Rabu, 17 April 2013

Elektronisasi Birokrasi Pemda


Pada beberapa pilkada setelah pengumuman hasil perhitungan suara dan pengumuman pemenang pilkada, maka pihak yang kalah tidak menerima hasil perhitungan suara. Biasanya alasan yang dipakai adalah adanya penggelembungan suara, ketidaksesuaian data pemilih dan lain sebagainya yang berkaitan dengan data pemilih manual. Berapa banyak energi, waktu dan biaya akibat dari konflik pilkada berbasis data ini.

Pada beberapa pemda, terjadi kebingungan penentuan jumlah PNS di daerahnya karena setiap kali dilakukan pendataan selalu terjadi perbedaan jumlah. Belum lagi jumlah perkategori, kategori kesarjanaan atau kategori umur misalnya. Yang ini akan berimbas pada perhitungan penggajian.

Pada beberapa pemda, terjadi kesulitan dalam menyusun sebuah Perda karena minimnya peraturan manual yang dimiliki sementara akses ke sumber data peraturan tersebut tidak ada kecuali akses langsung yaitu mendatangi langsung sumber peraturan tersebut, itupun tidak bisa langsung diperoleh. Sehingga terjadi perda yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.


Pada beberapa pemda, terjadi keterlambatan perhitungan anggaran karena perhitungan manual sering terjadi kesalahan perhitungan, baik itu perhitungan perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran ataupun pertanggungjawaban anggaran. Bahkan terjadi keterlambatan pengesahan anggaran karena lambatnya perhitungan manual tersebut.

Pada beberapa pemda, bahkan pemerintah pusat, kesulitan menetukan aset tetap yang dimilikinya mulai dari sejak lembaganya dibentuk sampai dengan sekarang ini karena sumber data manualnya, data anggaran dari sejak awal sampai data anggaran terakhir sudah tak tentu rimbanya.

Dan masih banyak lagi problem yang terjadi akibat proses data birokrasi yang masih bersifat manual. Proses manual rawan kesalahan. Apalagi proses koreksi manual juga kurang maksimal.

Sudah saatnya birokrasi pemerintahan pusat dan daerah menerapkan sistem komputer dalam prosesing datanya, mulai dari data personel, data anggaran, lalu lintas administrasi, lalu lintas peraturan, data aset, data hasil pembangunan dan lain sebagainya. Sistem komputer ini harus terkoneksi satu sama lain sehingga memudahkan komunikasi antar lembaga pemerintahan pusat dan daerah.

Dengan penerapan teknologi sistem komputer ini maka kesalahan manual akan bisa teratasi, diperoleh efektifitas dan efisiensi birokrasi serta akan memuaskan semua pihak karena kesemrawutan manual tidak akan ditemui lagi. Beberapa konflik pilkada akan teratasi. Aset negara bisa terselamatkan. Penilaian keuangan negara dan daerah tidak akan disclaimer lagi. Dan juga akan mempermurah biaya proses birokrasi.

Ini bukan teknologi canggih. Ini adalah teknologi yang biasa – biasa saja. Bahkan termasuk teknologi pasaran karena hampir semua lini swasta sudah menerapkannya. Tidak ada alasan bahwa teknologinya tidak bisa diterapkan di daerah.  

Mengenai kesiapan SDM dan kesadaran pola pikir ini tidak perlu ditunggu – tunggu lagi. Bila dibiarkan berjalan alami maka tidak akan pernah siap. Apalagi banyak pihak yang sangat berkepentingan dengan segala kesemrawutan manual ini.

Malu rasanya melihat kesemrawutan manual birokrasi ini padahal dunia luar, swasta, BUMN, bahkan LSM sudah menikmati sistem elektronisasi. Birokrasi harus berbenah diri, jargon reformasi birokrasi jangan hanya sekedar kata – kata manis.

Salam reformasi.

Rahmad Daulay

4 januari 2009

*  *  *


Tidak ada komentar:

Posting Komentar