Selasa, 04 Desember 2012

Warteg, Pajak dan Preman



Warteg akan dikenakan pajak ???  He... he.... aja – aja ada deh.

Pajak warteg menunjukkan betapa negara masih belum mampu menarik pajak secara maksimal dari para pengusaha kelas kakap sehingga timbul pemikiran untuk tarik saja pajak dari pengusaha paling lemah yaitu warteg.

Bisa saya bayangkan ketika para petugas pajak mencoba menarik pajak dari pengusaha warteg yang pada umumnya ibu – ibu, bisa – bisa akan terkena sumpah serapah.

Terlepas dari itu semua, perlu waktu untuk kita semua tentang kewajiban bayar pajak dari warteg. Alih – alih untuk dikenakan pajak, seharusnya warteg sebagai pengusaha lemah harusnya dibantu permodalannya dan dibebaskan dari segala macam pajak.


Tapi saya ingin melihat dari sisi lain. Kenapa sebagian warteg pada daerah tertentu secara sukarela membayar pajak preman. Tak lain dan tak bukan karena adanya azas saling membutuhkan antara pengusaha warteg dan preman. Pengusaha warteg ingin usahanya aman dan bebas dari segala macam gangguan. Preman butuh makan dan rokok, serta ngopi. Toh pajak preman tidak menyusahkan. Yang penting aman, demikian pikir pengusaha warteg.

Artinya secara teknis dan niatan, pajak warteg sebenarnya masuk akal dan sah – sah saja. Apalagi apabila warteg bersedia membayar pajak tentu akan sangat berguna dalam mendongkrak pendapatan negara dari sektor pajak. Namun, perlu waktu bagi negara untuk menciptakan rasa percaya masyarakat terutama pengusaha warteg bahwa pajak yang akan mereka bayar akan berguna bagi mereka. Dan ini tidak mudah, di tengah gencarnya pemberitaan tentang bang Gayus dan skandal pajaknya.

Untuk tahap awal bisa dengan cara menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat untuk membelanjakan sendiri secara kelompok semua total pajak yang mereka bayarkan. Bisa saja untuk kebersihan lingkungan, fasilitas desa, sekolah di sekitarnya atau koperasi unit desa. Dengan cara ini akan terlihat jelas bahwa pajak yang mereka bayarkan ternyata berguna untuk mereka sendiri.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

9 desember 2010.

*   *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar