Minggu, 03 November 2019

Penyisiran Anggaran APBD

(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/penyisiran-anggaran-dalam-apbd/).

Baru-baru ini pemerintah daerah dikagetkan dengan rencana penyisiran anggaran APBD oleh Kemendagri pasca pengangkatan bapak Tito Karnavian menjadi Menteri Dalam Negeri. Kekagetan ini terutama dikarenakan keadaan saat ini berada pada penghujung pelaksanaan anggaran APBD tahun 2019 sekaligus persiapan final APBD tahun anggaran  2020.  

Rencana penyisiran anggaran APBD ini ditanggapi pro kontra. Saya pribadi memandang secara positif. Tidak bisa kita pungkiri bahwa struktur APBD masih jauh dari postur yang ditentukan pada Pedoman Penyusunan APBD yang regulasinya ditetapkan setiap tahun oleh Kemendagri. Kesesuaian ini belum pernah diperiksa konsistensinya. Belum lagi tingginya belanja tidak langsung, belanja pegawai dan belanja barang/jasa sedangkan belanja modal rata-rata di bawah 50 %. Belanja barang/jasa di sini pengertiannya adalah belanja barang yang umur penggunaannya di bawah 12 bulan. Belanja pegawai dan belanja barang/jasa ini merupakan alokasi yang bisa dimainkan untuk pembiayaan nonbudgeter. Sedangkan pada belanja modal sebagian di antaranya tidak tepat sasaran dan tidak berdaya guna.

Namun saya melihat bahwa penyisiran anggaran ini adalah sebuah upaya kuratif atau upaya perbaikan di hilir, bukan di hulu. Saya memandang walaupun upaya penyisiran anggaran ini tetap penting namun tidak cukup hanya dengan penyisiran anggaran saja. Perlu upaya-upaya penting lainnya yang berada di hulu. Di antaranya adalah standarisasi sistem e-government, penyempurnaan sistem pelaksanaan anggaran, penyempurnaan sistem seleksi terbuka jabatan dan depolitisasi birokrasi. Kesemuanya terkait langsung dengan siklus dan ekosistem anggaran.

Anggaran diproses pada aplikasi e-government. Menyisir anggaran berarti harus juga menyisir aplikasi e-government. Sistem e-government dimulai dari e-planning, e-budgeting, e-procurement, e-delivery, e-asset dan e-audit. Hampir semua instansi pemerintah daerah membangun sistem e-government secara sendiri-sendiri dan memiliki variasi bentuk dan sistem yang berbeda satu sama lain. Hanya e-procurement yang terstandarisasi secara nasional yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dengan beberapa sistem aplikasi mulai dari sistem LPSE, sistem RUP, sistem e-katalog dan sistem lainnya. Semua pemerintah daerah tinggal memakai aplikasi e-procurement. LKPP dengan mudahnya memantau semua pergerakan aplikasi e-procurement dan siap memberikan layanan bantuan ataupun konsultasi terhadap permasalahan yang menyertainya. Sedangkan aplikasi e-government lainnya sangat lokalistik dan tidak terintegrasi satu sama lain antar pemerintah daerah sehingga pihak Kemendagri pun kesulitan untuk memantau pergerakan APBD pada e-government. Untuk efektifitas dan efisiensi maka sebaiknya Kemendagri membangun sebuah sistem e-government yang terpadu dan terkoneksi satu sama lain dan terstandar secara nasional sehingga Kemendagri bisa memantau secara online semua pergerakan APBD termasuk melakukan penyisiran anggaran secara online.


Penyempurnaan sistem pelaksanaan anggaran dengan melakukan percepatan pembuatan sistem aplikasi e-delivery dan e-delivery lanjutan atau dengan kata lain sistem pelaksanaan anggaran yang terdokumentasi secara online dan meminimalisasi proses manual dalam pelaksanaan anggaran terutama pada proses kemajuan keuangan dan kemajuan pelaksanaan kontrak. Dengan aplikasi e-delivery dan e-delivery lanjutan maka Kemendagri bisa memantau secara online penyerapan anggaran dan bisa menyempurnakan kendala-kendala yang terjadi di lapangan. Seperti pelaksanaan proyek di akhir tahun bisa terpantau dengan baik.

Selanjutnya perlu dilakukan penyempurnan sistem seleksi terbuka jabatan. Anggaran dikelola oleh para pejabat. Sehingga perlu juga dilakukan penyisiran rekrutmen pejabat. Untuk jabatan eselon I dan II rekrutmen lewat Seleksi Terbuka Jabatan. Sistem yang ada selama ini masih sangat jauh dari memuaskan dan masih terkesan bisa direkayasa sesuai dengan pesanan pimpinan. Belum ada sistem yang standar dan terbuka yang memungkinkan proses seleksi berjalan secara objektif dan transparan. Sehingga menimbulkan minimnya minat para ASN untuk mengikuti Seleksi Terbuka Jabatan. Semua penilaian dan skoring yang dilakukan oleh Panitia Seleksi Jabatan masih bersifat tertutup dan belum ada audit objektif terhadap proses Seleksi Terbuka Jabatan tersebut. Juga belum ada pemusatan informasi Seleksi Terbuka Jabatan. Informasi Seleksi Terbuka Jabatan selain diumumkan di website instansi masing-masing juga harus dipublikasikan pada satu website khusus atau bisa dibuat fasilitas khusus yang menampung seluruh informasi Seleksi Terbuka Jabatan pada website Kemendagri sehingga ASN tidak harus mencari-cari informasi Seleksi Terbuka Jabatan pada semua website instansi pemerintah yang jumlahnya ratusan. Kemendagri harus melakukan penyempurnaan proses Seleksi Terbuka Jabatan ini agar dapat menghasilkan pejabat yang berkualitas dan mampu mengelola anggaran secara efektif efisien dan jauh dari keinginan untuk bermain di area nonbudgeter. Semua Panitia Seleksi jabatan Terbuka sebelum bekerja harus mendapat pembekalan dulu dari Kemendagri dibantu oleh KPK agar Panitia Seleksi Terbuka Jabatan tidak bekerja hanya sekedar formalitas saja dan hasilnya tidak mengakomodir pesanan kekuasaan. Dan harus ada audit standar terhadap semua hasil kerja Panitia Seleksi Jabatan. Bila perlu ada 1 orang perwakilan exx officio dari Kemendagri dalam semua Panitia Seleksi Jabatan untuk memastikan semua proses Seleksi Terbuka Jabatan berjalan dengan baik dan objektif dan jauh dari rekayasa kekuasaan. Walau bagaimanapun juga semua anggaran itu dijalankan oleh para pejabat. Bila pejabatnya baik maka tidak perlu pengawasan yang berlebihan kepadanya. Namun apabila pejabatnya tidak baik maka akan menghabiskan energi dan waktu yang tidak sedikit untuk mengawasinya. Adanya instruksi penyisiran anggaran menunjukkan produk anggaran yang tidak baik dan tentunya berkolerasi dengan kondisi pejabat tersebut.

Dan yang terakhir adalah depolitisasi anggaran. Sudah bukan rahasia umum bahwa politisasi anggaran sangat mendominasi pergerakan anggaran APBD. Mulai dari proses perencanaan sampai pada penggunaan anggaran tidak lepas dari pengaruh politik dan kepentingan luar birokrasi. Kemendagri harus mengembangkan sistem pengawasan dan pencegahan terhadap politisasi anggaran terutama pada saat pilkada berlangsung. Politik pilkada berbiaya tinggi adalah hulu dari semua proses korupsi di pemerintahan daerah. Mata rantai politik uang harus segera diputus secara sustemik. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan operasi intelijen dan penyusupan pada semua tim kampanye calon kepala daerah untuk selanjutnya dilakukan proses pencegahan sekaligus penindakan. Terhadap calon kepala daerah yang dari hasil deteksi dini intelijen berpotensi untuk melakukan politik uang maka diberikan peringatan dibantu oleh KPK. Apabila peringatan tidak diindahkan maka Kemendagri bekerjasama dengan KPK bisa melakukan OTT dan mendiskualifikasi calon kepala daerah yang bermain politik uang. Hanya dengan pembersihan proses politik uang pilkada maka reformasi birokrasi pemerintah daerah bisa kita wujudkan.

Demikian kira-kira sumbangsih pemikiran perhadap rencana penyisiran anggaran APBD dan hal-hal pendukung ataupun penyelesaian hulu-hilir yang ditawarkan. Kita sangat berharap banyak Kemendagri di bawah kepemimpinan bapak Tito Karnavian bisa melakukan reformasi birokrasi di pemerintah daerah. Dan ASN di pemerintah daerah bisa bekerja dengan tenang berkarir dan tidak frustasi seperti yang terjadi selama ini.

Semoga.

Rahmad Daulay

3 november 2019.

*  *  *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar