Jumat, 02 Mei 2014

Pembebasan Lahan Untuk Kepentingan Umum



Beberapa proyek besar untuk kepentingan umum seperti jalan tol trans Jawa dan Kanal Banjir Barat Jakarta terkendala dan tidak bisa dilanjutkan karena masalah pembebasan lahan.

Dalam melakukan sebuah perencanaan pembangunan baik jangka menengah maupun jangka panjang seringkali tidak matang dalam mengkaitkan antara lokasi sebuah proyek dengan kondisi dan kepadatan penduduk di lokasi rencana proyek. Setelah melewati proyek pendahuluan seperti studi kelayakan dan perencanaan ternyata kondisi penduduk sudah berubah. Kawasan yang dulunya masih sepi penduduk ternyata sekarang sudah padat penduduk. Studi kelayakan sering tidak membahas kelayakan pembebasan lahan. Demikian juga perencanaan juga tidak membahas perencanaan pembebasan lahan. Maka ketika proyek akan dilaksanakan maka terjadi sengketa pembebasan lahan akibat harga ataupun kesediaan untuk dibebaskan lahannya.

Saat ini payung hukum untuk pembebasan lahan untuk kepentingan umum adalah Peraturan Presiden nomor 71 tahun 2012 yang mengatur penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Namun saya menilai peraturan ini masih terlalu prosedural dan khas birokrasi serta belum mengakomodir kondisi sosiologis dan dinamika bisnis tanah.


Harga tanah sangat sensitif terhadap perkembangan infrastruktur. Sebidang tanah sebelum dan sesudah dilewati jalur jaringan listrik maka harganya akan melambung tinggi. Sebidang tanah sebelum dan sesudah dilalui jalan aspal maka harganya akan melambung tinggi. Sebidang tanah sebelum dan sesudah dilalui jaringan drainase maka harganya akan melambung tinggi. Hampir semua fasilitas umum yang dibangun di sebuah kawasan akan membuat harga tanah di tempat tersebut dan sekitarnya akan melambung tinggi. Konon lagi apabila fasilitas umum tersebut seperti jalan tol atau bendungan atau kanal besar, harga bukan hanya akan melambung tinggi tapi harga akan melangit. Kondisi sosial dan dinamika bisnis tanah ini belum diperhitungkan dan belum terakomodir dalam Perpres nomor 71 tahun 2012. Peraturan ini menyatakan bahwa penentuan harga tanah ditentukan ketika proyek ini diumumkan. Ketika proyek diumumkan maka harga tanah akan naik seketika. Kenaikan harga akibat pengumuman proyek ini akan dinamis terus dalam batas waktu yang tidak terprediksi. Untuk itu maka Peraturan Presiden nomor 71 tahun 2012 ini harus direvisi dengan menggeser penetapan harga ganti rugi lahan pasca pengumuman proyek sampai harga stabil sebelum proyek dikerjakan. Pembebasan lahan ini harus tuntas dilakukan sebelum proyek dikerjakan. Apabila proyek dikerjakan dalam keadaan pembebasan lahan masih sebagian akan membuat harga tanah yang belum dibebaskan akan naik terus.

Oleh karena itu selain menggeser waktu penentuan harga sampai harga stabil juga perlu diatur susunan tim penilai harga dan tim negosiasi harga. Penilai harga dan negosiasi harga apabila tidak didukung dengan SDM yang tepat akan membuat proses pembebasan lahan menjadi tersendat-sendat.

Adalah wajar apabila harga tanah melambung tinggi akibat keberadaan sebuah proyek apalagi mega proyek. Kenapa negara begitu pelit kepada rakyat yang akan kehilangan lahannya apalagi bila lahan yang akan dibebaskan tersebut ternyata adalah tempatnya mencari rezeki untuk asap dapur menyambung hidup seperti sawah ladang dan pertokoan.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

1 mei 2014

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar