Selasa, 10 Juni 2014

Pasca E-kataloque Buku Pelajaran Sekolah, What Next ?



Penantian panjang itu akhirnya berujung. Pengadaan buku pelajaran sekolah oleh dinas pendidikan daerah yang pada umumnya bersumberkan dana alokasi khusus bidang pendidikan Kementrian Pendidikan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk dikelola sebagaimana mestinya kini tidak perlu ditenderkan lagi. Buku pelajaran sekolah akhirnya masuk dalam daftar e-kataloque LKPP. Dengan demikian maka pengadaan buku pelajaran sekolah dilakukan dengan penunjukan langsung sesuai dengan spesifikasi, harga dan perusahaan yang tercantum dalam e-kataloque LKPP. Sebuah langkah pencegahan korupsi yang sistemik dan akan mencegah berbagai bentuk permainan tender buku pelajaran sekolah dan efek samping pasca tender berupa pengaduan dari perusahaan yang kalah tender sampai pada pengaduan masyarakat tentang kecurangan tender. Atas masalah yang satu ini para kepala dinas pendidikan pemda akan tidur nyenyak. Pemborosan juga bisa dihindari seperti biaya survei pembuatan harga perkiraan sendiri (HPS) yg terdiri dari biaya perjalanan dinas, honorarium dan akomodasi atas lebih dari 530 dinas pendidikan kabupaten/kota seIndonesia. bila biaya pembuatan HPS tersebut misalnya minimal 10 juta perpemda maka pemborosan yang telah dihemat sebesar minmal Rp. 53.010.000.000 alias 53 milyar rupiah.


Namun permasalahan buku pelajaran sekolah bukanlah hanya permsalahan tender semata, tapi masalah pemeliharaan dan pencapaian umur minimal buku pelajaran justru tidak kalah pentingnya. Produk tender dan kontrak berupa buku-buku pelajaran sekolah yang didistribusikan oleh dinas pendidikan daerah ke sekolah-sekolah dalam pemeliharaannya seharusnya berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah. Namun permendagri tersebut masih bersifat umum dan masih sulit untuk ditafsirkan dalam tata kelola buku pelajaran sekolah. Dalam mencapai pengelolaan anggaran negara yang efektif dan efisien maka anggaran untuk pembelian buku ini harus dipastikan sesuai dengan umur rencana dan dipastikan bahwa umur tersebut bisa tercapai atas kerjasama semua pihak dan teknis pemeliharaannya juga harus jelas. Anggaran untuk pengadaan buku pelajaran ini milyaran perkabupaten/kota. Bila misalnya setiap kabupaten/kota mendapat akolasi misalnya 1 milyar masing-masing maka dalam setahun Kemdikbud mengucurkan minimal 530 milyar. Sebuah angka yang fantastis apabila produk pembelanjaannya ternyata berumur pendek. Untuk itu maka perlu kiranya Kemdikbud melalui Badan Litbang dan Pusat Perbukuan melakukan survei dan pengumpulan data tentang kondisi pengelolaan dan pemeliharaan buku pelajaran sekolah. Mulai dari berapa sekolah yang melakukan pemeliharaan buku dan berapa sekolah yang membiarkan begitu saja buku-buku tersebut rusak, seberapa cepat laju kerusakan buku, bagaimana bentuk kerusakannya, bagaimana hubungan kualitas buku dengan proses kerusakan dan lainnya. Atas data ini bisa disusun beberapa alternatif bentuk pemeliharaan buku pelajaran sekolah. Bila pemeliharaan ini berjalan dan bisa memperpanjang umur buku misalnya 2 tahun maka penghematan anggaran negara bisa dilakukan minimal 1 trilyun.

Berdasarkan pengamatan saya, beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan buku pelajaran sekolah adalah sebagai berikut :

Yang pertama, kualitas buku dalam bentuk penjilidan. Bentuk penjilidan buku sebagian besar berbentuk dilem di sisi kiri atas lembaran-lembaran halaman buku di mana perlembar buku terdiri dari 2 halaman bolak balik. Pengeleman atas penjilidan ini akibat dari pemakaian buku di mana ketika buku dibuka maka kekuatan lem penjilidan akan berkurang, demikian seterusnya. Sehingga sebagian besar kerusakan buku pelajaran adalah lepasnya lembaran buku dari jilidannya. Untuk ini maka perlu dilakukan perobahan bentuk penjilidan dari bentuk lem perlembar menjadi bentuk hekter atas pertengahan lembaran buku yg terdiri dari 4 halaman bolak balik. Bentuk penjilidan dengan hekter ini jauh lebih kuat dari bentuk lem karena bila penjilidan dengan hekter ini bukunya dipakai dan dibuka-buka maka tidak akan mempengaruhi penjilidan hekter karena bentuk penjilidan buku akan fleksibel dan familier terhadap pembolakbalikan buku.

Yang kedua adalah penyampulan buku. Buku pelajaran dicetak dan diterbitkan dengan cover tanpa sampul. Buku pelajaran akan disampul oleh masing-masing murid, itupun bila disuruh gurunya. Sampul ini akan beragam bentuknya mulai dari sampul plastik sampai sampul kertas, bahkan ada yang menyampul pakai kertas koran atau kertas kalender. Bentuk penyampulan ini akan mempengaruhi daya tahan cover buku terhadap pemakaian. Untuk itu maka perlu dilakukan standarisasi penyampulan buku dengan mempergunakan dana BOS agar buku lebih tahan lama. Dan jangan lagi penyampulan buku diserahkan pada masing-masing murid. Sekarang ini banyak ditemukan buku pelajaran sekolah yang covernya telah hilang, bahkan banyak buku pelajaran yang halaman pertamanya langsung halaman puluhan karena hilangnya cover buku akan dikuti dengan hilangnya halaman 1, halaman 3 dan seterusnya.

Yang ketiga adalah pojok buku akan melengkung. Biasanya lengkungan ini bisa dihilangkan dengan pelakukan pemotongan pinggir buku, tergantung situasinya, apakah akan dipotong ½ cm, 1 cm atau berapa. Untuk ini maka perlu dilakukan pengaturan margin buku agar diatur paling tidak bisa dilakukan pemotongan sisi pinggir buku berkali-kali untuk menghilangkan lemgkungan pojok buku. Karena apabila lengkungan pojok buku ini dibiarkan terus maka secara perlahan lengkungan ini akan robek dan lembaran buku menjadi tidak lengkap lagi.

Yang keempat dalah rusaknya halaman tertentu akibat dari berbagai macam sebab. Hilangnya lembaran ini harus dilengkapi kembali dengan cara memfhotokopi dari buku lain yang sama. Untuk ini maka perlu setiap sekolah mengarsipkan setiap judul buku yang lengkap dan baru minimal 1 buku dan menyediakan 1 printer yang bisa berfungsi memfhotokopi sehingga pada saat pengecekan kelengkapan halaman buku bisa langsung melengkapi halaman buku yang kurang di dalam sekolah dan tidak perlu memfhotokopi keluar sekolah.

Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeliharaan buku pelajaran sekolah namun keempat hal di atas merupakan hal dominan yang terjadi pada kerusakan buku pelajaran. Bila keempat hal di atas bisa dibenahi maka akan sangat berpengaruh pada umur buku.

Buku pelajaran sekolah dengan total tirlyunan rupiah berada di tangan para pelajar yang mereka pakai secara gratis dan dipakai secara bebas. Yang sebagian besar dari mereka kurang menyadari arti penting pemeliharaan buku, terutama bagi pelajar SD. Bahkan buku dijadikan payung waktu hujan pulang sekolah. Pihak sekolah harus diberi tanggung jawab lebih untuk melakukan pemeliharaan buku pelajaran dengan petunjuk teknis yang disusun standar lewat payung hukum Peraturan Mendikbud dengan dana BOS.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

10 juni 2014.

***   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar