Senin, 16 Juni 2014

Meneguhkan Kabinet Presidensial



Dua kali sudah dilaksanakan debat capres/cawapres, sekali dalam keadaan berpasangan capres dan cawapres, sekali lagi hanya capres saja. Dari kedua debat tersebut saya mengambil kesimpulan bahwa kedua pasangan capres/cawapres Prabowo/Hatta dan Jokowi/JK sama-sama mengklaim akan membentuk kabinet prefesional atau zaken kabinet.

Bila kita lihat konstitusi kita sekarang ini mengamanahkan kabinet presidensial di mana kabinet secara murni dipilih langsung oleh presiden. Sedangkan kabinet koalisi dan oposisi tidak dikenal dalam konstitusi. Namun di sinilah anehnya, konstitusi yang seharusnya dilaksanakan justru tidak dilaksanakan, sedangkan kabinet koalisi dan oposisi justru mengedepan dan terealisasi dalam politik kekinian.

Debat capres/cawapres yang kita lihat sekarang ini materi dan janji-janjinya akan hampir sama dengan debat capres/cawapres yang kita lihat dan saksikan pada lima tahun yang lslu uaitu yahun 2009. Kesemuanya hampir sama dan sama-sama berjanji akan mensejahterakan rakyat. Semua visi, misi dan janji presiden terpilih akan dilaksanakan secara konkrit oleh kabinet dan menteri-menteri. Atas nama stabilitas dan efektifitas pemerintahan maka amanah konstitusi dalam bentuk kabinet presidensial hancur total di tangan kabinet koalisi dengan harapan dukungan parlemen terhadap kebijakan pemerintah. Kabinet koalisi ternyata tidak tercermin dalam parlemen di mana beberapa kebijakan kabinet justru mendapat reaksi bertolak belakang dengan partai di parlemen. Sedangkan bila pada waktu itu dibentuk kabinet presidensial maka dikhawatirkan akan banyak manuver di parlemen yang akan merepotkan pemerintah. Namun kenyataan membuktikan kabinet koalisi justru menghadapi berbagai manuver di parlemen.


Kabinet presidensial kembali dijanjikan pada debat capres/cawapres kali ini. Kabinet presidensial kini menjadi komoditi politik. Banyak kalangan yang pesimis kabinet presidensial akan terwujud. Karena keuntungan dalam dukungan politik diwujudkan dalam bentuk bagi-bagi kursi di kabinet.

Bagi saya bagi-bagi kursi di kabinet kepada wakil partai pendukung adalah sesuatu yang sah-sah saja dengan catatan menteri utusan partai jumlahnya tidak lebih dari 1/3 total jumlah menteri. Artinya 2/3 jumlah menteri masih berasal dari profesional. Sedangkan profesional dimaknai sebagai SDM yang ahli di bidangnya yang bisa dari partai dan juga bisa dari nonpartai. Profesional dari partai dimaknai sebagai bentuk politisi negarawan yang akan mengutamakan kepentingan negara dari kepentingan partai yang ditandai salah satunya melepaskan semua jabatan partai dan semua kepentingan partai (termasuk memenuhi pendanaan partai) dan menjadikan tugas menteri sebagai tugas satu-satunya. Menteri profesional dipilih secara bebas oleh presiden. Sedangkan menteri wakil partai dipilih secara terbatas pada nama-nama yang disodorkan partai. Bila seandainya jumlah menteri nantinya 30 orang misalnya maka 20 orang akan berasal dari profesional dan hanya 10 orang dari wakil partai sehingga kabinet akan dominan profesional.

Bagaimana dengan prediksi reaksi partai non kabinet yang dikhawatirkan akan bermanuver dan membuat repot pemerintah akibat sikap cenderung oposisi ? Kekhawatiran ini masuk akal karena eksperimen kabinet profesional akan mengundang reaksi dari partai-partai di parlemen. Untuk itu maka perlu disusun tata tertib dan kode etik di mana apabila terjadi manuver ngawur dan sikap oposisi yang sudah diluar dari koridor tugas legislatif maka manuver dan sikap oposisi tersebut akan dikategorikan sebagai pelanggaran tata tertib dan pelanggaran kode etik. Dibutuhkan tim Badan Kehormatan DPR yang kuat untuk menertibkan manuver dan oposisi di luar jalur tadi. Namun apabila manuver dan sikap oposisi yang positif konstruksif dan loyal pada konstitusi serta bersifat korektif terhadap kesalahan pemerintah maka sikap ini harus kita dukung dan sudah barang tentu akan sesuai dengan tata tertib dan kode etik legislatif.

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan oleh kabinet adalah sikap tim sukses pasca pilpres. Tim sukses harus tetap mensukseskan perjalanan kepemimpinan presiden dan kabinetnya selama masa baktinya yaitu 5 tahun ke depan. Tim sukses harus memahami arti mensukseskan bukan hanya mensukseskan kemenangan pemilu presiden tapi juga mensukseskan perjalanan kepresidenannya.

Visi misi kedua capres sangat menarik bagi saya apabila keduanya bisa disimbiosiskan. Untuk itu maka dalam debat capres selanjutnya saya sangat menantikan pertanyaan apabila Prabowo/Hatta menang maka apa peranan yang akan diberikan kepada Jokowi/JK ? Dan sebaliknya apabila Jokowi/JK menang maka apa peranan yang akan diberikan kepada Prabowo/Hatta ? Ini menarik bila moderator nantinya bisa menanyakannya.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

16 juni 2014.
 
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar