukan pentahapan dalam penguncuran dana ini. Paling tidak diperlukan 3 tahapan yaitu tahap pertama sebagai tahap persiapan, tahap madya dan tahap final. Tahap persiapan dipandang sebagai start dalam bentuk persiapan dan pembinaan menyeluruh terhadap kesiapan baik SDM, ujicoba sistem tata negara di desa, aspek pengawasan dan pertanggungjawaban. Pada tahap persiapan ini di akhir tahun akan diuji bagaimana hasil penerapan tahap persiapan. Penguji bisa dari gabungan pemda, perguruan tinggi dan tokoh masyarakat lokal. Pada tahap persiapan ini alokasi dana cukup 1/3 dari yang seharusnya. Dengan adanya tahap persiapan ini maka pemerintahan desa akan berusaha agar tingkatan yang mereka miliki bisa naik kelas ke tahap madya. Apabila tidak lulus ujian maka tahap persiapan akan diperpanjang terus sampai mereka siap untuk memasuki tahap madya. Beberapa pembinaan dan rotasi pejabat dilakukan untuk percepatan pencapaian kenaikan tahapan. Tahap madya juga memiliki parameter yang lebih tinggi dari tahap persiapan dan diuji di akhir tahun. Apabila tidak lulus ujian maka tahap madya bisa diperpanjang terus. Tapi apabila hasil ujian ternyata hasilnya sangat tidak baik maka status bisa diturunkan dari tahap madya kembali ke tahap persiapan. Tahap madya dialokasikan dananya 2/3 dari yang seharusnya. Satu desa yang telah memasuki tahap final ini akan menyerupai sebuah desa berkualitas tinggi dengan SDM dan pengelolaan mendekati sempurna.

Pentahapan ini penting agar pemerintahan desa tidak pandang enteng terhadap kualitas pengelolaan pemerintahan desa sebagaimana pandang entengnya pemerintahan daerah terhadap opini BPK yang diberikan kepada mereka. Opini disclaimer pada pemda tidak merubah perilaku pemda. Posisi pentahapan yang dikaitkan dengan jumlah alokasi dana yang mereka peroleh akan membuat mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai kinerja terbaiknya.

Sadar bahwa pemerintahan desa dalam kondisi terbaik akan mempercepat kesejahteraan rakyat. Tapi juga harus disadari bahwa pemerintahan desa merupakan sarana penghancuran negara apabila tidak dipersiapkan secara matang. Jangan sampai para aparat desa terjerumus dalam kasus hukum akibat sistem yang dibentuk secara serampangan tanpa mempertimbangkan kondisi objektif pedesaan seIndonesia yang sangat variatif. Ada banyak desa yang walau tanpa persiapan sudah siap 1000 % untuk menjalankan UU Desa. Tapi juga ada banyak desa yang sama sekali tidak siap untuk menjalankan UU Desa. Parameter paling mudah untuk mengukurnya saat ini adalah sudah berapa desa yang memegang naskah UU Desa ?

Jangankan di tingkat desa, ditingkat propinsi, kabupaten dan kota saja masih banyak yang belum memegang naskah UU Desa.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

5 juni 2014.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar