Sebagai salah satu penerapan dari
otonomi daerah yang didasari oleh UU otonomi Daerah maka selain pembentukan
struktur pemerintahan daerah baik itu pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten
maupun pemerintah kota maka direncanakan akan juga dibentuk struktur pemerintah
desa dalam struktur ketatanegaraan nasional. Dan ini bencana.
Bila kita lihat dan evaluasi
penerapan otonomi daerah terutama di bidang pemerintahan daerah maka sudah kita
lihat bahwa sebagian besar pemerintahan daerah tidak siap dalam menjalankan
amanah ototnomi daerah. Indikator utamanya adalah pada pelaksanaan pemilihan
kepala daerah yang penuh dengan intrik politik dan sebagian besar berujung pada
gugatan ke MK dan ratusan kepala daerah sudah menjadi pasien KPK. Belum lagi
bila dilihat penerapan pemerintahan secara teknis seperti mutasi pejabat
daerah, pengelolaan keuangan, manajemen aset, tender dan pembelanjaan
barang/jasa serta kualitas infrastrukrtur semuanya dipertanyakan
efektifitasnya.
Di tengah kesemrawutan penerapan
pemerintahan daerah muncul niatan pembentukan pemerintahan desa. Sudahlah,
hentikan saja proses pembangkrutan bangsa secara sistematis ini. Di tingkat
kabupaten./kota saja sudah tak beres, konon lagi di tingkatan desa. Kementrian
Dalam Negeri dan Kementrian PAN harus mengevaluasi secara objektif kesiapan
desa dalam berbagai bentuknya, baik itu kesiapan SDM yang sebagian besar
tingkat pendidikannya hanya tamat SD, sedangkan SDM terdidiknya lebih memilih
meninggalkan desanya untuk menempuh pendidikan dan mengadu nasib ke perantauan.
Kesiapan infrastruktur juga sangat dipertanyakan baik itu sarana prasarana
gedung kantor maupun sarana prasarana lainnya. Belum lagi perpolitikan pada
pilkades akan membuat harmoni dan ketenangan pedesaan menjadi terganggu yang
pada akhirnya akan menghancurkan produktifitas pedesaan yang pada umumnya
bersifat agraris dan maritim. Contoh kecil nya adalah keberadaan sekretaris
desa yang diangkat menjadi PNS pada umumnya justru mencoba untuk pindah kerja
ke kabupaten dan meninggalkan tugas sekretaris desanya dikarenakan tidak
mendukungnya SDM dan sarana prasarana pedesaan.
Memang secara ideal desa harus
ditata dan diatur dalam sebuah pemerintahan desa namun bila dilakukan hanya
dalam dalam tataran teori dan peraturan tanpa mempertimbangkan kondisi sosial
serta logika penerapan secara lapangan maka besar kemungkinan pemerintahan desa
akan bernasib seperti pemerintahan daerah atau jangan-jangan kondisinya jauh
lebih parah. Dan bisa jadi korupsi akan juga menjangkiti pemerintahan desa.
Oleh karena itu, penataan
ketatanegaraan harus dikembalikan kepada prinsip dasar bernegara dan tujuan
kemerdekaan yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Dalam mencapai tujuan tersebut maka
perlu disusun prioritas mana yang harus didahulukan dan mana yang harus
dibelakangkan dan ditunda. Pembenahan manajemen pertanian, peternakan,
perikanan, perkebunan dan kelautan justru jauh lebih penting dalam menuju
swasembada pangan daripada memberikan pemerintahan desa kepada rakyat.
Pembenahan infrastruktur pedesaan seperti jalan umum, jalan lingkungan, jembatan,
sarsana pengairan persawahan, gedung sekolah, gedung puskesmas, air minum dan
lainnya tentu jauh lebih penting daripada memberikan pemerintahan desa kepada
rakyat.
Bila semua itu telah terjamin
dengan baik, swasembada pangan telah terwujud, pendidikan dan kesehatan rakyat
sudah terjamin dan penghidupan rakyat sudah terjamin maka barulah setelah itu
kita coba berpikir untuk memberikan pemerintahan desa kepada rakyat.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
18 oktober 2013.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar