Rabu, 13 November 2013

Bentuk Penyidik MK


Pasca operasi tangkap tangan AM oleh KPK dan operasi ini diduga terkait langsung dengan urusan pilkada, muncul beragam komentar tentang hubungan dan kewenangan MK dalam menanganai sengketa pilkada.

MK menjadi pilihan dalam penanganan sengketa pilkada, selain alasan yuridis, juga terkait dengan rendahnya kepercayaan kepada lembaga peradilan umum dalam penanganan sengketa pilkada. Sedangkan MK sebagai lembaga baru tentu masih steril dan belum banyak digempur oleh noda kepentingan. Maka jadilah MK sebagai lembaga yang menangani sengketa pilkada dengan segala macam hiruk pikuknya. Terlepas dari puas atau tidak namun bagaimanapun juga keputusan MK final mengikat dan tidak ada proses banding atau kasasi.

Sejak operasi tangkap tangan MK maka kesaktian MK dalam menangani sengketa pilkada kembali dipertanyakan. Berbagai macam isu dan tuduhan miring terlontar dari berbagai pihak. Harus diakui bahwa sejak MK menangani sengketa pilkada maka mayoritas pekerjaan MK adalah mengurusi sengketa pilkada. MK menjadi sedemikian sibuk. Dan kesibukan ini justru saya menilai telah menghilangkan kesakralan MK sebagai sebuah lembaga tinggi negara. Maka dari itu belenggu sengketa pilkada harus dilepaskan dari MK. Ada pendapat yang mengusulkan agar sengketa pilkada dikembalikan saja kepada peradilan umum. Tentu pengadilan umum akan menangani sengketa pilkada sesuai wilayah dan daerahnya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sengketa pilkada diserahkan saja pada PTUN dengan catatan apabila ditemukan unsur pidana maka urusan unsur pidana diserahkan kepada pengadilan umum. Hal ini disamping tidak efisien juga merepotkan dari segi waktu. Ada pendapat yang mengatakan agar KPU membentuk Badan Arbitrase Sengketa Pilkada. Namun usulan ini mentah akibat kelembagaan KPU yang berada di bawah eksekutif rentan terhadap kepentingan penguasa eksekutif.


Berbagai macam pendapat di atas lengkap dengan segala unsur positif negatifnya. Dan muncul pendapat lain yang menyatakan bahwa sengketa pilkada tetap saja ditangani oleh MK.

Semula saya lebih setuju agar sengketa pilkada jangan lagi ditangani oleh MK karena secara suasana kebatinan saat ini sengketa pilkada di tangan MK sudah terasa hambar. Namun kalau dipikir-pikir lagi bila sengketa pilkada diserahkan pada peradilan umum, peradilan tata usaha negara atau bentuk badan baru di bawah KPU apakah keadaan akan semakin baiki, apakah sudah dipikirkan matang-matang ? Ataukah ini hanya sekedar emosi sesaat atas MK yang lagi tersandung masalah ?

Di antara berbagai macam pilihan tersebut, setelah dipikirkan matang-matang, pilihan masih tetap kepada MK, dengan berbagai perbaikan di sana sini, terutama kepada perkuatan SDM penyidikan. Saya sendiri tidak tahu apakah MK dilengkapi dengan SDM penyidikan. SDM penyidikan terkesan menyerupai peradilan umum atau KPK namun saya melihat keberadaan SDM penyidikan di MK perlu dalam penanganan kasus sengketa pilkada karena pada umumnya sengketa pilkada berkaitan dengan tuduhan perbuatan pidana seperti penggelembungan suara atau TPS, pilitik uang, suara fiktif, pengerahan pejabat pemda untuk menggalang suara dan tindakan curang lainnya. Tindakan-tindakan ini takkan bisa diurai dengan pemikiran cemerlang para hakim konstitusi di persidangan saja tapi hanya bisa diurai oleh keterampilan penyidikan yang berujung pada pembuktian tuduhan benar atau salah.

Segera bentuk penyidik MK untuk perkuatan MK dalam penanganan sengketa pilkada.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

13 november 2013.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar