Jumat, 04 Oktober 2019

Mengedepankan Materi Pengujian Teknis Pada Pasal Kontrak Konstruksi



Dalam pembangunan nasional, jasa konstruksi mempunyai peranan penting berupa sarana dan prasarana yang berfungsi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan perkembangan di berbagai bidang. Jasa konstruksi diharapkan semakin tumbuh berkembang mendukung pembangunan nasional dan dapat meningkatkan kehandalannya dalam bentuk struktur usaha yang kokoh dan mampu mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. Kehandalan tersebut tercermin dalam daya saing dan kemampuan melaksanakan pekerjaan konstruksi secara efektif, efisien, struktur usaha yang kokoh didukung sumber daya manusia yang berkualitas.

Dewasa ini jasa konstruksi banyak diminati masyarakat di berbagai tingkatan ditandai dengan semakin banyaknya jumlah perusahaan yang lahir dan diwadahi oleh banyak asosiasi perusahaan. Peningkatan ini belum diikuti dengan peningkatan kualitas dan kinerja yang tercermin dalam mutu produk konstruksi, ketepatan waktu pelaksanaan, efisiensi biaya dan waktu, modal kerja dan teknologi yang digunakan serta tingkat konflik yang terjadi. Hal ini disebabkan salah satunya karena persyaratan usaha serta persyaratan keahlian dan keterampilan tenaga kerja konstruksi yang belum handal. Demikian juga di pihak pemerintah terutama pemerintah daerah kualitas manajemen proyeknya masih perlu ditingkatkan.

Belakangan ini banyak disoroti tentang kualitas hasil pekerjaan konstruksi. Sebagian di antaranya sudah rusak padahal masih berada pada periodesasi umur bangunan konstruksi. Sebagian lagi sudah rusak padahal masih berada pada masa pemeliharaan. Sebagian lagi sudah rusak pada masa pelaksanaan pekerjaan. Ini patut menjadi perhatian kita bersama. Di samping mengakibatkan kerugian negara dan masyarakat tidak bisa maksimal memanfaatkannya. Juga mengakibatkan adanya korban secara hukum baik di pihak instansi pemerintah maupun di pihak swasta.

Saya mencoba mengupas akar dari permasalahan ini. Saya mulai dari kronologis mata rantai anggaran mulai dari perencanaan anggaran, perencanaan teknis, tender, pelaksanaan kontrak, pengawasan teknis, serah terima kegiatan dan audit.


Pada saat perencanaan anggaran, sebagian dari instansi yang membidangi jasa konstruksi melakukan penyusunan anggaran hanya dengan melakukan perkiraan jumlahnya saja tidak didukung oleh survei lapangan dan kalkulasi teknis yang akurat. Akibatnya anggaran yang dialokasikan bisa kurang dari yang dibutuhkan dan bisa juga berlebih dari yang dibutuhkan. Ini biasanya terjadi apabila pelaksanaan perencanaan konstruksi berada di tahun yang sama dengan pelaksanaan konstruksi. Anggaran terlebih dahulu lahir baru dilakukan survei lapangan, perencanaan teknis dan rancangan biaya. Namun pada instansi teknis konstruksi yang sudah mapan mereka melakukan perencanaan teknis di tahun sebelumnya dari masa pelaksanaan konstruksi sehingga pengalokasian anggaran bisa dilakukan secara akurat dan efisien. Misalnya perencanaan konstruksi dilakukan pada tahun 2019 dan pelaksanaan konstruksi dilakukan pada tahun 2020.

Pada masa perencanaan teknis, ada dua kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan pertama perencanaan dilakukan oleh konsultan perencanaan konstruksi dan seharusnya inilah yang harus terjadi. Kemungkinan kedua adalah perencanaan teknis dilakukan oleh staf instansi pemerintah teknis. Bila kita mempedomani UU Jasa Konstruksi maka seorang perencana teknis harusnya memiliki sertifikat keahlian dan memiliki pengalaman serta memiliki tanggung jawab atas resiko terjadinya kegagalan bangunan. Sehingga apabila perencanaan teknis dilakukan oleh staf instansi pemerintah teknis maka ini jelas melanggar UU Jasa Konstruksi. Perencanaan teknis menghasilkan desain konstruksi, rencana anggaran biaya, spesifikasi teknis, rancangan kontrak dan rencana keselamatan konstruksi.

Pada masa tender, salah satu isi penawaran teknis adalah penawaran spesifikasi teknis dan rencana keselamatan konstruksi. Sayang sekali yang terjadi hanya formalitas belaka. Spesifikasi teknis yang ditawarkan mengambil begitu saja spesifikasi teknis yang tercantum dalam dokumen pengadaan. Sedangkan rencana keselamatan konstruksi karena baru diterapkan pada tahun ini masih banyak Pejabat pembuat Komitmen maupun Pokja Pemilihan yang belum menguasainya.

Pada masa pelaksanaan kontrak banyak kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan bahwa kontrak disusun oleh staf dengan hanya mempedomani dokumen kontrak tahun sebelumnya. Kemungkinan bahwa kedua belah pihak yaitu pihak perusahaan maupun Pejabat Pembuat Komitmen tidak membaca sama sekali dokumen kontrak dan langsung saja menandatanganinya. Kemungkinan bahwa isi kontrak tidak sesuai dengan standarisasi kontrak konstruksi yang berlaku dan terbaru. Kemungkinan bahwa para tenaga kerja konstruksi hanya mempedomani gambar desain saja dan tidak mempedomani spesifikasi teknis dan metode pelaksanaan pekerjaan. Kemungkinan lemahnya pengawasan. Kemungkinan perusahaan yang dipakai adalah pinjam meminjam dengan temannya.

Pada masa pengawasan teknis juga ada dua kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan pertama pengawasan teknis dilakukan oleh konsultan pengawasan konstruksi. Kemungkinan kedua dilakukan oleh instansi staf pemerintah teknis. Bila kita mempedomani UU Jasa Konstruksi maka pengawasan teknis dilakukan oleh tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat keahlian teknis, memiliki pengalaman dan memiliki tanggung jawab terhadap resiko kegagalan bangunan. Sehingga apabila pengawasan teknis dilakukan oleh staf instansi pemerintah teknis maka ini jelas bertentangan dengan UU Jasa Konstruksi. Staf dinas teknis hanya bisa menjadi pengelola teknis yang bertugas di bidang teknis administrasi pada setiap tahapan pembangunan konstruksi.

Pada masa serah terima kegiatan merupakan titik paling krusial dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi. Tidak adanya standarisasi terhadap proses serah terima kegiatan menyebabkan proses pelaksanaan serah terima kegiatan menjadi sangat variatif. Ada yang lencar mengalir seperti air sungai tanpa hambatan. Ada yang sangat ketat dengan segala macam persyaratan yang dibutuhkan.

Tahapan akhir dari mata rantai anggaran adalah masa audit. Audit meliputi audit administrasi, audit keuangan dan audit teknis. Audit teknis ini juga tidak ada standarisaasi.

Nah, dengan uraian singkat di atas, di mana terjadinya titik lemah sehingga banyak terjadi kualitas konstruksi tidak seperti yang diharapkan ?

Dari semua sisi mata rantai dan tahapan yang dilaksanakan saya melihat titik paling krusial adalah tentang pencapaian kualitas mutu pekerjaan dibandingkan dengan spesifikasi teknis yang diharapkan. Cara untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan pengujian teknis. Apakah semua Pejabat Pembuat Komitmen mensyaratkan adanya pengujian teknis sebelum melakukan serah terima pekerjaan dan pembayaran pekerjaan ?

Mungkin kita bisa menyalahkan Pejabat Pembuat Komitmen namun saya sendiri melihat bahwa pada tataran administrasi juga ada kelemahan yang sangat mendasar. Kewajiban pengujian teknis tersembunyi di dalam Bab tentang spesifikasi teknis pada dokumen kontrak. Juga tersembunyi pada penawaran teknis tentang spesifikasi teknis. Yang lebih berbahaya lagi adalah apabila pada spesifikasi teknis tidak menjelaskan tentang pengujian teknis yang wajib dilakukan. Yang lebih parah lagi apabila perusahaan dan/atau Pejabat Pembuat Komitmen tidak merasa wajib melakukan pengujian teknis.

Jadi kata kuncinya adalah kewajiban pengujian teknis terhadap hasil pekerjaan konstruksi yang tidak dilakukan sehingga kualitas konstruksi banyak yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya teknis administratif agar pelaksanaan pengujian teknis bisa menjadi wajib dan menjadi arus utama pelaksanaan jasa konstruksi.

Yang pertama yang harus dilakukan adalah memasukkan materi pengujian teknis ke dalam pasal Surat Perjanjian Dokumen Kontrak. Semua jenis pengujian teknis yang disyaratkan oleh spesifikasi teknis dikutip kembali dan dicantumkan dalam pasal utama Surat perjanjian Dokumen Kontrak dengan redaksi yang berintikan akan melakukan semua pengujian teknis sesuai spesifikasi teknis.

Yang kedua harus dilakukan adalah membuat pengujian teknis menjadi salah satu persyaratan penawaran teknis pada saat penawaran tender. Dengan demikian apabila pengujian teknis yang ditawarkan berbeda dengan yang ditentukan pada spesifikasi teknis maka penawaran teknisnya dinyatakan gugur dan perusahaannya kalah dalam tender.   

Yang ketiga yang harus dilakukan adalah membuat satu bab tersendiri yang menjelaskan tentang kewajiban melakukan jenis pengujian teknis sesuai spesifikasi teknis dalam dokumen pengadaan. Dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen harus menetapkan dari awal semua pengujian teknis yang wajib dilakukan dan dimasukkan oleh Pokja Pemilihan dalam dokumen pengadaan.

Dengan ketiga langkah di atas kita harapkan pelaksanaan jasa konstruksi bisa kita andalkan kualitasnya dan kerusakan yang sering terjadi di lapangan bisa kita minimalisir.

Konstruksi sehat negara kuat.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

4 Oktober 2019.

*    *    *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar