Kamis, 06 Februari 2014

Subsidi Taxi Jakarta



Sebagai pusat segalanya maka Jakarta menjadi pusat berkumpulnya orang yang menjadi pelaku pusat segalanya tersebut. Berkumpulnya orang ini dimulai dari tempat tinggal bergerak menuju tempat beraktifitas dan bekerja baik itu dengan memakai fasilitas kenderaan umum berupa bis kota, mobil pribadi, kereta api rel listrik ataupun kenderaan roda 2. Kemacetan terjadi karena pergerakan orang dari tempat tinggal menuju tempat beraktiftas berada pada kisaran yang sama melewati tempat dan jalan tertentu yang sama di banyak tempat. Maka terjadilah kemacetan akibat ketidakmampuan jalan menampung dan mengalirkan pergerakan semua kenderaan ini. Bila dilihat komposisi kenderaan yang tumpah ruah di jalan tertentu dan jam tentu maka kemacetan didominasi oleh kenderaan pribadi baik itu kenderaan roda 2 maupun kenderaan pribadi roda 4. Sedangkan transportasi umum seperti bis kota menenpati jumlah urutan ketiga.

Dari hal ini maka muncul pemikiran untuk membuat sarana transportasi massal. Saat ini yang baru terealisasi adalah kereta rel listrik. Sedangkan MRT dan monorail sedang dalam proses pengerjaan pendahuluan.

Orang yang bergerak dengan kenderaan berbagai jenis ini bisa dikategorikan secara umum menjadi tiga golongan. Golongan pertama adalah golongan ekonomi lemah seperti buruh pabrik dan karyawan/staf perusahaan. Golongan ini biasanya memakai jasa transportasi umum seperti bis kota atau kenderaan roda 2. Golongan kedua adalah golongan ekonimi menengah seperti karyawan kantoran dan manajemen lini bawah dan lini tengah. Golongan ini sebagian memakai jasa transportasi umum dan sebagian memakai mobil pribadi bukan mewah. Golongan ketiga adalah golongan ekonomi atas seperti pejabat negara, pejabat teras swasta dan lainnya. Golongan ini sudah pasti memakai mobil mewah atau kenderaan dinas.


Ketika kereta rel listrik dibangun dan dioperasikan maka bila dilihat komposisi pemakainya maka sebagian besar penumpang adalah peralihan dari penumpang bis kota dan kenderaan roda 2, hanya sebagian kecil dari pemakai kenderaan roda 4. Dari sini maka kontribusi kereta rel listrik terhadap usaha mengatasi kemacetan masih rendah. Diprediksi jika MRT dan monorail sudah dioperasikan maka penumpangnya akan berasal dari mantan penumpang kereta rel listrik, bis kota, kenderaan roda 2. Sedangkan pemakai kenderaan pribadi bersedia beralih ke MRT dan monorail masih sangat diragukan mengingat jalur MRT dan monorail tidak bisa menjangkau semua tujuan beraktifitas dan bekerja.

Dari analisa di atas maka pengkajian mengatasi kemacetan Jakarta belum bisa berhenti sampai pada program transportasi massal seperti MRT dan monorail. Masih harus ada pemikiran lain yang lebih realistis dalam upaya pengalihan kebiasaan memakai kenderaan pribadi penyebab kemacetan ke sarana transportasi lainnya.

Satu sarana transportasi yang selama ini terlupakan adalah taxi. Taxi sebagai jasa transportasi umum mmeiliki kelebihan bisa bergerak lebih leluasa karena tidak memiliki trayek tertentu dan bisa bergerak kemana saja secara leluasa dan di waktu yang tidak terbatas. Kelemahannya adalah bila menuju tempat yang sepi dari keramaian dikhawatirkan bisa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Kelebihan taxi ini sama dengan kelebihan yang dimiliki oleh mobil pribadi hanya saja dari segi fasilitas plus yang dimiliki oleh mobil mewah tentu taxi tak bisa mengimbangi.

Bila masalah utama kemacetan ternyata pada jumlah kenderaan umum yang membanjiri jalanan tertentu dan pada jam tertentu maka perlu kiranya dikaji taxi sebagai solusi pengurangan jumlah kenderaan pribadi yang menimbulkan macet. Taxi bisa dijadikan solusi kemacetan dengan memperbaiki kenyamanan, kemanan dan pembiayaan. Pembiayaan di sini maksudnya menyamakan biaya yang diperlukan antara memakai mobil pribadi dengan biaya menumpang taxi. Caranya adalah penumpang cukup membayar argo sebesar harga BBM yang dikonsumsi taxi sedangkan komponen keuntungan taxi ditanggung/disubsidi oleh APBN dan APBD seJabodetabek. Subsidi ini hanya berlaku pada jam tertentu yang sudah menjadi jadwal macet rutin. Sedangkan kalau jam tidak macet seperti jam 9 malam tidak perlu subsidi lagi. Di sini perlu modifikasi argo taxi dengan menambahkan komponen waktu pemakaian argo dan rumus pembayaran subsidi dan nonsubsidi. Serta komponen pencatat total subsidi yang akan diklaim ke pihak pemberi subsidi. Subsidi taxi menurut saya masih jauh lebih murah dari pada harga subsidi BBM mobil pribadi yang macet berjam-jam, kerugian ekonomi akibat macet, stress dan lain sebagainya.

Hal ini memang masih membutuhkan pengkajian yang lebih mendalam namun sebagai sebuah alternatif baru tentu ini patut untuk direnungkan dan diperhitungkan.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

6 februari 2014

*** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar