Jumat, 19 April 2013

Polemik UU BHP


Ada apa dengan UU BHP ? Saya sendiri belum pernah membaca isi dari UU Badan Hukum Pendidikan tersebut. Namun dari polemik yang berkembang di media massa ada kecurigaan di mana pendidikan dan perguruan tinggi akan dikelola secara otonom dan mencari sendiri biaya operasionalnya yang pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan biaya pendidikan sehingga pendidikan tinggi hanya akan bisa dinikmati oleh mereka yang berasal dari keluarga kaya sementara keluarga miskin tidak bisa menikmati pendidikan tinggi padahal salah satu tujuan kemerdekaan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan juga ada kecurigaan akan adanya komersialisasi pendidikan tinggi.

Sayang sekali saya tidak punya data berapa sebenarnya kebutuhan operasional pembiayaan seluruh PTN seIndonesia, di luar kebutuhan insfrastruktur dan pendidikan dosen untuk sekolah magister dan doktoralnya. Dan berapa biaya yang ditanggung oleh para mahasiswa. Serta berapa akhirnya beban subsidi yang harus ditanggung pemerinmtah dalam membiayai pendidikan tinggi negeri.


Namun, dengan kondisi sekarang sebelum penerapan UU BHP ternyata tidak ada pembedaan pembiayaan antar mahasiswa di tiap PTN di mana dari kondisi keluarga manapun, baik dari keluarga tidak mampu ataupun kaya atau superkaya, bila menjadi mahasiswa di PTN tertentu akan dikenakan biaya yang sama. Di sini sebenarnya salah satu masalah sekaligus salah satu pemecahan masalah pembiayaan operasional PTN.

Saya memiliki pemikiran bahwa pembiayaan operasional PTN harus disubsidi pemerintah minimal dua pertiga alias 66,66 % dari seluruh pembiayaan operasional, sisanya 33,34 % ditanggung oleh seluruh mahasiswa sesuai dengan tingkat pembiayaan dari jurusan disiplin ilmu yang ditempuhnya. Dan dari 33,34 % biaya yang harus ditanggung para mahasiswa tersebut dari hitungan seluruh Indonesia harus dibuat perhitungan pembedaan secara proporsional antar mahasiswa sehingga tidak boleh ada penyeragaman besaran pembiayaan yang harus ditanggung antara mahasiswa kaya dan mahasiswa tidak mampu. Dari mana diperoleh hitungan proporsional pembiayaan tersebut ? Ini juga menjadi problem tersendiri. Tidak mudah untuk mengetahui besaran kekayaan dari masing – masing keluarga mahasiswa tersebut. Satu – satunya data yang bisa jadi parameter hitungan proporsional tersebut adalah DATA PEMBAYARAN PAJAK PRIBADI. Di sini dibutuhkan keakuratan data pembayaran pajak tahun sebelumnya untuk dijadikan data basis perhitungan proporsionalitas pembebanan biaya pendidikan antar mahasiswa sehingga dapat dibedakan besaran biaya yang akan ditanggung mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak mampu akan berbeda dari besaran biaya yang harus ditanggung oleh mahasiswa dari keluarga kaya. Banyak mahasiswa yang berasal dari keluarga kaya mampu dan sanggup membayar 100 % dari pembiayaan rata – rata sementara para mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak mampu malah sama sekali tidak mampu membayar sedikitpun.

Dengan demikian, kalaupun pada akhirnya UU BHP itu jadi dilaksanakan maka sudah sepatutnya pembebanan proporsional antar mahasiswa inipun dapat diterapkan sehingga semua mahasiswa PTN dari semua tingkatan sosial dapat menikmati pendidikan tinggi sesuai dengan kemampuannya dan sesuai dengan amanah UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Salam reformasi

Rahmad Daulay

4 januari 2009

*   *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar