Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ??? Itu sih biasa.
Bagaimana dengan Satgas Swasembada Pangan ??? Ini baru luar
biasa.
Sebelumnya kita
coba dulu kilas balik ke sisi lain.
Birokrasi yang gemuk dan tambun menyebabkan besarnya alokasi anggaran untuk
belanja pegawai baik itu di instansi pemerintahan pusat maupun instansi
pemerintahan daerah. Di samping boros anggaran, hirarki jabatan yang panjang
membuat pengambilan keputusan cenderung lamban dan berbelit – belit. Juga
menyebabkan ketidakpuasan masyarakat atas pelayanan publik yang diberikan.
Muncullah pemikiran untuk melakukan perampingan struktur organisasi
birokrasi, demi efisiensi anggaran, efektifitas pengambilan keputusan dan
meningkatkan kepuasan atas pelayanan publik.
Namun ide ini memunculkan kritik karena perampingan organisasi birokrasi
akan menyebabkan banyaknya PNS yang kehilangan jabatan serta surplus staf. Tentu
hal ini akan menyebabkan persaingan tidak sehat memperebutkan jabatan pasca
perampingan organisasi serta surplus staf yang menyebabkan adanya ketimpangan
pembebanan kerja akibat dari perbedaan kapasitas dan kualitas staf.
Hal ini tidak bisa dianggap enteng karena akan menyebabkan kecemburuan
sosial dan masalah terpendam lainnya yang tidak bisa diprediksi.
Muncul pemikiran untuk melakukan pemangkasan jumlah PNS terutama di
kalangan PNS tidak produktif baik dari segi usia maupun kemampuan. Pemangkasan
tersebut berujung pada ide pensiun dini dengan pesangon. Namun ide ini
menimbulkan kritik pada penganggaran, seberapa besar anggaran yang dibutuhkan
untuk pesangon pensiun dini tersebut di tengah keterbatasan anggaran (walaupun
tanpa pikir panjang sangat mudah mengkuncurkan dana 6,7 T untuk abang senturi).
Kita coba kembali ke sisi yang lebih lain, di musim penghujan seperti ini,
akan banyak sungai yang meluap dan banjir akibat dari ketidakmampuan tanah
terutama di dataran tinggi untuk menyerap air hujan. Ketidakmampuan tanah
menyerap air hujan terutama akibat dari kerusakan hutan yang sudah sangat parah
dalam jumlah bukan hanya ribuan hektare tapi jutaan hektare. Sedangkan
kemampuan anggaran reboisasi jumlahnya sangat terbatas.
Kenapa kedua hal ini tidak diconnectkan saja, antara surplus PNS dengan
penghijauan ???
Saya pribadi berpikir surplus PNS ini bisa dirubah dari masalah menjadi
potensi swasembada pangan. Artinya, mereka diangkat sebagai Satgas Swasembada
Pangan dengan cara memberikan hak pemakaian lahan masing – masing minimal 2
hektare atas hutan gundul atau hutan kritis atau lahan tidur. Lahan tersebut boleh
mereka gunakan untuk apa saja, bertani, berladang, berkebun, atau beternak. Dan
lahan tersebut boleh mereka gunakan selama mereka hidup, walaupun mereka sudah
pensiun. Karena statusnya hak pengelolaan lahan maka pada akhirnya akan
diserahkan kembali pada negara. Hasil pemakaian lahan tersebut bisa dibagi
persentasenya antara setoran pada kas negara dan hak pribadi si pemakai lahan.
Memang ada juga kritik terutama para PNS yang terbiasa duduk di kursi
kerja, sebagian di antaranya sudah terbiasa terima setoran. Pengelolaan lahan tersebut idenya bukan
mengharuskan para Satgas Swasembada Pangan tersebut untuk mengelola lahan
dengan tangan mereka sendiri. Mereka boleh mempekerjakan orang lain, baik itu
keluarga atau lainnya, yang penting mereka bisa berusaha, sekaligus penghijauan
lahan, sekaligus sebagai pola alternatif dari pensiun dini.
Saya yakin, akan banyak PNS yang masuk dalam kategori pengangguran
birokrasi sebagai akibat dari perampingan organisasi birokrasi berminat menjadi
anggota Satgas Swasembada Pangan. Jangan mereka, saya saja berminat.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
30 nopember 2010.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar