Senin, 17 Februari 2014

Beban Mengajar Guru Bersertifikat Profesi



Dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan kemerdekaan negara RI adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut diterjemahkan lebih lanjut dalam peraturan di bawahnya yang salah satunya adalah Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Banyak hal yang diuangkapkan dalam undang-undang tersebut, salah satunya adalah pasal 35 ayat 2 yang menyatakan bahwa beban mengajar guru adalah minimal 24 jam tatap muka perminggu dan maksimal 40 jam tatap muka perminggu. Pada ayat 3 selanjutnya disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Menindaklanjuti hal tersebut diterbitkan Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, pada salah satu pasalnya yaitu pasal 52 ayat 2 menegaskan kembali UU nomor 14 tahun 2005 pasal 35 ayat 2 yang mewajibkan beban kerja guru minimal 24 jam tatap muka perminggu dan maksimal 40 jam tatap muka perminggu. Pasal 62 ayat 2 menyebutkan bahwa guru yang tidak bisa memenuhi kewajiban beban mengajar minimal 24 jam tatap muka perminggu dihilangkan haknya untuk memperoleh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, subsidi tunjangan fungsional dan maslahat tambahan.

Sertifikasi guru adalah salah satu isu sentral dalam dunia pendidikan di mana guru yang telah lulus ujian kompetensi guru dan telah mengukuti diklat sertifikasi guru  berhak mendapat tunjangan setfikasi guru sebesar 1 kali lipat gaji pokok setiap bulannya. Tidak semua guru bisa lulus ujian kompetensi guru karena perbedaan kualitas SDM guru. Tidak semua guru yang telah lulus ujian kompetensi guru bisa mengikuti diklat sertifikasi guru dengan baik dan berhasil lulus diklat. Dan ternyata tidak semua guru yang telah lulus sertifikasi guru bisa mendapatkan tunjangan sertifikasi guru. Mengapa ?


Kewajiban 24 jam mengajar perminggu tingkat pemenuhannya memiliki banyak parameter, di antaranya yang utama adalah jumlah murid dan jumlah guru mata pelajaran sejenis. Bila jumlah murid mencukupi maka kewajiban beban mengajar minimal 24 jam perminggu bukanlah masalah dengan catatan perbandingan murid dan perbandingan jumlah guru mata pelajaran sejenis memiliki komposisi yang memungkinkan untuk membagi jam pelajaran sehingga kewajiban beban mengajar minimal 24 jam perminggu bisa terpenuhi. Masalah muncul bila jumlah murid tidak terpenuhi akibat fluktuasi jumlah murid pertahun yang tidak stabil. Jumlah murid pertahun yang tidak stabil ini berbanding lurus dengan tingkat kemajuan daerahnya. Di daerah perkotaan jumlah murid bukan masalah karena tingkat kepadatan penduduk perkotaan cenderung bertambah. Di pedesaan terutama desa terpencil jumlah murid memiliki fluktuasi cukup tinggi. Bisa saja pada tahun tertentu jumlah murid membludak tapi di tahun lain jumlah murid sangat kurang, bahkan untuk memenuhi ruang kelas setengahnya saja tidak bisa dipenuhi. Pada kondisi ini maka kewajiban beban mengajar 24 jam perminggu menjadi tidak terpenuhi. Maka guru tersebut karena tidak rela tunjangan sertifikasinya tidak terbayarkan maka guru tersebut mencoba untuk mengajar di sekolah lain. Pada daerah perkotaan mencari jam mengajar di sekolah lain bukanlah perkara sulit karena banyaknya sekolah di perkotaan. Masalah muncul apabila guru tersebut mengajar di desa yang mana biasanya di setiap desa hanya ada 1 sekolah SD, di tiap kecamatan hanya ada beberapa sekolah SMP dan lebih sedikit lagi sekolah SMU/SMK sederajat. Kondisi ini diperparah lagi dengan jarak antar desa yang membawa konsekuensi jarak antar sekolah menjadi tidak mudah untuk dicapai terutama di daerah pegunungan, perbukitan, pantai ataupun daerah yang berlalu lintas rendah seperti sarana sungai. Secara umum bisa dikatakan bahwa pencapaian kewajiban beban mengajar minimal 24 jam mengajar semakin mudah dipernuhi di perkotaan dan semakin sulit dipenuhi di pedesaan. Namun berbanding terbalik dengan kualitas pendidikan di mana semakin ke desa maka kualitas pendidikan semakin rendah.

Kondisi pedesaan ini di mana kualitas pendidikan yang semakin rendah akan diperparah dengan kewajiban beban kerja minimal 24 jam mengajar bila tidak terpenuhi. Tentu ini akan membuat semangat kerja guru menjadi terganggu dan akan berusaha agar tunjangan sertifikasi gurunya bisa diraihnya sehingga salah satu yang bisa ditempuhnya adalah pindah mengajar ke daerah yang memungkinkan baginya untuk memperoleh beban mengajar minimal 24 jam perminggu. Tentu ini akan memperparah kondisi pendidikan di daerah.

Oleh karena itu maka beban mengajar minimal 24 jam perminggu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru pasal 63 ayat 2 bisa lebih disempurnakan lagi (direvisi) dengan mengakomodir kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru untuk memenuhi jam mengajar minimal 24 jam perminggu tersebut. Apalagi dengan semakin banyaknya guru yang lulus sertifikasi guru maka pembagian jumlah mata perlajaran kepada guru menjadi semakin sedikit dan bisa jadi bila semua guru 100 % telah lulus sertifikasi guru justru kewajiban 24 jam perminggu tersebut justru tidak terpenuhi. Belum lagi faktor semakin bertambahnya jumlah guru akibat penerimaan CPNS dan adanya guru tidak tetap/honorer.

Maka dari itu untuk selain mengakomodir kesulitan para guru dalam pemenuhan jam mengajar minimal 24 jam perminggu tersebut, perlu dipikirkan agar 24 jam mengajar perminggu dijadikan sebagai faktor pembagi 100 % dari tunjangan sertifikasi guru yang dibayarkan. Artinya bila guru tersebut bisa memenuhi kewajiban 24 jam mengajar perminggu maka dia berhak mendapatkan tunjangan sertifikasi guru 100 % kali gaji pokoknya. Bila guru tersebut tidak bisa memenuhi jam mengajar 24 jam perminggu, misalnya hanya bisa 20 jam perminggu atau kurang maka jumlah jam tersebut dibagi 24 jam mengajar kali gaji pokoknya sehingga bila misalnya hanya 20 jam mengajar perminggu berarti tunjangan sertifikasi guru yang diperolehnya sebesar 20/24 X 100 X gaji pokoknya. Dengan demikian maka guru bersertifikat walau tidak bisa memenuhi kewajiban 24 jam mengajar perminggu masih tetap bisa mendapat tunjangan sertifikasi guru walau jumlahnya berkurang. Kondisi ini lebih bijak dan bisa mendukung peningkatan kualitas pendidikan terutama di pedesaan. Dan yang lebih penting lagi adalah guru tidak perlu lagi stres mencari 24 jam mengajar perminggu.

Salam reformasi

Rahmad Daulay, ST

17 februari 2014.

***      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar