Senin, 26 Mei 2014

Pilpres : Antara Figuritas dan Visi Misi



Calon presiden pada pilpres 9 juli 2014 sudah mengerucut pada 2 pasangan capres/cawapres yaitu Jokowi/JK dan Prabowo/Hatta. Kristalisasi ini setelah melalui serangkaian safari politik yang alot dan berliku. Suatu hiruk pikuk yang nyaris membuat kita lupa akan carut marut pemilu legislatif. Dengan hanya 2 pasangan ini maka dipastikan pemilu presiden akan berlangsung 1 putaran. Ini meleset dari prediksi semula di mana sempat diprediksi akan ada 4 poros atau 3 poros koalisi.

Bagaimanapun juga politik paternalistik dan figuritas masih akan mendominasi atmosfer perpolitikan pemilu presiden. Faktor-faktor subjektifitas diprediksi masih akan dominan. Faktor kedaerahan juga masih akan dominan, meskipun tidak mudah untuk memastikan dukungan bulat dari Sumatra pada pasangan tertentu atau memastikan dukungan bulat dari Indonesia Timur pada pasangan tertentu mengingat rakyat juga sudah semakin kritis dalam memandang politik.

Sebagaimana biasanya rakyat masih diliputi dengan suasana disinformasi di mana masyarakat masih sangat tidak melek informasi. Ingatan masyarakat masih sangat pendek. Informasi yang diperoleh bukan informasi yang utuh dan bulat. Sifat masyarakat juga bukan pencari informasi. Sebagian besar masyarakat ternyata sangat mudah mengalami distorsi informasi. Hal ini dibuktikan dengan mudahnya berkembang suatu gosip yang bernada kampanye hitam terhadap pasangan capres/cawapres. Belum lagi pola komunikasi politik yang didesain oleh tim sukses yang mayoritas adalah elit intelektual membuat materi komunikasi politik cenderung berbahasa elitis dan sulit untuk difahami dan diterima oleh masyarakat awam yang menjadi mayoritas pemilih.


Saya memandang bahwa politik paternalistik figuritas tidak bisa diandalkan dalam pendidikan politik rakyat. Politik paternalistik figuritas harus diimbangi dengan objektifitas politik visi misi. Rakyat harus dididik untuk lebih mengenal visi misi pasangan capres/cawapres dan memilih dengan mempertimbangkan visi misi di samping faktor paternalistik figuritas. Sedangkan elit tim sukses pasangan capres/cawapres juga harus dididik untuk memperkenalkan dan mengkampanyekan visi misi dengan teknik komunikasi politik yang membumi dengan rakyat sesuai situasi diri pemilihnya. Komunikasi politik kepada elit intelektual dan masyarakat terdidik di perkotaan tentu akan berbeda dengan teknik komunikasi politik kepada masyarakat pedesaan yang agraris dan maritim. Bila masyarakat terdidik perkotaan bisa disajikan visi misi secara makro dan menasional maka masyarakat agraris/maritim pedesaan hanya akan memahami bila disajikan visi misi secara mikro dan lokalistik seperti penjaminan ketersediaan sandang, pangan, papan, infrastruktur dasar, sekolah, perobatan dan sedikit hiburan. Mereka takkan memahami apa itu kasus century, hambalang, pemberantasan korupsi, ketahanan pangan. Mereka hanya akan memahami pembangunan jalan tanah menjadi jalan aspal menghapus keterisoliran, saluran air sawah menjadi irigasi, rumah papan menjadi rumah beton, biaya sekolah gratis, SMP/SMA perdesa, perguruan tinggi kejuruan tiap kabupaten, perobatan gratis, dokter masuk desa, pasar tradisional baru, listrik dan channel tv swasta masuk ke rumahnya. Atau isu yang lebih elit tapi bernuansa lokal seperti jalan tol trans Sumatra, jembatan Selat Sunda, jembatan Jawa-Bali, jembatan Kalimantan-Sulawesi, pelabuhan bebas di beberapa pulau atau pemekaran daerah otonomi baru.  

Oleh karena itu saya melihat pentingnya visi misi ini disampaikan langsung masuk ke rumah rakyat melalui brosur singkat paling tidak berisi latar belakang hidup, pendidikan, pekerjaan dan visi misi. Brosur ini terbagi tiga bagian yaitu visi misi nasional, visi misi lokal propinsi dan visi misi lokal kabupaten/kota. Biaya pembuatan dan distribusi brosur takkan sampai bernilai milyaran. Sebagian akan memandang sepele kepada brosur ini. Namun sebagian lagi akan mencoba membaca. Dengan membaca mereka akan tahu masing-masing pribadi capres/cawapres itu berasal dari mana, pernah sekolah dan kuliah di mana, pernah aktif di organisasi apa saja, pernah bekerja sebagai apa, rekam jejak singkat seperti apa, prestasi apa saja yang telah dilakukan, apa yang akan mereka lakukan apabila terpilih menjadi presiden/wakil presiden dan apa untungnya bagi rakyat bila mereka terpilih serta siap menerima sangsi apabila janji tak ditepati. Yang akan lebih spektakuler adalah apa program kerjasama dengan capres/cawapres yang kalah. Sebagian pemilih tidak akan terpengaruh namun sebagian lagi akan terpengaruh. Yang diharapkan adalah adanya keseimbangan penilaian antara figuritas dan visi misi.

Bagaimanapun juga realita dan takdir politik menunjukkan bahwa kita hanya diberi 2 pilihan capres/cawapres. Mereka masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Keduanya sama-sama memiliki komitmen untuk memajukan bangsa ini. Kedua pasangan ini sama-sama pernah dibesarkan di perguruan tinggi milik negara (UGM/Unhas dan Akmil/ITB) dan ini seharusnya memberi nilai lebih akan komitmen kenegaraan dan komitmen kerakyatan..

Semoga nantinya kemenangan satu pihak akan didukung oleh pihak lain yang kalah. Siapapun yang menang adalah wujud kemenangan rakyat. Dan kemenangan rakyat ini harus terwujud dalam kabinet dominan presidensial.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

26 mei 2014.

***  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar