Jumat, 18 Oktober 2013

Tunda Pemerintahan Desa


Sebagai salah satu penerapan dari otonomi daerah yang didasari oleh UU otonomi Daerah maka selain pembentukan struktur pemerintahan daerah baik itu pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten maupun pemerintah kota maka direncanakan akan juga dibentuk struktur pemerintah desa dalam struktur ketatanegaraan nasional. Dan ini bencana.

Bila kita lihat dan evaluasi penerapan otonomi daerah terutama di bidang pemerintahan daerah maka sudah kita lihat bahwa sebagian besar pemerintahan daerah tidak siap dalam menjalankan amanah ototnomi daerah. Indikator utamanya adalah pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang penuh dengan intrik politik dan sebagian besar berujung pada gugatan ke MK dan ratusan kepala daerah sudah menjadi pasien KPK. Belum lagi bila dilihat penerapan pemerintahan secara teknis seperti mutasi pejabat daerah, pengelolaan keuangan, manajemen aset, tender dan pembelanjaan barang/jasa serta kualitas infrastrukrtur semuanya dipertanyakan efektifitasnya.

Di tengah kesemrawutan penerapan pemerintahan daerah muncul niatan pembentukan pemerintahan desa. Sudahlah, hentikan saja proses pembangkrutan bangsa secara sistematis ini. Di tingkat kabupaten./kota saja sudah tak beres, konon lagi di tingkatan desa. Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian PAN harus mengevaluasi secara objektif kesiapan desa dalam berbagai bentuknya, baik itu kesiapan SDM yang sebagian besar tingkat pendidikannya hanya tamat SD, sedangkan SDM terdidiknya lebih memilih meninggalkan desanya untuk menempuh pendidikan dan mengadu nasib ke perantauan. Kesiapan infrastruktur juga sangat dipertanyakan baik itu sarana prasarana gedung kantor maupun sarana prasarana lainnya. Belum lagi perpolitikan pada pilkades akan membuat harmoni dan ketenangan pedesaan menjadi terganggu yang pada akhirnya akan menghancurkan produktifitas pedesaan yang pada umumnya bersifat agraris dan maritim. Contoh kecil nya adalah keberadaan sekretaris desa yang diangkat menjadi PNS pada umumnya justru mencoba untuk pindah kerja ke kabupaten dan meninggalkan tugas sekretaris desanya dikarenakan tidak mendukungnya SDM dan sarana prasarana pedesaan.


Memang secara ideal desa harus ditata dan diatur dalam sebuah pemerintahan desa namun bila dilakukan hanya dalam dalam tataran teori dan peraturan tanpa mempertimbangkan kondisi sosial serta logika penerapan secara lapangan maka besar kemungkinan pemerintahan desa akan bernasib seperti pemerintahan daerah atau jangan-jangan kondisinya jauh lebih parah. Dan bisa jadi korupsi akan juga menjangkiti pemerintahan desa.

Oleh karena itu, penataan ketatanegaraan harus dikembalikan kepada prinsip dasar bernegara dan tujuan kemerdekaan yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Dalam mencapai tujuan tersebut maka perlu disusun prioritas mana yang harus didahulukan dan mana yang harus dibelakangkan dan ditunda. Pembenahan manajemen pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kelautan justru jauh lebih penting dalam menuju swasembada pangan daripada memberikan pemerintahan desa kepada rakyat. Pembenahan infrastruktur pedesaan seperti jalan umum, jalan lingkungan, jembatan, sarsana pengairan persawahan, gedung sekolah, gedung puskesmas, air minum dan lainnya tentu jauh lebih penting daripada memberikan pemerintahan desa kepada rakyat.

Bila semua itu telah terjamin dengan baik, swasembada pangan telah terwujud, pendidikan dan kesehatan rakyat sudah terjamin dan penghidupan rakyat sudah terjamin maka barulah setelah itu kita coba berpikir untuk memberikan pemerintahan desa kepada rakyat.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

18 oktober 2013.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar