Ospek kembali menelan korban jiwa.
Mahasiswa salah satu perguruan tinggi teknik di Jawa Timur meninggal pada waktu
mengikuti kegiatan ospek di luar kampus pada oktober 2013. Pertiwi berduka.
Kekerasan di kampus dengan mengatasnamakan
ospek atau pembinaan telah banyak menelan korban jiwa. Namun tradisi kekerasan
seolah tak terbendung.
Apa itu ospek ? Apa bedanya
dengan plonco jaman Belanda dulu ?
Ospek adalah singkatan dari
orientasi studi dan pengenalan kampus. Ospek adalah pengganti dari plonco.
Ospek dari namanya seharusnya bermuatan pengenalan studi dan kampus. Atau lebih
singkat lagi pengenalan kampus. Sederhana namun memiliki makna yang dalam.
Makna yang dalam ini difahami secara berbeda-beda dan secara multitafsir oleh
masing-masing pengelola ospek. Pemahaman ini berbeda-beda mulai dari pemahaman
paling sederhana sampai pemahaman yang paling ekstrim. Pemahaman sederhana
menempatkan ospek hanya sekedar pengenalan kampus secara biasa saja. Pemahaman
yang ekstrim menempatkan ospek sebagai sesuatu yang luar biasa dan sakral.
Sakralitas ini menempatkan ospek sebagai kawah candradimuka dan proses
transformasi dari status siswa kepada mahasiswa.
Saya adalah salah satu dari
mantan mahasiswa yang tidak percaya kepada sakralitas ospek. Saya sendiri tidak
ikut ospek tingkat kampus. Saya hanya ikut ospek tingkat jurusan. Ketidakpercayaan
saya muncul dari hal yang paling sederhana yaitu tidak adanya unsur demokrasi
pada ospek dan cenderung bersifat tiranis. Apalagi proses ospek pada umumnya
tidak terpola dan hanya berjalan secara tradisi serta didominasi oleh unsur
fisik dan bentak-bentak yang sering diasosiasikan sebagai balas dendam dari
senior ke junior. Ospek cenderung minim pembinaan non mental. Apalagi ketika
pengelola ospek tidak punya antisipasi kondisi terburuk yang akan dialami oleh
peserta ospek seperti sakit dan tidak ada antisipasi yang bersifat medis
sehingga berujung kepada korban jiwa maka berkaca dari sini lengkaplah sudah
ketidakpercayaan kepada sakralitas ospek. Bagaimana mungkin bisa percaya pada
sakralitas ospek di mana unsur HAM yang paling dasar yaitu hak untuk hidup
tidak terjaga sama sekali ?
Saya menyadari bahwa mahasiswa
baru yang baru lulus dari sekolah harus memiliki sifat dan watak yang berbeda
setelah menduduki bangku perguruan tinggi. Mahasiswa dalam sejarahnya telah
membuktikan diri sebagai agen perubahan. Proses transformasi ini sangat
bersifat mulia dan memiliki misi yang berat. Dan ini tidak bisa dibebankan
hanya pada ospek belaka. Ospek hanyalah sebuah pintu masuk dunia baru. Beban
berat ospek harus diakhiri. Ospek harus ditempatkan pada tempatnya. Sebagian
besar beban berat ospek harus dicover oleh aktifitas organisasi kemahasiswaan.
Ospek dengan segala sakralitasnya
hanyalah sebuah kegiatan mubazir bila outputnya hanya sekedar rutinitas belaka.
Ospek akan mubazir bila pasca ospek ternyata hanya sedikit yang berminat
menjadi aktifitas kemahasiswaan.
Reorientasi ospek sudah mutlak
dilakukan. Ospek harus terukur, sistematis, terawasi dengan baik dan punya
langkah antisipatif terhadap kondisi terburuk yang akan terjadi.
Salam ospek.
Rahmad Daulay
7 januari 2014.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar