Pada beberapa pilkada setelah
pengumuman hasil perhitungan suara dan pengumuman pemenang pilkada, maka pihak
yang kalah tidak menerima hasil perhitungan suara. Biasanya alasan yang dipakai
adalah adanya penggelembungan suara, ketidaksesuaian data pemilih dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan data pemilih manual. Berapa banyak energi,
waktu dan biaya akibat dari konflik pilkada berbasis data ini.
Pada beberapa pemda, terjadi
kebingungan penentuan jumlah PNS di daerahnya karena setiap kali dilakukan
pendataan selalu terjadi perbedaan jumlah. Belum lagi jumlah perkategori,
kategori kesarjanaan atau kategori umur misalnya. Yang ini akan berimbas pada
perhitungan penggajian.
Pada beberapa pemda, terjadi
kesulitan dalam menyusun sebuah Perda karena minimnya peraturan manual yang
dimiliki sementara akses ke sumber data peraturan tersebut tidak ada kecuali
akses langsung yaitu mendatangi langsung sumber peraturan tersebut, itupun
tidak bisa langsung diperoleh. Sehingga terjadi perda yang bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi.
Pada beberapa pemda, terjadi
keterlambatan perhitungan anggaran karena perhitungan manual sering terjadi
kesalahan perhitungan, baik itu perhitungan perencanaan anggaran, pelaksanaan
anggaran ataupun pertanggungjawaban anggaran. Bahkan terjadi keterlambatan
pengesahan anggaran karena lambatnya perhitungan manual tersebut.
Pada beberapa pemda, bahkan
pemerintah pusat, kesulitan menetukan aset tetap yang dimilikinya mulai dari
sejak lembaganya dibentuk sampai dengan sekarang ini karena sumber data
manualnya, data anggaran dari sejak awal sampai data anggaran terakhir sudah
tak tentu rimbanya.
Dan masih banyak lagi problem
yang terjadi akibat proses data birokrasi yang masih bersifat manual. Proses
manual rawan kesalahan. Apalagi proses koreksi manual juga kurang maksimal.
Sudah saatnya birokrasi
pemerintahan pusat dan daerah menerapkan sistem komputer dalam prosesing
datanya, mulai dari data personel, data anggaran, lalu lintas administrasi,
lalu lintas peraturan, data aset, data hasil pembangunan dan lain sebagainya.
Sistem komputer ini harus terkoneksi satu sama lain sehingga memudahkan
komunikasi antar lembaga pemerintahan pusat dan daerah.
Dengan penerapan teknologi sistem
komputer ini maka kesalahan manual akan bisa teratasi, diperoleh efektifitas
dan efisiensi birokrasi serta akan memuaskan semua pihak karena kesemrawutan
manual tidak akan ditemui lagi. Beberapa konflik pilkada akan teratasi. Aset
negara bisa terselamatkan. Penilaian keuangan negara dan daerah tidak akan
disclaimer lagi. Dan juga akan mempermurah biaya proses birokrasi.
Ini bukan teknologi canggih. Ini
adalah teknologi yang biasa – biasa saja. Bahkan termasuk teknologi pasaran
karena hampir semua lini swasta sudah menerapkannya. Tidak ada alasan bahwa
teknologinya tidak bisa diterapkan di daerah.
Mengenai kesiapan SDM dan
kesadaran pola pikir ini tidak perlu ditunggu – tunggu lagi. Bila dibiarkan
berjalan alami maka tidak akan pernah siap. Apalagi banyak pihak yang sangat
berkepentingan dengan segala kesemrawutan manual ini.
Malu rasanya melihat kesemrawutan
manual birokrasi ini padahal dunia luar, swasta, BUMN, bahkan LSM sudah
menikmati sistem elektronisasi. Birokrasi harus berbenah diri, jargon reformasi
birokrasi jangan hanya sekedar kata – kata manis.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
4 januari 2009
*
* *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar