Jumat, 19 April 2013

BBM 2 Harga


Telah berkembang wacana penjualan BBM 2 harga. Ini akan menjadi masalah di lapangan. Bila dijual 2 harga, apakah SPBU juga akan membeli 2 harga ? Tentu harus dibuat jalur yang berbeda antara angkutan umum dan angkutan pribadi. Bagaimana dengan angkutan barang/jasa akankah wajib membeli BBM nonsubsidi ? Bila ini terjadi akan menimbulkan kenaikan harga bahan pokok. Bagaimana dengan para petani dan peladang serta pekebun pedesaan yang memakai kenderaan pribadi sebagai sarana pengangkutan hasil pertaniannya ? Tentu harga BBM nonsubsidi akan masuk pada komponen modal pak tani dan harus diperhitungkan dalam menentukan harga jual hasil pertaniannya.

Dan apakah BBM 2 harga akan menjadi satu-satunya kebijakan yang akan diambil pemerintah ?

Saya melihat bahwa pemerintah pusat terutama Kementrian ESDM tidak mengetahui kondisi riel rakyat pengkonsumsi BBM. Mereka hanya tahu bahwa BBM subsidi dipakai oleh yang tidak berhak yaitu kenderaan pribadi. Mereka tidak tahu bahwa banyak kenderaan pribadi justru menjadi sarana mencari penghidupan rakyat dan menjadi komponen modal yang menjadi salah satu faktor penentuan harga jual produk komoditi barang/jasa terutama barang kebutuhan pokok. Dan angkutan umum juga akan berpotensi pengembangan mata pencaharian baru berupa menjual BBM dari tangkinya kepada kenderaan pribadi secara diam-diam tanpa bisa terawasi.


Kenaikan harga BBM walau dijadikan 2 harga akan menimbulkan efek psikologi luar biasa bila pemerintah hanya menjadikan kenaikan harga BBM sebagai satu-satunya kebijakan. Padahal masih banyak instrumen lain yang bisa dipakai seperti menaikkan pajak mobil mewah, kewajiban memakai pertamax terhadap jenis mobil mewah tertentu, kewajiban mengembangkan dan memakai energi nonBBM terhadap konsumen energi nonkenderaan. Membagikan solar sel kepada rakyat pedalaman. Seperti kita ketahui industri dan pembangkit listrik juga merupakan konsumen BBM yang cukup besar. Kenderaan sendiri mengkonsumsi BBM pada waktu terjadi kemacetan. Dan ini tingkat konsumsi BBMnya sangat tinggi, melebihi ketika kenderaan melaju di jalanan.

Kenaikan harga dari semua Rp. 4.500 menjadi rencana Rp. 6.000 akan sangat menggiurkan munculnya spekulan menimbun BBM baik spekulan kelas kakap maupun spekulan kelas jerigen. Ada baiknya kalau memang mau dinaikkan harganya dilakukan secara bertahap Rp. 250 rupiah perbulan. Bila memang akan dinaikkan sekali naik harganya sebaiknya pengumumannya direkayasa untuk menghindari antrian panjang di SPBU. Bila aktualnya direncanakan akan naik bulan mei maka umumkan saja ke publik bahwa kenaikan harga akan diberlakukan bulan juli sehingga di akhir april tidak terjadi antrian panjang di SPBU dan ketika 1 mei langsung saja berlakukan kenaikan harga BBM tanpa harus menyaksikan antrian panjang BBM.

Namun saya punya pemikiran lain. Batalkan saja BBM 2 harga tersebut. Namun ciptakan nama dan jenis baru BBM seharga Rp. 6.000. Untuk semula premium Rp. 6.000 beri nama Pertamax Medium campuran 2/3 bensin dan 1/3 pertamax. Sedangkan untuk solar Rp. 6.000 beri nama Solar Plus dengan perbaikan kualitas. Tentunya BBM jenis baru seharga Rp. 6.000 ini akan membawa konsekuensi penambahan sarana prasarana infrastruktur namun ini akan lebih aman dibanding BBM 2 harga dengan nama yang sama. Hanya saja untuk BBM subsidi diberikan bukan hanya untuk sarana transportasi umum tapi juga untuk transportasi barang dan jasa termasuk kenderaaan pribadi pak tani yang berplat hitam.

Bila kenaikan harga BBM ini tidak didahului oleh instrumen lain maka percayalah reaksi negatif bersifat psikologi massa akan sangat dominan dan akan menghiasi hari-hari yang panjang dan ongkos sosial yang tidak murah. Dan ini akan berpengaruh pada elektabilitas partai-partai berkuasa.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

19 april 2013.

  •   *   *




Tidak ada komentar:

Posting Komentar