Jumat, 08 Februari 2013

BLT Kontra Politik Uang



Pasca terjadinya skandal kuota daging impor, semakin meneguhkan bahwa 2013 merupakan tahun politik sekaligus tahun korupsi politik.

Satu hal yang menggelisahkan adalah dimana orang-orang baik di politik sudah ikut-ikutan memahami bahwa pesta politik 2014 bila tanpa melibatkan uang banyak hanya akan menempatkan diri menjadi pecundang politik. Kenyataan menunjukkan bahwa pesta pemilu dan pemilukada sudah menempatkan uang sebagai parameter paling utama untuk menjadi pemenang. Persentase kemenangan nurani hampir mendekati nol persen. Bahkan untuk menempati posisi penting dalam rangka mencapai tujuan idealis justru harus menempuh jalan hitam. Semua kajian politik menempatkan uang sebagai daya tarik utama untuk memenangkan pertarungan politik, terutama politik 2014. Dalam kerangka inilah skandal kuota impor daging menjadi sebuah puncak gunung es di mana politik uang sebagai sesuatu yang “benci tapi rindu”.

Bila memang ada yang harus disalahkan, siapakah yang harus disalahkan ? Sistemkah ? Politisikah ? Birokrasikah ? Pengusahakah ? Atau rakyat ?


Saya sendiri walau tidak sanggup untuk menyalahkan rakyat, namun sudah mulai mempertanyakan komitmen dari rakyat itu sendiri yang membiarkan dan hanya menonton orang-orang baik yang secara sadar dan terpaksa harus menceburkan diri ke dalam hitamnya politik uang. Jargon bahwa “ambil uangnya, pilihan tetap sesuai hati nurani” hampir tidak terealisasi di lapangan. Banyak SDM berkualitas ternyata harus gigit jari baik itu pada pemilu maupun pemilukada.

Namun, ada sebuah pemikiran nyeleneh, di mana bahwa politik uang akankah bisa dikalahkan dengan politik uang juga tapi dengan cara yang sah dan legal. Bahwa pemilih hanya peduli pada uang dan tak peduli pada figur.

Bagaimana kalau politik uang didanai saja oleh negara melalui APBN ?

Dengan asumsi bahwa jumlah pemilih sekitar 180 juta jiwa, dengan asumsi politik uang oleh negara untuk rakyat pemilih sebesar Rp. 300 ribu perorang dengan kewajiban pemilih harus memilih dengan hati nurani dan memilih yang terbaik, dan tidak memilih politisi busuk dan hitam. Statusnya bisa sebagai Bantuan Langsung Tunai Kontra Politik Uang yang dibagikan persis pada saat pencoblosan berlangsung. Maka akan menghabiskan dana sekitar 54 trilyun. Pemilih dipersilahkan mengambil saja semua tawaran uang dari mana saja berasal dan Rp. 300 ribu dari negara merupakan kontra politik terhadap politik uang.

Bantuan Langsung Tunai Kontra Politik Uang bisa menjadi alternatif yang mudah-mudahan merupakan cara untuk menggolkan semua orang baik di negeri ini untuk terpilih duduk sebagai wakil rakyat di semua tingkatan maupun untuk menjadi presiden. Sedangkan untuk pemilukada wajib dibiayai dari APBD untuk menjadi kontra perhadap politik uang pemilukada.

Perlu pengkajian mendalam terhadap hal ini.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

·           *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar