Selasa, 04 Desember 2012

Kelembagaan Penanggulangan Bencana



Bencana datang lagi. Kali ini gunung merapi dan gempa tsunami pulau Mentawai mendera saudara – saudara kita. Birokrasi pusat dan daerah yang bertugas untuk menangani bencana seperti tergagap menjalankan tugasnya. Untuk sementara kambing hitamnya adalah faktor alam, peralatan yang sudah usang, keterbatasan dana, birokrasi tata kelola keuangan negara yang tidak lincah, pengadaan barang / jasa yg dibutuhkan yg berbelit – belit, SDM yang tidak terlatih dan berbagai alasan lainnya yang membuat miris para pengamat.

Harus diakui bahwa faktor alam cukup memberi kontribusi dalam lambannya penanganan pasca bencana. Tidak semua posisi bisa dilalui kenderaan, sebagian besar hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki yang jaraknya bisa mencapai puluhan kilometer.


Harus diakui bahwa sebagian besar peralatan baik peralatan deteksi bencana, peralatan transportasi serta alat berat ternyata sudah usang dan berumur. Apalagi ternyata terbukti sebagian di antaranya ternyata rusak akibat vandalisme masyarakat sendiri.

Harus diakui bahwa pendanaan sangat terbatas jumlahnya. Anggaran pemerintah pusat lebih terfokus untuk membiayai studi banding dan biaya belanja pegawai. Sementara anggaran pemerintah daerah lebih terfokus pada pembiayaan infrastruktur. Pemerintah pusat merasa bahwa pemerintah daerahlah yang bersentuhan langsung dengan wilayah bencana. Sementara pemerintah daerah merasa bahwa penanganan bencana bukanlah ranah otonomi daerah karena tidak menguntungkan bagi mereka.

Harus diakui bahwa birokrasi tata kelola keuangan negara sangat tidak lincah untuk menguncurkan bantuan dana karena harus melalui prosedur administrasi yang nauzubillah, dan selalu akan bermasalah secara hukum di kemudian hari.

Harus diakui bahwa mekanisme pengadaan barang / jasa yang dibutuhkan masih harus melalui prosedur sehingga barang / jasa yang menggunakan anggaran negara selalu terlambat datang. Orang sudah mati baru barang bantuan datang.

Harus diakui bahwa SDM penanganan bencana dari unsur sipil ternyata sangat tidak terlatih menangani bencana. Yang terlatih hanya unsur TNI / Polri dan tim SAR. Konyolnya, ternyata PNS daerah yang tidak terlatih tersebut malah dikerahkan menjadi tim inti penanggulangan bencana, mungkin karena murah dan gratis tinggal nyuruh – nyuruh anak buah sendiri. Apalagi instansi Badan Penanggulangan Bencana Daerah bukanlah instansi favorit dan tidak jarang hanya menjadi tempat penampungan para pejabat yang terpinggirkan oleh situasi gesekan mutasi daerah.

Dan harus diakui bahwa kita belum bisa belajar dari segala bencana yang sudah kita alami.

Apakah kita akan hanya berhenti pada segala macam pengakuan di atas ??? Atau apakah kita hanya akan berhenti pada keprihatinan akan anggaran studi banding wakil rakyat yang menyilaukan mata ???

Mari kita serius. Manajemen penanganan bencana harus dibenahi. Dimulai dari dasar hukum. Harus ada dasar hukum mulai dari tingkat UU sampai pada peraturan menteri sosial tentang dasar sampai petunjuk teknis / petunjuk pelaksanaan yang fleksibel dalam pelaksanaannya dan memiliki akuntabilitas yang tinggi. Peraturan ini harus melahirkan kelembagaan penanggulangan bencana yang kuat dan berenergi dalam menjalankan tugasnya. Sinergi antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana dengan seluruh Badan Penanggulangan Bencana Daerah harus lebih ditingkatkan. Harus dibentuk Unit Satuan Tugas Reaksi Cepat Penanganan Bencana yang dibentuk dan dilatih secara khusus siap setiap saat menangani bencana. Agar Unit Satuan Tugas Reaksi Cepat Penanganan Bencana ini lebih powerfull dalam menjalankan tugasnya harus ada koordinasi permanen dengan Satpol PP, Kesbang Linmas, SAR dan petugas BKO dari TNI / Polri terdekat. Dan peraturan tersebut harus memiliki mekanisme yang fleksibel dan lincah dalam menguncurkan dana dan pembelanjaan barang / jasa yang fleksibel. Bila perlu dibuat dasar hukum pengadaan barang / jasa beli dulu bayar belakangan. Apalagi pada Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang / jasa pemerintah telah memuat mekanisme e-kataloque yang memuat daftar harga barang nasional yang bisa dilakukan secara pengadaan langsung. Semua peraturan ini akan dilaksanakan oleh orang – orang. Maka peraturan sebaik apapun bila menginginkan hasil maksimal harus dijalankan oleh SDM terbaik di bidangnya. Oleh karena itu harus juga dibuat peraturan tentang pola rekrutmen dan pola standar pemilihan pejabat daerah di bidang penanggulangan bencana.

Bagaimanapun juga suburnya tanah nusantara ini tak lepas dari keberadaan gunung berapi yang beberapa di antaranya akan menyuburkan tanah sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan pengaturan tata ruang permukiman warga yang akan mengatur pada radius berapa yang boleh dijadikan wilayah permukiman warga. Bila perlu wilayah radius rawan letusan gunung berapi dijadikan saja sebagai wilayah hutan lindung / cagar alam dan masyarakat yang sekarang bermukim di dalamnya bisa direlokasi ke wilayah yang aman.

Tata ruang pantai juga perlu dibenahi. Tsunami seharusnya bisa dicegah dengan rekayasa alami dan rekayasa kelautan. Tsunami bisa dipecah sebelum mencapai daratan. Oleh karena itu tata ruang pantai harus dirancang secara nasional.

Terhadap gempa juga perlu pengkajian tentang desain dan struktur tahan gempa. Perlu juga pembekalan dan pelatihan terhadap para pengusaha jasa konstruksi swasta di daerah tentang bagaimana cara membangun rumah yang relatif aman terhadap gempa tanpa harus membebani anggaran pemilik rumah. Dan yang tak kalah penting adalah pemahaman tentang umur bangunan konstruksi.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

2 nopember 2010.

*   *   *  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar