Tak terasa bulan ramadhan telah di depan mata. Ramadhan ditandai
dengan masa awal pemberlakuan kenaikan harga BBM.
Kenaikan harga BBM dimaknai sebagai peran sosial rakyat atas pengurangan
subsidi BBM pada APBN di mana semua lapisan rakyat menanggung konsekuensi
kenaikan harga-harga bahan pokok sebagai akibat dari naiknya ongkos produksi dengan
komponen modal dari bahan bakar minyak.
Peran sosial rakyat ini juga dimaknai untuk hidup lebih hemat lagi.
Dengan kata lain untuk hidup lebih berat lagi.
Salah satu target sosial pelaksanaan ibadah puasa di bulan ramadhan
adalah pembinaan untuk hidup hemat. Menahan hawa nafsu konsumerisme. Namun
praktek di lapangan ternyata sebaliknya. Momen bulan ramadhan selalu
menunjukkan momen baju baru, sepatu baru, sandal baru, cat rumah baru, dan
baruisme lainnya yang semuanya dikategorikan sebagai konsumerisme. Sampai di
sini tidak masalah asalkan konsumsinya tidak berlebihan. Namun yang sering
dikeluhkan adalah konsumerisme negatif terutama pada kembang api/petasan dan
pistol/senapan mainan berpeluru. Konsumsi kembang api/petasan bertolak belakang
dengan spirit hidup hemat. Terutama kembang api/petasan berdaya ledak sedang
dan tinggi yang dentumannya sangat mengganggu kenyamanan dan ketenangan ibadah
dan istirahat malam. Sedangkan konsumsi pistol/senapan mainan berpeluru ini
marak pada saat lebaran. Konsumsi ini juga bertolak belakang dengan spirit
hidup hemat. Juga sangat mengganggu ketenangan berlebaran terutama kepada para
pengguna jalan raya yang berkendaraan. Anak-anak di pinggir jalan sering
mengganggu para pengguna jalan dengan tembakan pistol/senapan mainan berpeluru.
Tak tak jarang tembakan ini mengenai mata orang.
BBM, kembang api/petasan, pistol/senapan mainan berpeluru, semuanya
memiliki spirit yang sama yaitu sama-sama memiliki spirit hidup hemat. Bila
pemerintah memakai instrumen BBM sebagai instrumen hidup hemat. Seharusnya
pemerintah juga melarang konsumsi kembang api/petasan, pistol/senapan mainan
berpeluru dengan cara melarang penjualannya secara razia setiap hari. Cara
paling ampuh dengan merazia pedagang besarnya.
Satu hal lagi yang penting untuk dicermati adalah pemberian THR
bagi anak-anak. THR telah menggejala bukan hanya bagi kalangan yang mampu tapi
juga kalangan kurang mampu telah memaksakan diri untuk memberikan THR kepada
anak-anak. Di kalangan anak-anak sendiri telah menggejala mendahulukan
silaturrahmi kepada orang tua yang aktifis THR. Bukan tidak mungkin THR ini
bisa menjadi embryo dari kebiasaan gratifikasi bila telah dewasa nanti. Untuk
itu maka perlu kiranya pemberian THR ini dievaluasi antara manfaat dan
mudharatnya. Dan perlu kiranya memasukkan THR sebagai salah satu bid’ah.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
24 juni 2013
·
* *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar