Rabu, 09 Januari 2013

Pajak dan Swasembada Pangan


 
Apa hubungan pajak dan swa sembada pangan ?

Salah satu objek yang dikenakan pajak adalah tanah. Kalau di atas tanah ada bangunan maka pajaknya dinamai pajak bumi dan bangunan yang biasa disingkat pajak PBB.

Banyak kepemilikan tanah tidak terdata dengan baik. Banyak tanah pribadi yang dibiarkan kosong begitu saja atau dengan kata lain menjadi lahan tidak produktif.

Sementara pada pemberitaan di media elektronik disebutkan bahwa 100 % komoditi pertanian ternyata diimpor.

Sudah waktunya dipikirkan berbagai cara paksaan untuk menghapus impor komoditi pertanian menuju swasembada pangan.


Salah satu caranya adalah dengan memberikan denda pajak atas kepemilikan tanah yang menjadi lahan tidak produktif. Berikan denda 33 % terhadap seluruh kepemilikan tanah tidak produktif. Setiap pembayaran pajak tanah harus disertakan foto lahan tanah tersebut yang diketahui/ditandatangani oleh kepala RT/RT/kepala lingkungan. Apabila foto menunjukkan bahwa tanah kepemilikannya tidak ditanami apa – apa dan hanya ditumbuhi rumput ilalang atau tandus maka pajak tanahnya dikenakan denda 33 %.

Tentunya masyarakat tidak akan mau mengeluarkan biaya ekstra untuk membayar denda 33 % tersebut. Mereka akan berusaha menanami tanahnya dengan komoditi apa saja. Dan itu seharusnya tidak sulit. Apa susahnya menanami ubi, jagung, tebu, tinggal tancapkan saja ke tanah, selesai. Namun akan lebih baik apabila proses penanaman lahan tidak produktif ini dibimbing oleh para penyuluh pertanian yang ada di daerah. Pemilik tanah tidak harus mengerjakan sendiri bercocok tanamnya, bisa saja menyewakan tanahnya pada orang lain dengan sistem bagi hasil.

Dan ini harus diikuti dengan perbaikan sistem informasi perpajakan terintegrasi. Masih banyak kepemilikan tanah yang belum bersertifikat tanah, terutama di pedesaan. Harus ada program gratis pengurusan sertifikat tanah sampai ke pedesaan dengan melibatkan aparat pemerintahan desa dan datanya dibuat secara online agar pemerintah pusat bisa mengakses dan menganalisis datanya.

Bayangkan apabila 10 % saja tanah nusantara dipakai untuk bertani dan berladang, saya rasa jangankan untuk swasembada pangan, untuk menjadi negara pengekspor komoditi pertanianpun kita siap.

Pertanian sehat negara kuat.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay.

16 juni 2011.

*   *  *.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar