Minggu, 05 April 2020

Puncak Mudik dan Penanganan Covid-19



(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis pada link http://birokratmenulis.org/7-langkah-penanganan-covid-19-menghadapi-puncak-arus-mudik/).

Virus Corona adalah virus yang menyerang sistem pernafasan menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan, pneumonia akut sampai kematian. Virus ini bisa menyerang siapa saja. Pertama kali ditemukan di kota Wuhan China pada akhir Desember 2019 dan menular secara cepat ke seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Penularan antar manusia terjadi dengan cepat akibat interaksi sosial dan bisnis antar negara.

Gejala umum yang bisa menandakan seseorang terinfeksi virus Corona yaitu demam tubuh di atas 38 derajat celcius, batuk kering tak berkesudahan dan sesak nafas. Seseorang yang baru kembali dari daerah yang memiliki kasus Covid-19 atau berinteraksi dengan seseorang yang terdeteksi menderita infeksi virus Corona seharusnya memeriksakan diri ke RSU terdekat. Bila kemungkinan terpapar virus Corona akan dirujuk ke RSU rujukan yang telah ditunjuk.

Cara penularan Covid-19 terutama secara tanpa sengaja menghirup percikan ludah dari bersin atau batuk penderita, memegang mulut atau hidung tanpa cuci tangan setelah menyentuh benda yang terpapar dari penderita Covid-19 atau kontak jarak dekat dengan penderita Covid-19 lewat sentuhan atau jabat tangan. Pemeriksaan lanjutan melalui uji sampel darah, tes tenggorokan dan rontgen dada mendeteksi infiltrat atau cairan paru-paru. Perawatan dan karantina hanya bisa dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk atau RSU rujukan.

Pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan menghindari keramaian, menggunakan masker, rutin mencuci tangan, meningkatkan daya tahan tubuh melalui pola hidup sehat, jangan menyentuh mata dan mulut dan hidung sebelum mencuci tangan, menghindari kontak dengan hewan liar, tutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin, hindari berdekatan dengan orang yang sedang sakit demam dan batuk atau pilek dan menjaga kebersihan lingkungan.

Puncak pandemi Covid-19 diperkirakan terjadi pada akhir bulan Mei 2019. Puncak arus mudik juga diperkirakan terjadi pada bulan Mei 2019. Lalu lintas pergerakan manusia lintas daerah akan mengami puncaknya pada rutinitas mudik lebaran. Baik pergerakan dari kota ke desa, antar provinsi, dari ibukota provinsi ke kabupaten, antar kota/kabupaten, dari kabupaten/kota ke desa atau antar desa bahkan antar rumah dalam bentuk silaturrahmi lebaran antar masyarakat. Diperkirakan arus mudik dari kota perantauan ke daerah asal bisa mencapai puluhan juta orang dan terjadi di seluruh kabupaten/kota. Mereka mayoritas bekerja atau menempuh pendidikan di perkotaan. Pergerakan arus mudik ini dikhawatirkan akan meningkatkan penyebaran Covid-19. Selama ini interaksi manusia antar daerah terjadi secara alami didominasi oleh arus perdagangan antar daerah. Ini nantinya akan dikalahkan oleh arus mudik antar daerah.


Pemerintah terlihat dilematis dalam mengambil keputusan untuk membuat larangan mudik. Walaupun dilarang mudik namun diprediksi larangan akan tidak diperdulikan.

Tidak sampai 2 bulan lagi puncak arus mudik akan terjadi. Antisipasi Pemerintah Pusat dan Daerah harus lebih ditingkatkan. Beberapa upaya yang bisa dilakukan antara lain :

Yang pertama : Meningkatkan wewenang garis komando Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten/kota, RSU pemerintah dan swasta serta puskesmas. Sekat-sekat garis komando antar instansi baik sesama lembaga pemerintah pusat maupun lembaga pemerintah daerah perlu dihilangkan dan memberikan wewenang penuh kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan untuk bisa mengatur secara langsung seluruh Dinas Kesehatan Daerah dan RSU Pemerintah/swasta serta Puskesmas. Sekat garis komando ini bisa menghambat efektifitas dan efisiensi penanganan puncak pandemi pada arus mudik bulan mei nantinya. Sebagai contoh sampai saat ini pengadaan dan distribusi masker dan APD masih kurang koordinasi. Rantai birokrasi keuangan daerah masih menjadi hambatan akibat adanya ketakutan untuk bergerak cepat membelanjakan keuangan daerah diakibatkan harga barang yang melambung tinggi yang dikhawatirkan akan menjadi masalah pasca pandemi nantinya. Dengan meningkatkan garis komando maka Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bisa membackup seluruh Dinas kesehatan Daerah maupun RSU pemerintah/swasta dalam merelokasi anggaran dan pembelanjaan anggaran dan barang yang dibutuhkan. Termasuk perlunya wewenang diskresi dalam keadaan tidak terkendali nantinya di mana dimungkinkan untuk belanja barang terlebih dahulu dengan pembayaran dan pengalokasian anggaran menyusul nantinya.

Yang kedua : Skenario cadangan RSU rujukan dan kesiapan tenaga medis. Kapasitas dan daya tampung semua RSU rujukan saat ini tidak akan sanggup menampung puncak pandemi nantinya. Diperlukan beberapa skenario cadangan dan langkah bertahap yang terukur menuju puncak pandemi. Saat ini RSU rujukan masih terpusat di beberapa RSU di perkotaan terutama di ibukota provinsi. Diperlukan skenario cadangan pertama berupa satu RSU rujukan untuk menangani lima kabupaten/kota dan skenario cadangan kedua berupa satu RSU rujukan untuk menangani tiga kabupaten/kota dan skenario cadangan ketiga berupa satu RSU rujukan untuk menangani satu kabupaten/kota. Skenario cadangan ini pada beberapa daerah sudah perlu untuk diterapkan terutama pada daerah yang memiliki kondisi geografis yang tidak mendukung yang memiliki waktu tempuh dari daerah menuju RSU rujukan di atas 3 jam. Sudah ada pasien PDP yang meninggal di perjalanan sebelum sampai di tujuan RSU rujukan. Di bulan April skenario satu RSU rujukan menangani lima kabupaten/kota sudah bisa diterapkan di beberapa propinsi tertentu. Dan di bulan Mei skenario satu RSU menangani tiga kabupaten/kota sudah bisa diterapkan di beberapa provinsi tertentu. Skenario terburuk di bulan Juni satu RSU rujuan menangani satu kabupaten/kota. Mudah-mudahan skenario terburuk tidak perlu terjadi namun harus tetap diantisipasi kemungkinan terjadinya. Untuk semua skenario ini semua RSU harus memiliki daya dukung tenaga medis dan peralatan serta barang-barang yang diperlukan. Manajemen distribusi menjadi sangat penting di sini. Pada desa-desa tertentu yang secara geografis butuh waktu lama menuju RSU rujukan diperlukan penyiapan terhadap Puskesmas sebagai tempat penanganan awal ataupun pengecekan awal terhadap pasien yang ingin mencek dirinya apakah terpapar virus Cocona. Penyiapan ini harus dilakukan sedini mungkin agar tidak terburu-buru nantinya apabila terjadi puncak pandemi.

Yang ketiga : Produksi masal masker, obat, bahan kimia dan alat pelindung diri. Di setiap provinsi harus bisa memproduksi masker, bahan kimia seperti hand sanitizer dan alat pelindung diri. Sedangkan obat-obatan yang diperlukan perlu ditingkatkan produksinya oleh pabrik BUMN maupun swasta. Bila perlu dilakukan impor. Beberapa daerah dan beberapa kampus serta usaha swasta sudah bergerak memproduksi barang kebutuhan penanganan Covid-19 namun produksi ini belum terorganisir dengan baik dan belum mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan dan produksi. Untuk kebutuhan masker dan hand sanitizer minimal 1 keluarga memiliki jumlah minimal keperluan yang dibutuhkan. Saat ini masih banyak rumah tangga yang tidak memiliki masker dan hand sanitizer sama sekali. Untuk obat-obatan dan alat pelindung diri semua RSU rujukan harus memiliki jumlah sesuai kebutuhan. Manajemen produksi, distribusi dan konsumsi harus ditingkatkan di bawah 1 koordinasi dan komando.

Yang keempat : Pemantauan pusat keramaian. Beberapa pusat keramaian yang sama sekali belum bisa dikosongkan adalah pusat pasar tradisional dan terminal angkutan daerah. Ini terkait dengan sumber mata pencaharian masyarakat. Sebagian besar berada di daerah masih berjalan sebagaimana biasanya tanpa adanya upaya edukasi untuk pemakaian masker, penyemprotan desinfektan dan sarana cuci tangan. Kalaupun kesadaran itu ada namun ketersediaan barang di pasaran tidak mendukung. Pedagang, para supir angkutan dan becak masih bekerja tanpa pengamanan minimal. Padahal mereka semua berinteraksi dengan puluhan dan ratusan pelanggan. Beberapa tempat ibadah belum mengindahkan perlunya pencegahan Covid-19. Ibadah berjamaah masih berlangsung. Sarana ibadah berupa tikar dan karpet masih di tempatnya tanpa adanya kekhawatiran sama sekali. Mereka semua selayaknya diwajibkan memakai masker, memiliki hand sanitizer, sarana cuci tangan dan bilik desinfektan. Setiap hari selayaknya dilakukan penyemprotan desinfektan oleh pemerintah daerah. Masker selayaknya dibagikan secara gratis. Tikar dan karpet untuk sementara tidak perlu dipergunakan dulu. Di setiap pasar tradisional harus dibangun sarana cuci tangan yang mencukupi. Semua terminal angkutan harus dibangun sarana cuci tangan yang mencukupi.   

Yang kelima : Kesiapan anggaran. Beberapa regulasi sudah dipersiapkan. Baik regulasi yang sudah ada sebelumnya maupun regulasi baru. Semuanya untuk mendukung kesiapan anggaran yang dibutuhkan terutama di daerah. Baik APBN, APBD maupun dana desa. Namun di beberapa daerah kesiapan anggaran ini belum terkoordinasi dengan baik. Bisa jadi dikarenakan adanya kekhawatiran salah langkah maupun adanya ketidakfahaman tentang tata kelola anggaran khusus untuk penanganan bencana yang bisa berujung ke permasalahan hukum. Diperlukan regulasi yang lebih sederhana, koordinasi yang lebih praktis dan kenyamanan dalam bekerja agar relokasi dan alokasi anggaran bisa berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan masalah hukum baru di kemudian hari. Diperlukan pemaksanaan persentase anggaran minimal pada tiap APBN, APBD, dana BOK (bantuan operasional kesehatan) pada puskesmas dan dana desa untuk dana kesiapsiagaan bencana.   

Yang keenam : Sosialisasi dan peningkatan kesadaran masyarakat. Sosialisasi masih kurang efektif mengingat rendahnya kesadaran masyarakat. Diperlukan dukungan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk membantu sosialisasi dan membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya Covid-19, perlunya pencegahan yang diperlukan, nutrisi/rempah-rempah yang perlu dikonsumsi untuk meningkatan daya tahan tubuh dan yang paling penting adalah kesadaran untuk memeriksakan diri apabila terjadi gejala klinis pada diri sendiri. Aktifitas keagamaan secara berjamaah adalah situasi paling sulit untuk dilakukan sosialisasi dan untuk ini maka prioritas utama adalah penyadaran pada tokoh agama dulu dan kemudian tokoh agama tersebut yang melakukan sosialisisi dan penyadaran pada anggota jamaahnya bahwa dalam kondisi tidak normal sekarang ini perlu penundaan aktifitas keagamaan berjamaah dan apabila situasi sudah normal kembali maka aktifitas keagamaan berjamaah akan dijalankan kembali.

Yang ketujuh : Kerjasama antar lembaga penelitian. Beberapa lembaga penelitian seperti perguruan tinggi sudah bergerak melakukan penelitian untuk mencari obat ataupun formula mencegah Covid-19. Namun gerakan penelitian ini masih berjalan sendiri-sendiri. Diperlukan pola kerjasama antar lembaga baik tukar-menukar informasi maupun kerjasama uji coba sehingga di samping mempercepat penemuan yang diinginkan juga bisa menghemat anggaran pengeluaran. Dengan adanya teknologi informasi maka semestinya tukar menukar informasi ini mudah untuk dilakukan. Dukungan pendanaan dar industri juga sangat diperlukan dalam mendukung penelitian tersebut.

Demikian beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam rangka mengantisipasi puncak pandemi Covid-19 yang diperkirakan terjadi bersamaan dengan puncak arus mudik pada akhir bulan Mei nantinya. Mudah-mudahan bencana dunia ini segera berakhir. Amin.

Rahmad Daulay

5 april 2020.

  *   *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar