Senin, 26 Mei 2014

Sepeda Motor Beratap



Industri otomotif menjadi salah satu parameter meningkatnya perekonomian rakyat di mana pembelian kenderaan adalah telah menjadi sebuah kebutuhan baik sebagai kebutuhan mobilitas primer maupun kebutuhan mobilitas rekreatif. Meningkatnya perekonomian rakyat di samping menjadi pendukung daya beli rakyat akan kenderaan juga membawa konsekuensi tingginya kebutuhan bahan bakar minyak alias BBM. Semakin bagus mobilnya akan semakin tinggi kebutuhan BBMnya. Tingginya konsumsi BBM akan identik dengan tingginya subsidi BBM yang sudah pasti akan membuat repot APBN.

Berbagai cara telah banyak dilakukan untuk menurunkan angka subsidi BBM mulai dari pengurangan subsidi BBM, konversi minyak tanah ke gas, energi alternatif, sarana angkutan massal dan sebagainya. Beberapa alternatif belum dilakukan seperti mengoplos pertamax dengan premium dalam komposisi masing-masing 50 % dalam artian apabila minsalnya pengendara membeli 10 liter BBM maka 5 liter merupakan pertamax dan 5 liter lagi adalah premium. Namun mengingat konsumsi BBM dan kenderaan pribadi bukan hanya sekedar kaitan dengan sarana transportasi namun juga kenyamanan. Sebagian pengendara lebih memilih memakai kenderaan pribadi roda 4 karena lebih nyaman walaupun dengan resiko terkena macet. Mereka mensiasatinya dengan berangkat lebih pagi dan pulang lebih lambat untuk menghindari kemacetan. Beberapa kenyamanan yang dibutuhkan di antaranya kenyamanan membawa barang-barang tertentu untuk keperluan pekerjaan seperti berkas, arsip dan alat elektronik seperti laptop. Kenyamanan ini tentu takkan bisa diperoleh apabila mempergunakan kenderaan umum seperti KRL atau busway atau angkutan umum lainnya. Bayangkan betapa repotnya membawa itu semua, kedua tangan membawa berkas sementara bahu menyandang laptop. Bisa-bisa dengan keadaan seperti ini terkena aksi pencopetan. Belum lagi bila hari hujan. Maka memakai kendaraan pribadi roda 4 menjadi pilihan utama.


Hanya saja kenderaan roda 4 ini ternyata boros BBM dalam artian energi yang dihasilkan akibat pembakaran BBM ternyata tidak sebanding dengan energi real yang diperlukan dengan kata lain energi yang dihasilkan akibat pembakaran BBM terlalu banyak untuk sekedar membawa pengendara dan barang bawaannya. Atau dengan kata lain sebenarnya kenderaan berkapasitas mesin 500 cc sudah mencukupi namun kenyataannya yang dipakai adalah kenderaan berkapasitas mesin 1000 cc sampai dengan 2000 cc. Kenderaan roda 4 dengan mesin 1000 sampai 2000 cc tentu akan membakar banyak BBM. Sehingga dengan kalkulasi ini maka keseluruhannya akan membuat konsumsi BBM yang tidak seharusnya terjadi alias boros BBM.

Untuk itu maka lahirlah pemikiran akan mobil hibrida, mobil listrik, mobil BBG dan lainnya dalam rangka mengurangi konsumsi BBM secara drastis.

Ada satu yang terlupakan yaitu apakah kapasitas mesin tidak bisa diturunkan menjadi di bawah 1000 cc ? Misalnya menjadi 500 cc atau 300 cc ? Dengan tujuan meminimalkan konsumsi BBM sampai sesuai kebutuhan. Mobil murah yang sedang dipersiapkan untuk membanjiri pasar harus diwajibkan memiliki kapasitas mesin dengan dibawah 1000 cc. Atau merancang kenderaan roda 2 beratap dan berbagasi sehingga aman dari hujan dan bisa membawa barang keperluan kerja/kantor. Tentunya roda 2 harus dimodifikasi menjadi roda 3 menyerupai bajaj. Ini akan sangat menghemat drastis konsumsi BBM untuk keperluan transportasi bekerja setiap harinya. Ini hanya akan menghemat konsumsi BBM namun belum mengurangi kemacetan. Diharapkan pengendara akan beralih dari kenderaan roda 4 berkapasitas mesin di atas 1000 cc beralih ke kenderaan roda 4 berkapasitas mesin di bawah 1000 cc atau ke kenderaan roda 2 beratap berbagasi.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

26 mei 2014.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar