Jumat, 25 Januari 2013

Contek Masal



Percayalah, contek masal adalah hal yang biasa, bukan hanya milik para pelajar, kita – kita yang merasa berpendidikan tinggi dan mengaku intelektual juga pernah merasakan nikmatnya mencontek.

Yang luar biasa adalah kenapa ketahuan dan dipublikasikan secara bombastis di media elektronik.

Dalam menanggapi kasus contek masal pada ujian nasional di salah satu kota besar, seorang pakar pendidikan nasional menyayangkan kejadian tersebut dan menyatakan bahwa lulus tidak lulus pada ujian nasional adalah bukan tujuan. Tidak lulus tidak masalah demikian katanya.  .

Lulus tidak lulus adalah hal biasa merupakan tradisi dan kebiasaan di perguruan tinggi, tidak bisa dipaksakan pada pendidikan dasar dan menengah. Pada perguruan tinggi, jangan tidak lulus dalam persentase kecil, tidak lulus 100 % pun bukanlah suatu masalah. Tapi pada pendidikan dasar dan menengah, ketidaklulusan adalah perkara besar, baik pada individu dan keluarga anak didik, nama baik sekolah dan dinas pendidikan daerah juga nama baik daerahnya.


Kondisi rakyat sudah sedemikian parah di segala bidang. Jangan lagi ditambah bebannya dengan hantu ketidaklulusan ujian nasional.

Berikan saja kewenangan kepada masing – masing sekolah untuk menentukan kelulusan siswanya melalui ujian akhir sekolah dan rata – rata nilai persemester. Sedangkan diluluskan saja mereka sudah tidak jelas masa depannya, apalagi tidak lulus.

Lantas, apa fungsi ujian nasional ?

Kembalikan saja peran dan fungsi ujian nasional seperti peran dan fungsi Ebtanas zaman saja sekolah dulu dengan beberapa modifikasi. Ebtanas dulu tidak memiliki hubungan apapun dengan kelulusan siswa. Ebtanas hasilnya berupa NEM (nilai ebtanas murni). NEM diperoleh dengan suasana santai, tidak mencekam dan tidak ada ketegangan baik di kalangan siswa, guru, sekolah ataupun kepala dinas pendidikan. Hanya para siswa yang berpacu dalam prestasi yang berusaha mati – matian untuk memperoleh NEM setinggi –tingginya. Toh, NEM tinggi waktu itu tidak mempengaruhi kelulusan pada PMDK ataupun UMPTN. Tapi NEM tinggi merupakan prestasi dan prestise. Biasanya pemilik NEM tertinggi di daerahnya mendadak menjadi selebriti dadakan.

Sekarang bagaimana ?

Biarkan saja UN (ujian nasional) berjalan wajar apa adanya dengan tanpa memberikan hubungan apapun dengan kelulusan siswa. Berikan kewenangan kelulusan kepada sekolah dengan mempertimbangkan nilai ujian akhir sekolah dan rata – rata nilai persemesternya. Sedangkan peran dan fungsi UN diberikan hubungan langsung dengan PMDK dan jalur khusus pada semua perguruan tinggi milik negara (PTN dan kedinasan seperti Akademi TNI, STPDN, STAN dan lainnya). Dengan mengkaitkan hasil nilai UN dengan PMDK dan jalur khusus pada perguruan tinggi milik negara maka tentunya hasilnya akan jauh lebih maksimal daripada mengkaitkan nilai UN dengan ketidaklulusan.

Mengkaitkan nilai UN dengan PMDK dan jalur khusus perguruan tinggi milik negara berarti kita memberi perhatian kepada para SISWA TERBAIK BANGSA.

Tapi bila kita mengkaitkan nilai UN dengan ketidaklulusan siswa berarti kita memberi perhatian kepada para SISWA TERBURUK BANGSA.

Bila perlu, dana DAK dan BOS Kemendiknas sebagian dialokasikan dalam bentuk beasiswa kepada seluruh siswa pada tingkatan 25 % nilai terbaik pada seluruh kecamatan dengan syarat bila mereka berasal dari keluarga tidak mampu.

Pendidikan sehat negara kuat.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

16 juni 2011.

*   *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar