Jumat, 24 Januari 2014

Rencana Subsidi Tetap BBM



BBM dan kenderaan adalah dua hal yang bisa dipisahkan. Laju pertambahan jumlah kenderaan akan linear dengan laju kebutuhan BBM. Meningkatnya taraf hidup masyarakat akan membawa konsekuensi pemenuhan kebutuhan akan kenderaan baik kenderaan roda dua maupun kenderaan roda empat. Kenderaan di samping berfungsi sebagai kebutuhan primer juga berfungsi rekreatif. Jalan-jalan sore atau berdarmawisata akan lebih santai bila memakai kenderaan sendiri. Apalagi di zaman serba cicilan sekarang ini dengan banyaknya jasa dan bisnis penopang cicilan barang menyebabkan semakin berkembangnya bisnis kenderaan. Di tambah dengan timpangnya pembangunan antara kota dan desa serta antar kota itu sendiri menjadikan pertumbuhan jumlah kenderaan di samping menjadi penyebab kemacetan jalan juga menjadikan tingginya kebutuhan konsumsi BBM kenderaan yang membawa konsekuensi tingginya subsidi untuk BBM.

Subsidi BBM membuat pusing pemerintah. Solusi yang dipikirkan dan ditawarkan selalu saja solusi pemindahan beban dari pundak pemerintah ke pundak rakyat. Seharusnya solusinya adalah dengan membenahi manajemen transportasi dan memperbanyak jumlah transportasi massal.

Salah satu rencana solusi yang akan diambil untuk mengurangi beban APBN untuk subsidi BBM adalah akan membuat pola subsidi tetap BBM. Akan terjadi perubahan pola subsidi dari semula harga dipatok tetap dengan subsidi naik turun mengikuti harga pasar dunia menjadi kebalikannya yaitu subsidi dipatok tetap dengan harga jual naik turun. Misalnya dipatok subsidi tetap seribu atau dua ribu rupiah perliter sedangkan harga jual akan naik turun mengikuti harga pasar dunia.


Kembali pemerintah memberi solusi yang terlalu matematis dan tidak memikirkan dampak sosial yang akan terjadi. BBM masih menjadi salah satu poin penting dalam komponen produksi barang dan jasa sektor riel. Stabilitas harga BBM akan ikut menentukan stabilitas harga di pasaran. Bila rencana subsidi tetap BBM jadi dijalankan maka akan mengakibatkan biaya produksi yang memakai BBM akan naik turun tidak stabil. Bisa saja pada waktu proses produksi barang harga BBM naik dan ketika akan menjual barang ternyata harga BBM turun sehingga proses perdagangan akan membawa kerugian. Sebagai pengusaha tentu tidak mau rugi. Barang produksi yang sudah terlanjur diproduksi dengan biaya tinggi akan disimpan di gudang menunggu harga BBM naik agar bisnis bisa untung. Kondisi ini akan membuat barang langka di pasaran. Demikian juga sebaliknya bila pada waktu proses produksi harga BBM turun tapi pada waktu akan dipasarkan ternyata harga BBM naik maka pengusaha tersebut akan untung besar. Di sektor transportasi publik juga akan terjadi kekacauan di mana ongkos transportasi juga akan naik turun. Ketidakpastian ongkos transportasi ini bisa menciptakan konflik di lapangan antara penumpang dan supir. Di SPBU juga akan terjadi kelangkaan BBM pada waktu pengusaha SPBU akan menjual rugi, tentu mereka tak mau rugi dan akan memilih menimbun BBM sampai harga naik kembali. Dan masih banyak lagi kemungkinan kekacauan perdagangan barang di masyarakat.

Di sisi pemerintah sendiri sebenarnya akan banyak dirugikan terutama pada tender dan kontrak pengadaan barang/jasa. Bisa dibayangkan bila ketika proses tender harga masih wajar namun pasca tender dan pada pelaksanaan kontrak harga barang mendadak naik maka pelaksana kontrak akan rugi atau akan memutus kontrak akibat tidak sanggup menanggung kerugian. Dan sebaliknya bila pada waktu proses tender harga naik dan pasca tender dan pelaksanaan kontrak harga turun maka pihak pelaksana kontrak akan dituduh mark up harga dan akan berurusan dengan pihak penegak hukum, bahkan dengan KPK.

Pengalaman tentang kenaikan harga elpiji yang semula terlalu matematis ekonomis yang akhirnya harus mengalami revisi akibat tekanan sosial seharusnya menjadi pelajaran berharga terhadap pemerintah dalam merumuskan kebijakan harga yang akan dibebankan ke rakyat. Pertimbangan sosial harus berada di atas pertimbangan matematis ekonomis.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

24 januari 2014

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar