Kamis, 30 Januari 2014

Paradigma Pemeliharaan Konstruksi



Memelihara jauh lebih sulit daripada membangun. Ini bukan sekedar kata-kata. Ini terjadi di berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia jasa konstruksi.

Bila kita lihat postur APBN dan APBD pada pos belanja pembangunan terlihat sektor infrastruktur merupakan prioritas dan memiliki anggaran terbesar. Walaupun pendidikan, kesehatan dan pertanian merupakan prioritas pembangunan namun di dalamnya masih didominasi infrastruktur baik itu infrastruktur pendidikan, infrastruktur kesehatan dan infrastruktur pertanian.

Besarnya biaya infrastruktur selain memang sudah kebutuhan, juga disebabkan terabaikannya pemeliharaan infrastruktur sehingga kerusakan ringan terus menerus terabaikan sehingga kerusakan ringan tersebut meningkat menjadi kerusakan berat.

Kapan kita merasa sangat membutuhkan pemeliharaan konstruksi ?

Tunggu saja turun hujan lebat di malam hari kemudian berkeliling berkendara baik di perkotaan maupun ke desa terdekat. Akan lebih baik bila lampu jalannya tidak ada.


Hal pertama yang akan menjadi keluh kesah dan sumber kemarahan adalah jalan berlobang baik lobang kecil maupun lobang besar. Ketika hujan lebat turun di kegelapan malam hari maka air hujan akan menggenang di jalan dan menutup lubang jalan sehingga sulit membedakan mana jalan datar dan mana jalan berlubang. Ketika roda kenderaan melewati lubang jalan maka hampir bisa dipastikan supir akan menggerutu dan mengumpat pemerintah : “bagaimana ini pemerintah ngurusin jalan saja tak becus”. Konstruksi walaupun bersifat sosial karena digunakan oleh semua lapisan masyarakat namun dalam proses pembangunannya dipengaruhi oleh aspek bisnis. Dan peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah bentuk pekerjaan rehab ringan konstruksi dilaksanakan secara swakelola karena dianggap pekerjaan sederhana dan kurang diminati oleh para pengusaha jasa konstruksi walaupun pada kenyataannya dalam zaman hidup sulit seperti ini sudah tidak ada lagi pekerjaan yang tidak diminati oleh para pengusaha. Dengan perbandingan volume yang sama maka pekerjaan melapis jalan secara keseluruhan jauh lebih mudah dan jauh lebih cepat daripada pekerjaan menutup lubang jalan, apalagi pekerjaan menutup lubang jalan memiliki volume yang menyebar di banyak tempat. Oleh karena itu maka selain parameter volume sendiri maka pekerjaan menutup lubang jalan juga harus mempertimbangkan volume perlokasi lubang jalan. Juga hal yang harus dipertimbangkan adalah menutup lubang jalan tetap wajib menggunakan alat berat/mesin gilas ukuran kecil dan bukan hanya dipukul-pukul saja sehingga permukaannya tidak rata dan tidak padat. Bila dilakukan dengan benar maka menutup lubang jalan akan menghasilkan kedataran yang sama dengan keadaaan sebelumnya. Dan yang tak kalah pentingnya adalah menutup lubang jalan harus dilakukan ketika kerusakan masih bersifat ringan dan tidak menunggu rusak berat baru diperbaiki.

Hal kedua adalah ketika hujan lebatseringkali kenderaan sulit untuk diposisikan pada lajur jalan yang benar sehingga ketika kenderaan saling berpapasan pada arah yang berlawanan kenderaan sering terperosok di bahu jalan. Hal ini akibat dari tidak adanya garis tengah jalan dan garis pinggir jalan. Kalaupun ada warnanya sudah menipis dan pudar sehingga tenggelam dalam genangan air hujan. Garis tengah jalan dan garis pinggir jalan ini sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kecelakaan berlalu lintas terutama di kala malam gelap dan hujan deras. Toh membuat garis tengah jalan dan garis pinggir jalan tidak membutuhkan biaya yang besar.

Masalah kertiga adalah bahu jalan. Akibat seringnya dilakukan pelapisan jalan berkali-kali maka badan jalan menjadi jauh lebih tinggi dari bahu jalan. Atau pada kasus lain akibat jarangnya dilakukan pembabatan rumput di bahu jalan mengakibatkan ketinggian bahu jalan semakin bertambah dan menjadi lebih tinggi dari badan jalan sehingga ketika terjadi hujan air bukannya mengalir dari badan jalan menuju bahu jalan tapi mengalir dari bahu jalan menuju badan jalan. Akibatnya muncul arus air di badan jalan dan arus air ini akan merusak jalan searah aliran air. Selain itu bahu jalan juga berfungsi sebagai tempat parkir kenderaan. Bila ketinggian bahu jalan dan badan jalan terlalu jauh maka kenderaan tidak mau parkir di bahu jalan sehingga mereka parkir saja di badan jalan dan tentu ini akan mengganggu kelancaran berlalu lintas. Oleh karena itu perbedaan ketinggian antara bahu jalan dan badan jalan harus dijaga sedemkikian rupa.

Masalah keempat adalah jalan tanpa paret menyebabkan genangan air di waktu hari hujan di jalan. Air hujan akan mengalir di sepanjang jalan baik itu di bahu jalan maupun di badan jalan. Ini akan menyebabkan bahu jalan bentuknya menjadi bergelombang dan badan jalan menjadi cepat rusak dan seringkali yang menjadi kambing hitam adalah pimpro dituduh korupsi. Bila ada paret jalan maka air hanya akan sebentar singgah di badan jalan dan bahu jalan dan akan segera masuk ke paret jalan.

Masih banyak hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pemeliharaan jalan namun keempat hal di atas merupakan prioritas walaupun sebenarnya merupakan hal-hal yang sangat sederhana dan simple untuk dilaksanakan.

Setiap bentuk konstruksi memiliki model pemeliharaan yang berbeda. Hal di atas hanya contoh kecil dari betuk pemeliharaan konstruksi jalan. Sedangkan konstruksi secara keseluruhan meliputi aspek sipil, arsitektur, tata lingkungan, mekanikal dan elektrikal. Pemeliharaan konstruksi juga akan meliputi kelima hal tersebut. Banjir Jakarta salah satu sebabnya adalah kurangnya kesadaran akan paradigma pemeliharaan konstruksi. Sungai, drainase, kanal dan waduk sebagai konstruksi sipil pengairan di mana salah satu bentuk pemeliharaannya adalah pengerukan sedimentasi dan sampah sehingga ketika terjadi hujan maka air tidak mengalir sebagaimana mestinya sehingga terjadi genangan dan bila genangan melingkupi wilayah yang luas akan dinamai banjir. Garis sempadan sungai dan daerah aliran sungai sebagai bentuk tata lingkungan yang terabaikan menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.

Impor bahan pangan yang demikian besar dan rendahnya produksi pertanian dalam negeri salah satunya disebabkan kuantitas dan kualitas konstruksi pendukung pertanian berupa saluran air yang sangat minim. Banyak lahan pertanian gagal panen akibat kekurangan air atau kelebihan air akibat banjir. Bila produk pertanian kita bisa bersaing terutama di era WTO maka sektor konstruksi pengairan harus maksimal dibangun dan dipelihara.

Rendahnya kemampuan pasokan listrik selain rendahnya produksi pembangkit listrik juga tidak maksimalnya produksi dan lebih rendah dari kapasitas produksi yang seharusnya salah satu sebabnya karena kurangnya pemeliharaan elektrikal dan mekanikal pada pembangkit listrik.

Terabaikannya paradigma pemeliharaan konstruksi di samping menimbulkan kerugian yang besar juga menyebabkan bertambah besarnya biaya perbaikan konstruksi padahal biaya besar ini bisa dicegah sejak awal apabila kesadaran pemeliharaan konstruksi dimiliki sejak dini. Paradigma pemeliharaan konstruksi akan saling mendukung secara linear dengan program penghematan anggaran dan pemerataan pembangunan.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

30 januari 2014.

***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar