Senin, 24 Juni 2013

Menuju Ramadhan 2013


Tak terasa bulan ramadhan telah di depan mata. Ramadhan ditandai dengan masa awal pemberlakuan kenaikan harga BBM.

Kenaikan harga BBM dimaknai sebagai peran sosial rakyat atas pengurangan subsidi BBM pada APBN di mana semua lapisan rakyat menanggung konsekuensi kenaikan harga-harga bahan pokok sebagai akibat dari naiknya ongkos produksi dengan komponen modal dari bahan bakar minyak.

Peran sosial rakyat ini juga dimaknai untuk hidup lebih hemat lagi. Dengan kata lain untuk hidup lebih berat lagi.

Salah satu target sosial pelaksanaan ibadah puasa di bulan ramadhan adalah pembinaan untuk hidup hemat. Menahan hawa nafsu konsumerisme. Namun praktek di lapangan ternyata sebaliknya. Momen bulan ramadhan selalu menunjukkan momen baju baru, sepatu baru, sandal baru, cat rumah baru, dan baruisme lainnya yang semuanya dikategorikan sebagai konsumerisme. Sampai di sini tidak masalah asalkan konsumsinya tidak berlebihan. Namun yang sering dikeluhkan adalah konsumerisme negatif terutama pada kembang api/petasan dan pistol/senapan mainan berpeluru. Konsumsi kembang api/petasan bertolak belakang dengan spirit hidup hemat. Terutama kembang api/petasan berdaya ledak sedang dan tinggi yang dentumannya sangat mengganggu kenyamanan dan ketenangan ibadah dan istirahat malam. Sedangkan konsumsi pistol/senapan mainan berpeluru ini marak pada saat lebaran. Konsumsi ini juga bertolak belakang dengan spirit hidup hemat. Juga sangat mengganggu ketenangan berlebaran terutama kepada para pengguna jalan raya yang berkendaraan. Anak-anak di pinggir jalan sering mengganggu para pengguna jalan dengan tembakan pistol/senapan mainan berpeluru. Tak tak jarang tembakan ini mengenai mata orang.


BBM, kembang api/petasan, pistol/senapan mainan berpeluru, semuanya memiliki spirit yang sama yaitu sama-sama memiliki spirit hidup hemat. Bila pemerintah memakai instrumen BBM sebagai instrumen hidup hemat. Seharusnya pemerintah juga melarang konsumsi kembang api/petasan, pistol/senapan mainan berpeluru dengan cara melarang penjualannya secara razia setiap hari. Cara paling ampuh dengan merazia pedagang besarnya.

Satu hal lagi yang penting untuk dicermati adalah pemberian THR bagi anak-anak. THR telah menggejala bukan hanya bagi kalangan yang mampu tapi juga kalangan kurang mampu telah memaksakan diri untuk memberikan THR kepada anak-anak. Di kalangan anak-anak sendiri telah menggejala mendahulukan silaturrahmi kepada orang tua yang aktifis THR. Bukan tidak mungkin THR ini bisa menjadi embryo dari kebiasaan gratifikasi bila telah dewasa nanti. Untuk itu maka perlu kiranya pemberian THR ini dievaluasi antara manfaat dan mudharatnya. Dan perlu kiranya memasukkan THR sebagai salah satu bid’ah.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

24 juni 2013

·           *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar