Senin, 24 Juni 2013

Mudik dan Urbanisasi


Bagaikan jadwal tahunan, mudik lebaran sudah merupakan rutinitas masyarakat desa yang bekerja di kota. Jalanan dipenuhi kenderaan baik roda dua maupun roda empat. Kereta api dipenuhi penumpang, bahkan melebihi kapasitas yang seharusnya. Pesawat terbang pun tak luput dari sarana mudik.

Selesai lebaran, para pemudik kembali ke kota tempat mereka bekerja. Apakah yang kembali ke kota hanyalah para pemudik sebelumnya ??? Ternyata tidak. Karena sewaktu mereka sedang mudik di daerah asalnya mereka bercerita kepada keluarga betapa kota adalah tempat yang menjanjikan terutama tentang pekerjaan. Walaupun mereka tidak bercerita apa – apa, namun keluarga mereka melihat betapa hidup di kota menjanjikan hidup yang lebih baik, terutama masalah pekerjaan. Mulailah keinginan untuk ikut ke kota disampaikan dan demi keluarga maka si pemudik bersedia membawa kenalan atau sanak familinya untuk ikut ke kota.

Dan arus balik pun dipenuhi oleh para urban baru.

Tidak mudah menyalahkan kaum urban baru yang menyerbu perkotaan untuk mencari pekerjaan, terutama ke Jakarta. Walaupun berita di media massa dan media elektronik menunjukkan Jakarta macet dan terancam lumpuh, hal itu tidak menyurutkan kaum urban baru untuk menyerbu jakarta. Jangankan kaum urban pasca mudik, saya saja masih menyimpan keinginan untuk ikut menyerbu Jakarta.

Kenapa orang ingin ke kota menjadi kaum urban baru ???

Secara umum, penyebabnya adalah masalah pekerjaan, pendidikan dan layanan kesehatan.

Di pedesaan, pekerjaan biasanya adalah bertani, berladang, berkebun, nelayan, tukang bangunan dan berdagang. Dan jarang seorang petani menginginkan anaknya jadi petani, jarang seorang peladang menginginkan anaknya jadi peladang, jarang seorang nelayan menginginkan anaknya jadi nelayan, jarang seorang pekebun menginginkan anaknya jadi pekebun, jarang seorang tukang bangunan menginginkan anaknya jadi tukang bangunan, jarang seorang pedagang menginginkan anaknya jadi pedagang. Mereka semua bekerja keras agar anaknya meningkat harkat hidupnya, dan mereka menyuruh anaknya sekolah setinggi – tingginya. Kalaupun tidak sampai ke pendidikan tinggi, paling tidak anaknya memiliki pendidikan yang lebih daripada orang tuanya.

Sebagai akibatnya maka sang anak harus mencari pekerjaan yang tidak sama dengan orang tuanya dan pekerjaan itu ada di perkotaan.

Bagaimanapun juga sistem pendidikan ikut menentukan derasnya arus urbanisasi. Bila kita lihat anatomi sekolah di kabupaten, maka SMA sederajat pada umumnya berada di ibukota kecamatan. SMP ada yang bisa dijangkau dari desa dalam jarak dekat, tapi tidak sedikit berjarak jauh dari desa. SD hampir bisa dijangkau jarak dekat dari desa.

Bila arus urbanisasi ingin dihambat, atau bila perlu arusnya dibalik menjadi ruralisasi maka harus dilakukan penyesuaian antara pendidikan dan pekerjaan atau dengan kata lain pendidikan pedesaan harus berorientasi usaha pedesaan. Dan ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin, malah sangat mungkin untuk diwujudkan.

Harus dilakukan pendirian SMK berbasis pedesaan di seluruh kabupaten dan kecamatan. Dan kejuruan yang dimaksud harus disesuaikan dengan potensi desa tersebut. Di daerah perikanan didirikan SMK perikanan. Di daerah pertanian didirikan SMK pertanian. Di daerah peternakan didirikan SMK peternakan. Di daerah pantai didirikan SMK kelautan.  Selain itu juga bisa didirikan SMK tata boga, SMk tata busana. Agar mereka tidak berorientasi mencari kerja tapi orientasi menciptakan lapangan kerja maka mereka harus diberi mata pelajaran wirausaha, praktek, fasilitas dan akses permodalan. Dengan cara seperti ini selain menciptakan lapangan kerja di pedesaan juga mendukung program swasembada pangan.

Apakah akan berhenti pada pendidikan menengah saja ??? Jangan.

Lanjutkan dengan program pendidikan  tinggi berbasis pedesaan. Bagaimanapun juga pendidikan tinggi berbasis pedesaan tidak akan berkembang apabila dilakukan di perkotaan. Fakultas pertanian, fakultas peternakan, fakultas kehutanan, fakultas perikanan akan lebih berkembang di pedesaan daripada perkotaan karena langsung berdekatan dengan alamnya. Bisa saja pemerintah atau swasta mendirikan pendidikan tinggi berbasis pedesaan tersebut di daerah, atau bisa juga fakultas berbasis pedesaan yang sudah terlanjur berdiri mapan di perkotaan memulai secara bertahap membangun kampus baru di daerah dan mewajibkan semester awal untuk kuliah di daerah. Dan agar mereka tidak berorientasi mencari kerja tapi harus berorientasi menciptakan lapangan kerja maka mereka harus diberi mata kuliah wirausaha serta diberi kesempatan, fasilitas dan akses permodalan untuk menjadi wirausaha berbasis pedesaan.

Dengan demikian maka pak tani akan bangga melihat anaknya menjadi wirausahawan di bidang pertanian.

Dan generasi muda pedesaan tak perlu lagi berlomba – lomba menyerbu perkotaan hanya untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Nusantara ini masih cukup luas untuk pengembangan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan. Dan kejayaan agraris dan maritim bisa diraih kembali.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

15 september 2010.

*   *   *  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar