Kamis, 26 November 2015

Instansi Teknis Pasca 15 Tahun Otonomi Daerah

Setelah hampir 2 tahun pasca penerbitan UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan dikaitkan dengan 15 tahun perjalanan otonomi daerah, perlu kiranya kita renungkan kembali perjalanan beberapa instansi birokrasi penting yang menyentuh kebutuhan rakyat banyak yang masuk dalam kategori instansi yang masuk dalam otonomi daerah.

Ada 4 instansi penting yang dalam era otonomi daerah mengalami pasang surut yaitu dinas pendidikan, dinas kesehatan, dinas pertanian dan dinas pekerjaan umum. Mereka bernaung di bawah kepemimpinan kepala daerah (gubernur, bupati, walikota). Di pemerintah pusat mereka bernaung di bawah presiden yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Saya sering kali iseng tanya ke kawan-kawan pejabat dinas daerah siapakah nama menteri mereka. Dan alhamdulillah mereka sebagian besar tak tahu.

Bagaimanapun juga keempat instansi teknis tersebut merupakan instansi yang melaksanakan sektor paling penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Oleh karena itu pasca 15 tahun otonomi daerah maka perlu kiranya dilaksanakan evaluasi terhadap perjalanaan keempat instansi daerah tersebut dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan nasional.

Hal yang pertama yang perlu dikaji adalah sudahkah program dan kegiatan instansi daerah yang dilaksanakan setiap tahun itu memiliki sinergisitas dengan program dan kegiatan kementerian terkait. Yang saya amati komunikasi yang dijalin tidak begitu banyak. Hanya sekedar musyawarah pembangunan nasional yang terkesan formalistik, program dana alokasi khusus yang dominan orientasi proyek. Masing-masing pihak jalan sendiri-sendiri. Kalau tidak bisa dikatakan seolah-olah negara dalam negara.


Hal yang kedua yang perlu dikaji adalah standarisasi SDM. Mulai dari SDM pejabat struktural maupun pejabat organisasi proyek. Saya melihat bahwa sudah terjadi disparitas kualitas SDM antara instansi teknis daerah dengan kementerian. Serta bagaimana pola promosi jabatannya. Saat ini nyaris tanpa pola dan banyak yang menduduki jabatan tanpa didukung dengan kemampuan teknis dan latar belakang disiplin ilmu yang sesuai.

Hal yang ketiga yang perlu dikaji adalah standarisasi sarana dan prasarana. Dalam mencapai tujuan pendidikan, kesehatan, swasembada pangan dan infrastruktur diperlukan sarana prasarana standar. Namun banyak di antara instansi daerah yang tidak melengkapi sarana prasarananya. Contohnya adalah tidak adanya laboratorium pengujian teknis di beberapa dinas pekerjaan umum.

Hal yang keempat adalah standarisasi organisasi. Struktur organisasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Struktur organisasi harus terus dikembangkan dalam rangka memeperkaya spesialisasi tugas. Namun masih banyak instansi teknis daerah yang tidak melakukan reorgansiasi sehingga muncul stagnasi dan monoton serta kebosanan. Sedangkan siatuasi sosial terus berubah.

Hal kelima yang perlu dikaji adalah kualitas produk hasil proyek. Perlu dilakukan kajian khusus tentang produk hasil proyek antara sebelum dan sesudah otonomi. Kalau yang saya amati kualitas produk infrastruktur justru semakin parah kualitasnya.

Masih banyak hal yang perlu dikaji namun kelima hal di atas sudah merupakan hal yang paling mendesak. Otonomi daerah sebagai kebijakan politik untuk mempercepat pembangunan daerah tidak bisa menjadi alasan untuk mengesampingkan kualitas dan kinerja instansi teknis di daerah. Bila hasil pengkajian nantinya menyimpulkan bahwa kualitas dan kinerja sudah sedemikian parah maka jangan ragu-ragu untuk mencabut status otonomi daerah kepada keempat instansi teknis daerah tersebut dan mengembalikannya kepada instansi vertikal kementerian terkait dan diakomodir dalam peraturan turunan dari UU Aparatur Sipil Negara tersebut.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

26 november 2015.


  •   *   *  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar