Jumat, 25 Januari 2013

Integrasi Kelembagaan Auditor Intern Pemerintah



Birokrasi pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah mengenal mekanisme pengendalian intern yang dikenal dengan aparat pengawasan intern. Pada pemerintahan daerah dikenal dengan nama Inspektorat. Pada pemerintah pusat / kementrian dikenal dengan nama Inspektorat Jenderal. Di luar struktur pemerintah pusat dan pemerintah daerah ada Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang saat ini lebih difokuskan untuk mengaudit BUMN. Dan satu lagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melakukan audit rutin pada pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara dan UU BPK.

Namun, walaupun instansi auditor jumlahnya banyak dan sering terjadi audit berlapis tapi ternyata masih sering terjadi kasus – kasus pidana maupun perdata yang ditangani oleh penegak hukum (kejaksaan dan kepolisian) padahal pada kasus yang sama sebelumnya sudah dilakukan audit oleh instansi pengawasan / audit intern. Terlepas dari objek kasus maka memang ada perbedaan metode pemeriksaan dan dasar hukum dalam pemeriksaan pejabat pusat ataupun pejabat daerah sehingga hasil pemeriksannyapun berbeda.


Tentu perbedaan metode, dasar hukum dan hasil pemeriksaan ini tidak akan efektif dalam mendukung roda mesin birokrasi pusat dan daerah, baik dari segi waktu, biaya dan konsentrasi dalam melaksanakan tugas sebagai pelayan masayarakat.

Secara umum bahwa penyimpangan yang dilakukan oleh aparat birokrasi terbagi dalam 3 bagian besar yaitu : penyimpangan administrasi, penyimpangan perdata dan penyimpangan pidana.

Apabila pemeriksaan dilakukan oleh aparat pengawasan intern maka hasilnya cenderung mengarah pada tindakan administratif dan perdata. Apabila pemeriksaan dilakukan oleh aparat penegak hukum maka hasilnya cenderung mengarah pada tindakan pidana.

Apabila pelaku korupsi diperiksa oleh aparat pengawasan intern maka sering hasilnya dibelokkan ke arah kesalahan administratif atau perdata. Namun sisi positifnya adalah apabila kesalahan tersebut memang murni kesalahan administratif atau perdata maka objek terperiksa tidak akan mengalami pidanaisasi kasus ataupun kriminalisasi.

Apabila pelaku korupsi diperiksa oleh aparat penegak hukum maka apabila pemeriksaan berlangsung objektif maka kesalahan yang ditimpakan akan mengarah ke pidana. Namun apabila objek terperiksa sebenarnya hanya melakukan kesalahan administratif atau perdata akibat dari keterbatasan kemampuan atau ketidaksesuaian antara tugas dan kapasitasnya ataupun faktor keterbatasan lainnya maka objek terperiksa akan mengalami pressure yang tidak ringan akibat dari pemeriksaan yang cenderung pidana oriented.

Oleh karena itu perlu kiranya kesalahan – kesalahan yang terjadi didudukkan pada porsinya sesuai dengan tingkat kesalahannya. Jangan sampai terjadi mempidanakan administrasi ataupun mengadministrasikan pidana.

Dari segi dasar hukum perlu dilakukan pengkajian kembali keterkaitan antar seluruh dasar hukum tentang penegakan hukum dan mekanisme kerja pemerintahan. Seluruh peraturan yang tumpang tindih ataupun yang kontradiksi agar dibenahi kembali.

Dari segi kelembagaan, perlu dilakukan perkuatan, efisiensi dan pemberdayaan. Jangan sampai objek terperiksa justru jauh lebih pintar dari sang pemeriksanya. Bila perlu Inspektorat, Inspektorat Jenderal, BPKP dilebur saja ke dalam BPK dan BPK dibentuk di daerah dengan mempergunakan sarana prasarana eks inspektorat. Dan BPK dijadikan sebagai pintu pertama terhadap pemeriksaan aparat birokrasi dan saringan pertama tentang tingkatan kesalahan : administrasi, perdata dan pidana. Apabila kesalahan administratif diberi sangsi administratif sesuai Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS. Apabila kesalahan perdata bisa dilimpahkan ke pengadilan tata usaha negara. Apabila kesalahan pidana bisa dilimpahkan ke kejaksaan / kepolisian.

Dengan demikian maka sinyalemen bahwa gerakan penegakan hukum justru membuat macet birokrasi bisa dibantah. Dan bisa dilakukan pembedaan mana loyang mana besi. Saya yakin dan percaya bahwa masih banyak aparat birokrasi yang bisa mengemban amanah reformasi.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

10 nopember 2010.

*   *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar