Jumat, 19 April 2013

Link Data Base Perguruan Tinggi Dengan Dunia Usaha/Industri



Pada suatu malam, saya merenung menatapi iklan pelelangan nasional yang menjadi kewenangan Harian Media Indonesia. Bila dihitung secara kasar di mana untuk satu penayangan iklan lelang akan memakan biaya kurang lebih 2,5 juta rupiah, maka sudah berapa banyak anggaran pemerintah pusat dan daerah yang habis hanya untuk biaya iklan lelang saja ? Akan sangat hemat apabila teknologi informasi bisa diterapkan pada pelelangan nasional dengan penayangan iklan pada internet di website www.pengadaan-nasional.bappenas.go.id namun kendala kembali berpulang pada ketidaksiapan SDM baik di kalangan pemerintah maupun swasta sendiri terutama di daerah.


Hitung – hitung masalah perenungan, maka perenungan saya melangkah jauh ketika saya masih pengangguran (dan jomblo tentunya). Kala itu iklan lowongan kerja menjadi santapan sehari – hari. Dan koran yang menjadi langganan sehari – hari adalah Kompas dan Jawa Pos. Sesekali ngenet dengan memakai beberapa website pencari kerja. Kalau dihitung – hitung, dalam satu bulan, biaya untuk mengirim surat lamaran lowongan kerja, mulai dari surat lamaran itu sendiri, foto kopi ijazah dan transkrip, pasfoto, amplop dan prangko maka bisa menghabiskan biaya ratusan ribu. Padahal kebanyakan lowongan kerja yang dilamar berkisar pada posisi management trainee. Itu masih pada tahapan pengiriman lamaran. Ketika perusahaan menerima surat lamaran dari para pelamar, berapa banyak surat lamaran yang diterima bagian personalia perusahaan ? Katanya bisa mencapai 1 gudang bila iklan lowongan kerjanya dimuat di harian Kompas. Tahapan selanjutnya adalah testing. Ada beberapa perusahaan yang secara berkala mendatangi perguruan tinggi tertentu untuk melakukan seleksi pencari kerja yang berminat bekerja di perusahaan mereka. Testing dilakukan biasanya hanya pada tahap tes akademik dan psikotest, dan beberapa di antaranya bersedia sampai tahap wawancara pertama. Namun kebanyakan perusahaan lebih memilih memanggil calon pencari kerja untuk datang ke perusahaan mereka untuk menjalani tes mulai dari awal dan selanjutnya menunggu nasib serta apabila bernasib baik akan mendapat kesempatan untuk tes wawancara. Bila panggilan tes tersebut datang dari perusahaan di daerah lain maka biaya akan keluar untuk ongkos perjalanan dan penginapan. Akumulasi biaya perjalanan ini sekali jalan bisa memakan biaya ratusan ribu. Belum lagi biaya penginapan bagi yang tidak punya kenalan atau sanak saudara di tempat tersebut.

Semua hal di atas merupakan suatu cerita pemborosan berjamaah, baik oleh perusaahan maupun calon pencari kerja. Belum ada data yang resmi berapa biaya yang dikeluarkan pada sektor ini. Namun bila secara hitungan kasar seorang pencari kerja dalam 1 bulan menghabiskan biaya 100 ribu untuk pengiriman lamaran dan 200 ribu untuk perjalanan memenuhi panggilan testing, maka seorang pencari kerja tersebut dalam satu tahun akan mengeluarkan biaya sekitar 3 juta rupiah. Itu masih 1 orang. Bila 1.000 orang maka biaya yang dikeluarkan sekitar 3 milyar rupiah. Bila saja angka pencari kerja yang sarjana bisa mencapai 350 ribu orang maka pemborosan yang terjadi pertahun bisa mencapai 1 trilyun rupiah. Berapa jumlah pencari kerja sarjana sekarang jumlahnya ? 

Untuk itu ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk meminimalisir pemborosan berjamaah di atas :
  1. Program data base biodata, data akademik, hasil psikotes alumni masing – masing perguruan tinggi yang diupdate setiap 6 bulan. Dengan demikian perlu dibentuk satu struktur di bawah Rektor yang mengurusi para alumninya untuk urusan pencarian kerja (Student Advisory Center). Data base ini akan menjadi data awal bagi perusahaan yang membutuhkan karyawan baru.
  2. Jaringan terintegrasi antara perguruan tinggi dan dunia usaha / industri sehingga keduanya bisa saling berkomunikasi dan saling mengisi serta tukar menukar informasi tentang peluang kerja baru dan para sarjana pencari kerja. Lewat jaringan ini bisa terjalin komunikasi elektronik dua arah di mana perusahaan bisa mengakses dan memilih langsung para calon tenaga kerja yang sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan dan sementara para sarjana pencari kerja juga bisa memilih lowongan kerja mana yang diminati untuk dilamar. Proses lamar melamar ini berlangsung secara elektronik.
  3. Untuk memperkuat program di atas perlu dukungan politik dan finansial dari Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Pendidikan di mana dulu pernah ada program link and match namun sekarang tak pernah terdengar lagi kelanjutannya.

Dengan demikian, kalangan usaha dan industri tanpa harus memasang iklan di koran sudah bisa mengakses data para pencari kerja dengan mengakses data base alumni yang mencari kerja di perguruan tinggi yang dimaksud. Cukup dengan menganalisa data base tersebut dan menentukan pilihan pencari kerja yang mana yang memenuhi syarat untuk menjalani tes wawancara. Perusahaan tak perlu lagi membatasi para pelamar dengan batasan IPK, perguruan tinggi tertentu ataupun hal lainnya agar surat lamaran tidak membanjiri bagian personalianya. Dan para pencari kerja tak perlu lagi setiap hari membeli koran dan mengirimkan lamaran (padahal kebanyakan lowongan yang ada hanya berkisar pada jabatan management trainee). Cukup menunggu panggilan tes wawancara baik via email ataupun panggilan langsung ke HP. Dan tentunya seluruh perguruan tinggi harus sudah bisa mengakses internet, terutama yang berdomisili di daerah.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

31 desember 2007

  •   *   *.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar