Bagaikan jadwal tahunan, mudik
lebaran sudah merupakan rutinitas masyarakat desa yang bekerja di kota . Jalanan dipenuhi kenderaan
baik roda dua maupun roda empat. Kereta api dipenuhi penumpang, bahkan melebihi
kapasitas yang seharusnya. Pesawat terbang pun tak luput dari sarana mudik.
Selesai lebaran, para pemudik
kembali ke kota
tempat mereka bekerja. Apakah yang kembali ke kota hanyalah para pemudik sebelumnya ???
Ternyata tidak. Karena sewaktu mereka sedang mudik di daerah asalnya mereka
bercerita kepada keluarga betapa kota
adalah tempat yang menjanjikan terutama tentang pekerjaan. Walaupun mereka
tidak bercerita apa – apa, namun keluarga mereka melihat betapa hidup di kota menjanjikan hidup
yang lebih baik, terutama masalah pekerjaan. Mulailah keinginan untuk ikut ke kota disampaikan dan demi keluarga maka si pemudik
bersedia membawa kenalan atau sanak familinya untuk ikut ke kota .
Dan arus balik pun dipenuhi oleh
para urban baru.
Tidak mudah menyalahkan kaum
urban baru yang menyerbu perkotaan untuk mencari pekerjaan, terutama ke Jakarta . Walaupun berita
di media massa dan media elektronik menunjukkan Jakarta macet dan terancam lumpuh, hal itu tidak
menyurutkan kaum urban baru untuk menyerbu jakarta . Jangankan kaum urban pasca mudik,
saya saja masih menyimpan keinginan untuk ikut menyerbu Jakarta.
Kenapa orang ingin ke kota menjadi kaum urban
baru ???
Secara umum, penyebabnya adalah
masalah pekerjaan, pendidikan dan layanan kesehatan.
Di pedesaan, pekerjaan biasanya
adalah bertani, berladang, berkebun, nelayan, tukang bangunan dan berdagang.
Dan jarang seorang petani menginginkan anaknya jadi petani, jarang seorang
peladang menginginkan anaknya jadi peladang, jarang seorang nelayan
menginginkan anaknya jadi nelayan, jarang seorang pekebun menginginkan anaknya
jadi pekebun, jarang seorang tukang bangunan menginginkan anaknya jadi tukang
bangunan, jarang seorang pedagang menginginkan anaknya jadi pedagang. Mereka
semua bekerja keras agar anaknya meningkat harkat hidupnya, dan mereka menyuruh
anaknya sekolah setinggi – tingginya. Kalaupun tidak sampai ke pendidikan
tinggi, paling tidak anaknya memiliki pendidikan yang lebih daripada orang
tuanya.
Sebagai akibatnya maka sang anak
harus mencari pekerjaan yang tidak sama dengan orang tuanya dan pekerjaan itu
ada di perkotaan.
Bagaimanapun juga sistem pendidikan ikut menentukan derasnya arus
urbanisasi. Bila kita lihat anatomi sekolah di kabupaten, maka SMA sederajat
pada umumnya berada di ibukota kecamatan. SMP ada yang bisa dijangkau dari desa
dalam jarak dekat, tapi tidak sedikit berjarak jauh dari desa. SD hampir bisa
dijangkau jarak dekat dari desa.
Bila arus urbanisasi ingin dihambat, atau bila perlu arusnya dibalik
menjadi ruralisasi maka harus dilakukan penyesuaian antara pendidikan dan
pekerjaan atau dengan kata lain pendidikan pedesaan harus berorientasi usaha
pedesaan. Dan ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin, malah sangat mungkin
untuk diwujudkan.
Harus dilakukan pendirian SMK berbasis pedesaan di seluruh kabupaten dan kecamatan.
Dan kejuruan yang dimaksud harus disesuaikan dengan potensi desa tersebut. Di
daerah perikanan didirikan SMK perikanan. Di daerah pertanian didirikan SMK
pertanian. Di daerah peternakan didirikan SMK peternakan. Di daerah pantai
didirikan SMK kelautan. Selain itu juga
bisa didirikan SMK tata boga, SMk tata busana. Agar mereka tidak berorientasi
mencari kerja tapi orientasi menciptakan lapangan kerja maka mereka harus
diberi mata pelajaran wirausaha, praktek, fasilitas dan akses permodalan. Dengan
cara seperti ini selain menciptakan lapangan kerja di pedesaan juga mendukung
program swasembada pangan.
Apakah akan berhenti pada pendidikan menengah saja ??? Jangan.
Lanjutkan dengan program pendidikan
tinggi berbasis pedesaan. Bagaimanapun juga pendidikan tinggi berbasis
pedesaan tidak akan berkembang apabila dilakukan di perkotaan. Fakultas
pertanian, fakultas peternakan, fakultas kehutanan, fakultas perikanan akan
lebih berkembang di pedesaan daripada perkotaan karena langsung berdekatan
dengan alamnya. Bisa saja pemerintah atau swasta mendirikan pendidikan tinggi
berbasis pedesaan tersebut di daerah, atau bisa juga fakultas berbasis pedesaan
yang sudah terlanjur berdiri mapan di perkotaan memulai secara bertahap
membangun kampus baru di daerah dan mewajibkan semester awal untuk kuliah di
daerah. Dan agar mereka tidak berorientasi mencari kerja tapi harus
berorientasi menciptakan lapangan kerja maka mereka harus diberi mata kuliah
wirausaha serta diberi kesempatan, fasilitas dan akses permodalan untuk menjadi
wirausaha berbasis pedesaan.
Dengan demikian maka pak tani akan bangga melihat anaknya menjadi
wirausahawan di bidang pertanian.
Dan generasi muda pedesaan tak perlu lagi berlomba – lomba menyerbu
perkotaan hanya untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Nusantara ini masih cukup luas untuk pengembangan pertanian, perkebunan, peternakan,
perikanan dan kelautan. Dan kejayaan agraris dan maritim bisa diraih kembali.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
15 september 2010.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar