Jumat, 30 Mei 2014

Reformasi Kemenag dan Perkuatan Pencegahan Korupsi



Tidak ada kata lain kecuali tragis, demikian ungkapan pertama yang dialamatkan kepada Kementrian Agama.

Indonesia mungkin satu-satunya, atau paling tidak satu di antara sedikit negara yang menempatkan agama dalam pengelolaan negara. Pengelolaan ini merupakan amanah dari Pancasila dan UUD 1945. Atas dasar inilah bisa difahami mengapa kasus dugaan korupsi yang melanda Kementrian Agama lebih mengecewakan rakyat dibanding kasus dugaan korupsi di instansi yang lain.

Kementrian Agama juga merupakan pemecah rekor pimpinan tertinggi instansi negara yang telah dua kali tersandung kasus dugaan korupsi. Yang pertama menteri SAHM menjadi tersangka dan terdakwa kasus Dana Abadi Umat periode 2002-2004 dan telah divonis bersalah oleh pengadilan. Sejak kasus ini tidak ada perubahan yang berarti yang dilakukan di Kementrian Agama terutama di Direktorat Jenderal yang menangani ibadah haji. Baru setelah penunjukan AA sebagai Dirjen Haji maka beberapa perubahan signifikan mulai dilakukan. Sayang sekali reformasi di manajemen haji belum tuntas, muncul masalah dugaan korupsi yang menimpa SDA sebagai Menteri Agama pada waktu itu.  

Baik SAHM maupun SDA adalah orang baik. Saya sendiri tidak begitu mengenal mereka namun ketika presiden memilih mereka menjadi Menteri Agama membuktikan bahwa mereka berdua adalah orang baik. Pada waktu menjalankan tugas sebagai menteri, saya yakin, mungkin kita semua juga yakin dan percaya, bahwa mereka berdua tidak akan punya niat yang tidak baik. Saya sendiri tetap memandang bahwa rimba birokrasi yang membuat mereka berdua terjerembab dalam kasus dugaan korupsi. Sebagai menteri yang berasal dari non PNS tentu mereka berdua tidak faham tentang administrasi pengelolaan keuangan negara, tidak faham mana proses yang benar dan mana proses yang salah. Bila ada berkas yang harus ditandatangani di mejanya, mereka tidak akan sempat membaca secara mendalam, apalagi di samping namanya di surat sudah ada paraf koordinasi bertingkat mulai dari eselon terendah sampai eselon tertinggi. Tentu saringan bertingkat ini tidak akan menimbulkan dugaan atau kecurigaan bagi mereka berdua apakah penandatanganan ini akan berakibat fatal di kemudian hari.


Saya tidak bermaksud membela mereka berdua. Saya hanya ingin menegaskan bahwa mereka berdua merupakan sebagian kecil dari korban rimba birokrasi. Sudah banyak SDM kelas berat dan SDM terbaik bangsa ini yang terjerat masalah dugaan korupsi akibat tata kelola birokrasi keuangan negara yang amburadul. Sistem yang rusak masih terlalu kuat untuk merusak SDM sekuat apapun, paling tidak sampai saat ini masih begitu kondisinya.

Apapun alasannya, perbaikan harus terus berjalan Kemenag harus menjadikan kasus dugaan korupsi kepada SDA sebagai peringatan terakhir. Saya yakin masih banyak SDM di Kementrian Agama yang punya komitmen dan kemampuan untuk membenahi Kementrian Agama.

Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

Yang pertama, mengkaji keberadaan Direktorat Jenderal Haji dan Umrah untuk dipisahkan dari Kementrian Agama menjadi sebuah lembaga terpisah dan tersendiri langsung di bawah Presiden, namanya terserah, apakah menjadi Badan Penyelenggaraan Ibadah haji dan Umrah (BPIHU) atau apapun namanya itu tidak penting, yang penting adalah pisahkan dulu lembaganya. Ini penting, di samping untuk memisahkan sejarah masa lalu, juga untuk mempermudah reformasi pengelolaan ibadah haji dan umrah dengan memutus langsung semua hubungan dari Kementrian Agama.

Yang kedua, menyaring SDM di mana perlu dilakukan seleksi ulang untuk menjadi staf dan pejabat di BPIHU. Salah satu saringan terpenting adalah menyaring potensi korupsi dengan mengembangkan metode psikotest yang bisa membaca potensi seseorang untuk korupsi.

Yang ketiga adalah mengangkat Kepala BPIHU dari kelompok profesional dengan membentuk panitia seleksi independen dengan saringan ketat menyerupai seleksi pimpinan KPK.

Yang keempat adalah membentuk struktur Staf Ahli bidang pencegahan korupsi. Ini penting dan direkrut dari mantan personel KPK.

Yang kelima adalah menata ulang keseluruhan manajemen pengelolaan dana haji dan penggunaannya. Pengelolaan dana haji tak perlu lagi dipindahkan sejak setoran awal ke kas instansi negara tapi tetap saja dibiarkan di rekening calon haji tersebut dan bunganya menjadi milik mereka. Setelah jumlahnya genap baru diserahkan kepada BPIHU untuk dikelola sebagaimana mestinya. Sebagian dari bunga simpanan ini diambil sebagai saham milik pribadi calon haji dalam mengembangkan BUMN atau perusahaan yang bergerak di bidang kehajian seperti travel, saham penerbangan, perhotelan, transportasi yang kesemuanya bergerak di Arab Saudi. Antrian haji dirubah dinamis sesuai pelunasannya dan daftar antrian dapat diakses secara online.

Yang keenam adalah membentuk pengawas independen yang terdiri dari elemen penggiat anti korupsi. Kita memiliki banyak lembaga anti korupsi dan sesungguhnya sangat efektif untuk dibina hubungan kerjasama pengawasan pengelolaan dan manajemen haji.

Banyak hal yang harus dibenahi. Keenam hal di atas hanyalah sedikit dari banyak langkah reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi yang cepat digerakkan akan membantu para pentinggi negara dari kejamnya rimba birokrasi.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

30 mei 2014.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar