Senin, 21 Juli 2014

Renungan Pasca Pilpres



Baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden menyisakan beberapa masalah penting.

Masalah pertama betapa negeri ini masih menyimpan kesenjangan pembangunan di mana di perkotaan begitu mudah mendistribusikan kotak suara dan surat suara sedangkan di pedesaan kondisinya bervariasi di mana sebagian dengan mudah dijangkau kenderaan roda 4 karena transportasi jalan sudah bagus, ada yang jalannya rusak sehingga kenderaan roda 4 tidak bisa melaju mulus, ada yang hanya bisa dilalui kenderaan roda 2 karena jalannya masih berupa tanah, ada yang harus melalui sungai tanpa jembatan sehingga harus melintasi air sungai, ada yang naik boat melintasi laut atau sungai besar, mungkin ada yang harus dengan helikopter karena berada di pegunungan. Saya tidak tahu apakah ada yang harus diantar dengan berjalan kaki. Keadaan ini harus diselesaikan oleh presiden terpilih di mana pada APBN 2015 semua desa terisolir harus sudah dibangun jalan sebagai sarana transportasi. Biaya untuk membangun jalan membebaskan desa terisolir akan bervariasi mulai dari kelas ratusan juta sampai milyaran. Tak perlu dengan konstruksi yang terlalu bagus karena dengan konstruksi lapen/lapis penetrasi saja asalkan dikerjalan dengan dengan baik, dilengkapi dengan sarana drainase dan hanya dilintasi kenderaan bertonase biasa untuk keperluan pedesaan dan tidak dilalui kenderaan berat bertonase berat seperti truk pengangkut kayu maka jalan lapen tersebut akan sangat memadai sebagai jalur transportasi menuju pedesaan terisolir. Kenapa kita begitu asyik dengan angka ratusan triryun untuk jembatan selat sunda, kereta api cepat Jakarta-Surabaya, jalan tol trans sumatra tapi untuk membebaskan seluruh desa terisolir yang paling banter hanya membutuhkan belasan trilyun kita tak mampu membahasnya ?


Desa terisolir selain identik dengan ketiadaan jalan untuk transportasi juga identik dengan tidak adanya listrik untuk penerangan rumah. Presiden terpilih juga harus membebaskan seluruh desa tidak berlistrik menjadi desa berlistrik melalui APBN 2015, bisa dengan fasilitas listrik dari PLN bisa juga mengembangan energi alteratif seperti pembangkit listrik tenaga air, tenaga mikro hidro atau tenaga surya.

Masalah kedua yang tersisa adalah sulitnya mengendalikan dan mengawasi perhitungan suara di mana di beberapa tempat terjadi kecurangan oleh penyelenggara dan di kalangan rakyat terjadi politik uang sedangkan kita sudah punya program e-KTP. Menuju pemilu 2019 maka program e-KTP harus dikembangkan menuju e-voting. Tidak ada alasan rakyat belum siap karena sudah hampir semua rakyat pandai memakai HP dan peralatan elektonik seperti TV dan menjadi aktifis warnet baik itu main game atau browsing. Kasus e-KTP yang sekarang sedang menjadi pasien KPK kasusnya harus segera dituntaskan agar program e-KTP bisa segera dikembangkan menuju e-voting.

Masalah ketiga yang tersisa adalah korupsi. Presiden terpilih mendapat warisan korupsi masa lalu yang jumlahnya tidak sedikit dan menjadi ranah KPK dan institusi penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan. Yang menjadi pertanyaan besar adalah sejauh mana presiden terpilih nantinya bisa mencegah terjadinya korupsi di masa depan. Untuk ini konsep dan sistem gerakan pencegahan korupsi harus dikembangkan semaksimal mungkin. Lembaga KPK telah memiliki organ pencegahan korupsi walau fungsinya belum maksimal. Sedangkan kepolisian dan kejaksaan belum memiliki organ pencegahan korupsi. Untuk ke depan presiden terpilih harus mengembangkan organ pencegahan korupsi di lembaga kepolisian dan kejaksaan. Sedangkan di birokrasi ada inspektorat jenderal di kementrian dan inspektorat di pemerintahan daerah. Fungsi inspektorat juga belum memiliki fungsi pencegahan, mereka hanya memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan. Ke depan presiden terpilih harus mengembangkan organ Inspektorat dalam bidang pencegahan korupsi. Semua organ pencegahan korupsi di berbagai lembaga negara ini harus disatupadukan dalam satu koordinasi agar terjadi sinergi dan kesamaan gerak langkah. Untuk itu perlu dikembangkan sebuah lembaga khusus pencegahan korupsi atau membentuk kementrian pencegahan korupsi yang memiliki struktur vertikal ke daerah dengan fungsi koordinasi organ pencegahan korupsi di semua lembaga seperti kepolisian, kejaksaan dan inspektorat. Apalagi birokrasi memiliki banyak sumber daya pelaku korupsi dan sebagian dari pelaku korupsi ini memiliki pemikiran tentang tata cara pencegahan korupsi. Tentu sumber daya ini sangat efektif dalam menyusun program dan sistem gerakan pencegahan korupsi.

Pemerintahan kabinet presiden terpilih harus mengedepankan gerakan pencegahan korupsi. Sistem rekrutmen terbuka pejabat negara yang tercantum dalam UU Aparatur Sipil Negara akan sangat efektif bila didukung dengan kementrian pencegahan korupsi ini.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

21 Juli 2014

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar