Sulit sekali berpikir dan menganalisa secara teknis administratif terhadap
persoalan yang didominasi masalah politis dan seluruh unsur yang menyertainya.
Pakta integritas yang dicetuskan oleh Ketua Majelis Tinggi PD adalah salah
satu produk dari sebuah kegelisahan terhadap partai yang didirikannya. Adalah
sebuah resiko politik ketika partai yang didirikan sendiri diisi dengan
landasan AD/ART yg memuat tentang kekuasaan organisasi diserahkan kepada suara
demokratis organisasi. Power kharismatik mengalami fluktuasi naik turun seirama
dengan perkembangan sosial yang berubah dan berdinamika secara cepat.
Biasanya power kharismatik akan berbenturan dengan dinamika kaderisasi
partai. Pada zaman politik aliran dulu, partai akan memiliki organisasi
underbow yang mapan yang menjadi penopang kaderisasinya. Partai politik aliran
akan memiliki ormas, OKP, organisasi mahasiswa, organisasi pelajar, dan
organisasi profesi seperti buruh dll. Power karismatik ini pelan-pelan akan berpindah
dari satu figur ke figur yang lain sejalan dengan dinamika kaderisasi. Akan
menjadi masalah bila partai seperti yang didirikan di zaman reformasi amburadul
ini tidak memiliki organisasi underbow yang mapan. Yang konsekuensinya partai
yang diisi oleh banyak figur membawa gerbong organisasi asalnya tempat menempa
kualitas keorganisasiannya. Maka akan terlihat pada sebuah partai akan
didominasi oleh unsur organisasi tertentu terutama organisasi kemahasiswaan.
Ini konsekuensi dari sebuah partai tanpa underbow yang mapan. Bila sebuah
partai mencoba menegasikan dominasi dari sebuah unsur organisasi tertentu dalam
dirinya maka akan terjadi reaksi masal yang justru akan melemahkan kaderisasi
kepartaian. Di sini power kharismatik harus menyadari bahwa kaderisasi mutlak
diperlukan termasuk kaderisasi power kharismatik itu sendiri. Power kharismatik
yang tidak dikaderisasi akan membuat kekacauan pasca suksesi yang menegasikan
power kharismatik membuat soliditas partai mencoba membentuk keseimbangan baru
yang kadang menghabiskan energi dan waktu yang tidak sedikit.
Terkadang kaderisasi berjalan dinamis, bukan hanya dari segi personal tapi
dari segi gaya kepemimpinan termasuk visi misi personal. Dan hal ini tak jarang
menimbukan gesekan dalam berbagai bentuknya. Manajemen konflik seharusnya
berperan di mana pluralitas pemikiran akan selalu memiliki titik temu.
Pluralitas pemikiran yang bila dikelola dengan baik justru akan menjadi
penopang kejayaan partai.
Pakta integritas sebagai instrumen Ketua Majelis Tinggi PD dalam meneguhkan
kembali power kharismatik yang dimilikinya seharusnya bisa memiliki peran ganda.
Peran sebagai instrumen Ketua Majelis Tinggi dan peran sebagai instrumen popularitas
yang apabila diterjemahkan secara teknis administratif di lapangan serta
apabila berhasil menyesuaikan diri dengan isi hati rakyat sebagai pihak penentu
kemenangan politik akan menghasilkan power sosial yang besar.
Saya tertarik dengan isi pakta integritas yang terakhir yang intinya pejabat
eksekutif dan legislatif tidak akan melakukan penyimpangan terhadap APBN/APBD.
Salah satu bentuk penyimpangan dalam APBN/APBD adalah dalam bentuk
pengadaan barang/jasa yang prosesnya mulai dari perencanaan anggaran,
pengesahan anggaran, penyusunan personel pengelola anggaran dan panitia lelang,
tender, pelaksanan kontrak, pembayaran kontrak, evaluasi dan audit intern. Dan
kalau bernasib sial akan diadukan pihak tertentu ke penegak hukum. Dari semua
tahapan ini yang paling strategis untuk munculnya penyimpangan adalah pada
tahapan tender. Modus simbiosis dalam berbagai bentuknya dalam penyimpangan
tender proyek ini akan sangat terbuka lebar bila tender dilaksanakan secara
manual. Sangat mudah prosesnya.
Setelah LKPP melahirkan tender online yang dikenal dengan LPSE (layanan
pengadaan secara elektronik) maka semua modus simbiosis pada tender manual
hilang dengan sendirinya mengingat sifat elektronik yang dimilikinya membuat
semua praktek penyimpangan yang terjadi tidak bisa diterapkan. Sesuai dengan
Peraturan Presiden No 70 tahun 2012 sebagai perubahan atas Peraturan Presiden
nomor 54 tahun 2010 pada salah satu pasalnya menyatakan LPSE wajib diterapkan
untuk sebagian proyek paling lambat tahun 2012. Yang diterjemahkan lebih lanjut
melaui Inpres no 17 tahun 2011 yang salah satu isinya mewajibkan kepada kementrian
dan lembaga menerapkan tender online terhadap 75 % belanja dan mewajibkan
kepada pemda untuk menerapkan tender online terhadap 40 % belanjanya untuk
tahun 2012. Sayang sekali belum ada evaluasi dan monitoring sejauh mana
kepatuhan kementrian dan pemda terhadap hal ini. Kemudian muncul Inpres no 1
tahun 2013 yang isinya ternyata bersifat sangat umum, sementara banyak pihak
berharap Inpres no 1 tahun 2013 merupakan penajaman terhadap Inpres no 17 tahun
2011. Banya pihak berharap Inpres no 1 tahun 2013 akan memuat salah satu isinya
berupa kewajiban tender online terhadap 100 % atau seluruh tender barang/jasa
kementrian dan pemda untuk tahun 2013. Apalagi setelah penerbitan Perpres no 70
tahun 2012 membuat proyek bernilai 200 juta ke bawah sudah bukan proyek tender
lagi tapi bersifat pengadaan langsung tanpa tender.
Antara pakta integritas poin 10 dan tender online seharusnya dikawinkan.
Kalau perkawinan ini terjadi maka penyimpangan APBN/APBD oleh banyak pihak
banyak dipraktekkan pada proses tender manual barang/jasa akan bisa dicegah. Toh
penyimpangan pada tender manual bukan monopoli oknum partai tapi juga
melibatkan oknum pengusaha dan oknum birokrat nakal.
Pakta integritas poin 10 harus dibumikan dengan menerbitkan Inpres tentang
kewajiban 100 % tender online terhadap pengadaan barang/jasa kementrian,
lembaga dan pemerintah daerah.
Apakah ini juga akan berpengaruh terhadap elektabilitas ? Patut dicoba dan
disurvei.
Salam. Rahmad Daulay
- * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar